Salin Artikel

Kesawan dan Kenangan Indah Kota Medan di Masa Lalu

Ia berencana akan menjadikan Kesawan sebagai pusat kuliner untuk mewujudkan Medan The Kitchen of Asia.

Kesawan adalaa salah satu kawasan Pecinan di Kota Medan yang berada di sepanjang Jalan Ahmad Yani.

Jalan yang dulu dikenal dengan Jalan Kesawan tersebut adalah jalan tertua di Kota Medan yang dipenuhi dengan bangunan bersejarah.

Hal tersebut dijelaskan oleh Betsy Edith Christie dan Wiwin Djuwita Sudjana Ramelany pada tulisan yang berjudul Pemukiman Etnis China di Medan Pada Akhir Abad ke-19 Sampai Awal Abad ke-20.

Mereka menyebut nama Jalan Kesawan berganti menjadi Jalan Ahmad Yani pada 1 Maret 1966.

Sebagian besar adalah kuli Cina yang semula bekerja di Pekan Labuhan. Saa kontrak kerja sudah habis dan modal sudah terkumpul, mereka pindah ke kota dan mulai berdagang.

Dijelaskan dalam catatan mereka, pada tahun 1590-1837 di kawasan Jalan Kesawanterdapat banyak sawah serta rumah dan kedai yang berderet. Serta ada Masjid Bengkok yang sekarang berada di Jalan Masjid.

Di antara yahun 1838-1887, jalan setapak di kawasan tersebut mulai diperkeras dengan batu dan rumah kedai dibangun lebih baik dengan menggunakan bahan papan.

Kesawan pada awalnya merupakan Kampung Melayu. Tetapi pada tahun 1880 orang Cina dari Malaka dan langsung dari Negeri Cina tinggal di kawasan tersebut. Kesawan pun menjadi pemukiman etnis Cina.

Pada tahun 1889 sempat terjadi kebakaran besar yang menghancurkan 67 rumah dan toko dari bahan kayu.

Pada 1913-1937 Kesawan semakin berkembang pesat dengan munculnya bangunan rumah tinggal dan toko, pemerintahan, perdagangan, dan pusat hiburan.

Tahun 1938-1962, Kesawan mulai dipenuhi dengan bangunan-bangunan lebih modern. Pada 1963-1995, Kesawan semakin berkembang dan didirikan berbagai macam kantor pemerintahan atau swasta dan pusat-pusat hiburan.

Periode 1996-2004, di Kesawan mulai dibangun ruko hingga lima lantai yang tidak mengikuti struktur lama dan merusak citra lama. Ruko ini berfungsi pula sebagai sarang walet.

Pada tahun 2002, Kesawan diubah fungsinya menjadi pusat makanan. Lalu dibangunlah pintu gerbang raksasa yang menjadi penanda batas Kesawan. Lalu pada 15 Januari 2003, Kesawan Square diresmikan menjadi pusat jajanan.

Sayangnya hal tersebut tak berlangsung lama. Pada 16 November 2007, Kesawan Square ditutup dan tidak difungsikan lagi.

Pada tahun 2013, Jalan Kesawan yang berubah menjadi nama Jalan Ahmad Yani berfungsi sebagai pusat perdagangan dengan ruko dua lantai.

Ruko-ruko tersebut menjual berbagai alat musik, alat olahraga, cinderamata, perabotan rumah tangga hingga bahan kain. Selain itu ruko juga dijadikan bank, penukaran mata uang asin, restoran hingga swalayan.

Sebut saja Oude Markt yanga ada sejak tahun 1886. Atau pasar Ikan Lama yang didirikan pada 1888 dan Niewue Markt yang dirikan pada tahun 1906.

Sekitar tahun 1895 hingga tahun 1900 dibangun Rumah Tjong A Fie, Mayor Cina yang terkenal pada masa itu.

Rumah Tjong A Fie dipengaruhi dengan gaya Eropa.

Sementara bangunan kolonial yang lain yang ada di Jalanan Kesaawan adalah N. Escompto M’j yangsekarang menjadi Bank Mandiri.

Termasuk Sumatra Post Printing Works (Varekamp) yang kini menjadi Gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Restoran Tip Top, dan Harison and Crosfield yang sekarang menjadi Gedun PT PP London Sumatra.

Dikutip dari Indonesia.go.id, daerah tersebut kemudian dikuasai oleh Belanda dan tahun 1909 didirikanlah Gemeente (kotapraja) di bawah kekuasaan Hindia Belanda.

Kotapraja dibangun setelah ada perlawanan dahsyat dari penduduk lokal.

Saat itu ada ada empat kampung yakni Kampung Kesawan, Kampung Sugai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.

Ada dua aliran sungai di kawasan tersebut yakni Sungai Deli dan Sungai Babura.

Belanda pun membangun Kota Medan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan ekspor-impor sebagai representasi kota besar yang rapi.

Rumah, kantor yang luas juga dibangun dengan tata letak yang cermat. Termasuk drainase besar, jaringan listrik, telepon, gas, dan pelabuhan yang memadai.

Belanda juga tak melupakan konsep kota hijau dengan menanam pohon mahoni, kecapi, dan pohon keras lainnya di jalanan tengah kota.

Alun-alun juga mereka lengkapi dengan pohon-pohon beringin di sekelilingnya dan bernama Esplanade, artinya lapangan yang luas. Ada stasiun kereta api (Deli Spoorweg Matchapij), hotel (Hotel De Boer), bank (The Javashce Bank) dan kantor pos (Post Kantoor).

Pembangunan infrastruktur itu tak lepas dari kebutuhan perusahaan-perusahaan milik Belanda termasuk perkebunan di sekitar Medan.

Masa itu, Medan dan wilayah di sekelilingnya merupakan perkebunan. Di samping karet dan kelapa sawit, Belanda juga menanam tembakau Deli yang amat terkenal di Eropa.

Belanda juga membangun kompleks toko yang menyediakan kebutuhan masyarakat Medan masa itu yang mudah dijangkau oleh banyak pihak dalam blok-blok yang rapi.

Di bawah jalan di tengah kota ditanam riol yang sangat besar, tempat pembuangan air limbah.

Jalur air juga dibangun karena kota Medan berada di dataran yang rendah (DAS Deli) yang menerima air dari tanah Karo yang merupakan daerah pegunungan.

Mereka juga tidak lupa membangun Waterleiding (PAM) dengan air langsung diminum tanpa dimasak.

Mereka juga membangun rumah sakit, pasar, pembangkit listrik dan air bersih secara terpisah dan berjarak, sehingga tidak terpusat pada satu titik yang bisa memicu kemacetan.

Daerah ini awalnya terlihat sebagai wilayah yang terinspirasi tata kelola Eropa. Tetapi seiring berjalannya waktu, daerah Medan Baru lebih sarat dengan visi bisnis.

Mayoritas penduduk kota Medan adalah penduduk lokal seperti suku Melayu, Batak, Mandailing, dan Karo.

Ada juga suku Jawa sebagai pendatang terbanyak dan ditambah keturunan India dan Tionghoa.

Khusus suku India dan keturunannya, mereka tinggal di sekitar Jl Zainul Arifin atau lebih dikenal sebagai Kampung Keling.

Seiring perkambangan zaman, terjadilah perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis di kota Medan.

Untuk orang Mandailing memilih tinggal di pinggiran kota yang lebih nyaman. Mereka kemudian menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Mesjid, dan Sungai Mati.

Bandar Udara Kualanamu yang mengganti fungsi Bandar Udara Polonia yang dibangun jauh dari pusat kota Medan, mewarnai perkembangan kota ini.

Saat ini hanya ada sedikit aura keindahan dan keteduhan Medan di masa lalu. Yakni berupa beberapa pohon tua yang tersisa, gedung balai kota lama, kantor pos Medan, menara air dan titi gantung serta gedung London Sumatera (Lonsum).

Juga Istana Maimun, Mesjid Raya Medan dan juga rumah Tjong A Fie di kawasan Jl Jenderal Ahmad Yani, Kesawan.

Inilah wajah Kota Medan kini.

https://medan.kompas.com/read/2021/03/26/070700378/kesawan-dan-kenangan-indah-kota-medan-di-masa-lalu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke