Salin Artikel

Mengintip Prosesi Perayaan Waisak Umat Buddha Etnis Tamil di Medan

Kebanyakan dari mereka terlihat mengenakan pakaian serba putih, baik laki-laki maupun perempuan.

Aroma dupa dan wewangian menyeruak dari dalam vihara umat Buddha etnis Tamil tersebut.

Mereka langsung menuju altar utama untuk mengikuti prosesi perayaan Trisuci Waisak 2565 penanggalan buddhis.

Kira-kira pukul 07.00 WIB, proses dimulai dengan pengibaran bendera Merah Putih dan bendera Panji Buddis di halaman depan vihara.

Umat kemudian masuk ke vihara dan membentuk lingkaran di depan altar utama yang berlatar patung Buddha.

Prosesi selanjutnya, Pradaksina dimulai. Dipimpin para pandita, lingkaran umat ini kemudian berjalan memutari tempat-tempat yang dihormati di dalam vihara itu.

Doa-doa suci dirapalkan umat dalam prosesi memutar searah jarum jam itu.

Usai Pradaksina, kebaktian dimulai. Beberapa pandita secara bergantian mempimpin kebaktian dan menyampaikan Dhamma Desana.

Para umat juga mengkidungkan gita-gita buddhis sebagai akhir dari prosesi kebaktian.

Menariknya, prosesi kebaktian hingga lagu-lagu yang dilantunkan, sebagian besar berbahasa Tamil dan Pali.

"Bahasa Pali adalah bahasa asli dari tempat kelahiran Buddha," kata salah satu pengurus Vihara, UPA Saka Virmala Kirti.

Setelah prosesi kebaktian berakhir, umat diberi kesempatan secara bergantian untuk melakukan perhormatan terhadap Buddha di altar utama.

Setelah itu, prosesi terakhir adalah memandikan arca Buddha. Umat secara bergantian mengguyur air ke arca Buddha kecil yang diletakkan di luar dari gedung utama vihara itu.

Mereka juga merapal doa-doa, memohon untuk disucikan dari segala dosa.

"Prosesi pemandian arca ini, sebagai simbol kita mendoakan sekaligus simbol kita menyucikan diri," kata salah satu pandita, UPA Saka Pandita Vinja Kumari.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, setelah semua prosesi selesai, seharusnya ada lagi prosesi yaitu melepaskan balon dan burung merpati.

Momen ini menjadi atraksi menarik yang selalu ditunggu-tunggu, bukan hanya oleh umat Buddha etnis Tamil, tetapi juga oleh masyarakat umum.

Namun, karena alasan pandemi Covid-19, atraksi ini ditiadakan.

Begitupun, umat tetap menjalankan ibadah perayaan Waisak tahun ini dengan khidmat, meski harus menjaga jarak dan mengenakan masker.

Mereka juga tak langsung pulang usai ibadah. Akhir dari prosesi ini dimanfaatkan umat untuk saling menyapa dan bersilaturahmi.

Berbeda dengan agama-agama lain yang berkunjung ke rumah-rumah tiap hari besar, umat Buddha justru bersilaturahmi di vihara saat perayaan Waisak.

Di Medan sendiri, ada enam vihara untuk umat Buddha etnis Tamil. Satu lagi ada di Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang.

Seluruh prosesi peribadatan, baik hari besar maupun ibadah biasa, menggunakan bahasa Tamil, Pali, dan bahasa Indonesia.

Vihara Loka Shanti dibangun pada 1981 silam, di tengah-tengah salah satu tempat pemukiman warga etnis Tamil di Medan.

"Ini satu keistimewaan kami karena ajaran ini datangnya asli dari India. Kami semua warga Indonesia keturunan Tamil. Kami merasa wajib membangkitkan kembali ajaran ini, sesuai dengan tempat kelahirannya di tanah leluhur kami di India," tutup Virmala Kirti.

Hari beranjak siang. Puluhan umat masih larut dalam sapa dan bicara sembari menikmati hidangan bernuansa vegetarian di vihara itu.

Beberapa lainnya masih melanjutkan prosesi penghormatan terhadap Buddha di altar utama.

Lewat perayaan Waisak, mereka menyerukan tema perdamaian, persatuan, dan kekeluargaan. Juga melempar doa agar pandemi Covid-19 segera pergi.

https://medan.kompas.com/read/2021/05/26/152048778/mengintip-prosesi-perayaan-waisak-umat-buddha-etnis-tamil-di-medan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke