Salin Artikel

Asal-usul Sawahlunto Kota Tambang Batu Bara, Kisah Orang Rantai dan Lubang Mbah Suro

Peraturan tersebut ada di Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan disahkan awal Februari 2021.

Ini termasuk Peraturan Turunan dari Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 masih menggolongkan FABA sebagai limbah B3.

Berbicara batu bara, tak bisa dilepaskan dengan Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Pada tahun 2019 lalu, warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO.

Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto cukup unik dan disebut-sebut mirip tambang batubara Belgia.

Tak hanya itu. Sawahlunto adalah situs tambang batu bara tertua di Asia Tenggara yang terletak di lembah yang sempi di sepanjang pegunungan Bukit Barisan.

Kota Sawahlunto dikelilingi oleh beberapa bukit, yaitu Bukit Polan, Bukit Pari, dan Bukit Mato.

Selain itu Sawahlunto juga dikeliling 3 kabupaten yakni Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Sijunjung.

Kota Sawahlunto dikenal sebagai kota tambang batu bara.

Kata "sawah" merujuk pada sawah yang terletak di sebuah lembah yang dialiri anak sungai yang bernama Batang Lunto.

Anak sungai tersebut itu berhulu di bukit-bukit Nagari Lumindai di sebelah barat dan mengalir ke Nagari Lunto.

Sungai Batang Lunto terus menglir ke area persawahan yang dimiliki anak Nagari Kubang.

Konon, kata "lunto" berasal dari sebuah legenda pohon besar yang berbunga. Pohon tersebut ada di pinggir jalan dan selalui dilewati oleh penduduk Nagari Kubang dan Nagari Lunto.

Setiap ada yang bertanya nama pohon tersebut, orang menjawab dengan alun tau yang berarti belum tahu.

Namun karen diucapkan cepat dengan logat khas daerah, kata alun tau terdengar seperti lunto.

Tak ada yang tahu nama pohon tersebut. Namun sungai yang melintasi daerah tersebut diberi nama Batang Lunto.

Lalu daereh tersebut diberi nama Sawahlunto yang dahulunya adalah areal persawahan yang dikelola nenek moyang masyarakat Nagari Kubang.

Penelitian dilanjutkan oleh De Greve pada tahun 1867 dan ditemukan ada kandungan 200 juta ton batu bara di sekitar aliran Batang Ombilin dan salah satunya ada di Sawahlunto.

Pada tahun 1879, Pemerintah Hindi Belanda pun mulai merencanakan pembangunan saran dan prasarana untuk mempermudah eksploitasi batu bara di Sawahlunto.

Lalu pada 1 Desember 1888, Sawahlunto dijadikan sebuah kota dan ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto.

Sejak tahun 1982, Kota Sawahlunto mulai memproduksi batu bara. Seiring dengan waktu, kota ini pun menjadi kawasan pemukiman pekerja tambang dan terus berkembang menjadi sebuah kota kecil.

Kala itu penduduknya didominasi oleh pegawai dan pekerja tambang.

Pada 6 Juli 1889, pemerintah mulai membangun jalur kereta api menuju Padang untuk mempermudah pengangkutan batu bara keluar dari Sawahlunto.

Jalur kereta api tersebut sampai di Sawahlunto dan selesai pada 1 Februari 1894.

Usaha tambang di Sawahlunto hingga tahun 1898, masih mengandalkan narapidana yang dipaksa bekerja dengan bayaran murah.

Setelah jalur kereta api dibuka, produksi batu bara di Sawahlunto terus meningkat hingga mencapai ratusan ribu ton per tahun.

Hindia Belanda juga membangun Pelabuhan Emmahaven (dikenal sebagai Teluk Bayur) dan menjadi pelabuhan pengiriman untuk ekspor batu bara, menggunakan kapal uap SS Sawahlunto dan SS Ombilin-Nederland.

Dahulu para, tahanan kriminal dan politik dari wilayah Jawa dan Sumatra dibawa ke tempat ini. Selama pengiriman ke Sawahlunto kaki, tangan dan leher mereka diikat.

Di Sawahlunto, mereka dipekerjakan sebagai kuli tambang batu bara dengan kaki, tangan, dan leher masih dirantai.

Mereka dijuluki orang rantai atau ketingganger dalam bahasa Belanda.

Salah satu peninggalan kelam di Sawahlunto adalah Lubang Mbah Suro.

Lubang tersebut adalah bekas penambangan batu bara yang terletak di Tangsi Baru Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar.

Dahulu kala, di lubang ini para narapida dipaksa bekerja keras. Lubang Mbah Suro memiliki panjang 1,5 kilometer di bawah Kota Sawah Lunto.

Selain Lubang Mbah Suro, terdapat juga Museum Gudang Ransoem yakni dapur raksasa di Sumatera Barat.

Saat ini PT Bukit Asam Tbk menjadikan Unit Penambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO.

Lubang tambang batubara bawah tanah diubah menjadi lokasi pendidikan serta wisata.

Wisatawan juga bisa mengunjungi Museum Tambang Batu Bara Ombilin yang terletak di sebelah kantor Unit Pernambangan Ombilin (UPO) Sawahlunto.

PT Bukit Asam Tbk juga memamerkan beberapa peralatan yang digunakan untuk menambang batubara di Ombilin sejak ratusan tahun lalu beserta dengan diorama proses pertambangan batubara.

Untuk area bekas tambang, PT Bukit Asam Tbk mengubah lahan tersebut menjadi area wisata, yaitu Kebun Binatang Kandi, danau, arena pacuan kuda, arena olahraga dan fasilitas umum lainnya untuk masyarakat Sawahlunto

https://medan.kompas.com/read/2021/03/13/070700178/asal-usul-sawahlunto-kota-tambang-batu-bara-kisah-orang-rantai-dan-lubang-mbah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke