Salin Artikel

Hari Buruh, Pekerja di Medan Minta Pemerintah Pusat Cabut UU Cipta Kerja

MEDAN, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Medan menggelar Peringatan Hari Buruh Internasional 2022 di halaman PT Karet Deli di Jalan Yos Sudarso.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, 1 Mei jatuh satu hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Acaranya pun diisi bagi-bagi paket sembako dan mudik gratis.

Usai memimpin upacara, Wali Kota Medan Bobby Nasution mengatakan, peringatan hari buruh menjadi wujud kolaborasi Pemkot Medan dengan buruh untuk menjamin terciptanya iklim kerja dan berusaha yang kondusif.

Menurut Bobby, sinergitas antara Pemkot Medan dan buruh terjalin dengan baik.

"Ada tiga poin aspirasi yang disampaikan para buruh tadi, akan kita suarakan ke pemerintah pusat karena menyangkut masyarakat Kota Medan," kata Bobby, Minggu (1/5/2022).

Pelaksana tugas Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Medan Ridwan Sitanggang mengatakan, peringatan May Day diikuti 400-an buruh dari 14 serikat pekerja yang ada di Kota Medan.

Kegiatan yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini mengusung tema "Ketupat May Day 2022" dan sub tema: meraih kemenangan dengan mengutamakan silaturahim menuju industrial peace.

Perwakilan dari serikat pekerja, Giming mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bobby.

Pihaknya percaya, Bobby akan menyejahterakan para pekerja dan rakyat lewat pembangunan di Kota Medan.

"Di May Day ini, kami berharap Pak Wali menyampaikan aspirasi kami ke pemerintah pusat, cabut dan batalkan Undang-Undang Cipta Kerja yang merugikan buruh. Bawa amandemen undang-undang peraturan Pembuatan perundang-undangan Nomor 12 tahun 2011 serta cabut segera PP Nomor 35, 36 dan 37," katanya.

PHK massal menghantui

Pada Hari Buruh Internasional 2022 ini, Wakil Direktur LBH Medan Irvan Saputra mengingatkan, kita perlu melihat kembali bagaimana negara melaksanakan mandat perlindungan dan pemenuhan hak buruh.

Meski UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat, hal ini tetap menjadi momok para buruh.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan: untuk menghindari dampak yang lebih besar terhadap pemberlakuan UU 11/2020 selama tenggang waktu dua tahun, pelaksanaan yang berkaitan hal-hal strategis dan berdampak luas ditangguhkan, termasuk tidak membentuk peraturan pelaksana baru dan penyelenggara negara dilarang mengambil kebijakan apapun.

Hal–hal bersifat strategis yang dimaksud Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja meliputi ketenagakerjaan. Pemerintah harusnya tidak membiarkan perusahaan-perusahaan merampas hak buruh menggunakan UU Cipta Kerja.

Berdasarkan data penanganan kasus ketenagakerjaan yang ditangani 10 Bantuan Hukum (LBH) kantor pasca disahkannya UU Cipta Kerja, banyak kasus perburuhan yang sebagian besar bersifat massal.

Sebagai contoh, korban buruh mencapai 17.633 jiwa dalam 40 kasus dan lebih dari 1.000 di antaranya buruh perempuan.

Data tersebut berasal dari 10 provinsi yaitu: Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat Yogyakarta, Sumatera Selatan, DKI Jakarta dan Sumatera Utara.

"Kami juga mencatat, dalam kasus ketenagakerjaan, pelaku paling banyak berasal dari perusahaan di bidang jasa, disusul manufaktur. Pelaku lain berasal dari perusahaan perkebunan, pertambangan, transportasi, distributor, konstruksi, pariwisata, bahkan yayasan yang bergerak di bidang pendidikan," kata Irvan Saputra.

Irvan mengatakan, jika ditelisik lebih jauh, permasalahan ini disebabkan beberapa faktor.

Pertama, kondisi pandemi covid-19 yang berkelanjutan dan tanpa penanganan yang berperspektif pada kelompok paling terdampak, di antaranya buruh.

"Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama pandemi Covid tidak berpihak kepada buruh," ungkap Irvan.

Kedua, berbagai pelanggaran yang dialami buruh dilanggengkan oleh UU Cipta Kerja.

"Pelanggaran terbanyak terkait UU Cipta Kerja adalah praktik PHK sepihak tanpa tahapan yang layak. Sudah terjadi sebelum ada UU Cipta Kerja dan UU ini melegalisasi praktik tersebut," sambungnya.

Setelah pengesahan UU Cipta Kerja, jumlah kasus tidak terlalu meningkat namun jumlah korban PHK naik signifikan karena dilakukan secara massal.

Salah satu masalah yang mengakibatkan para buruh rentan di-PHK adalah status kontrak dan rendahnya pesangon.

Di sisi lain, kondisi para buruh hari ini semakin rentan dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga kebutuhan pokok. Tidak sebanding dengan peningkatan upah buruh bahkan sebagian buruh yang mengadu ke LBH menerima upah di bawah UMK.

Selain PHK, pelanggaran hak buruh juga terjadi berupa pembayaran THR secara bertahap, buruh dirumahkan tanpa upah, pengurangan upah, pengalihan jenis pekerjaan yang bersifat berkelanjutan namun dikerjakan oleh buruh PKWT, kriminalisasi buruh yang bersikap kritis hingga union busting.

Untuk itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia bersama 10 LBH kantor mendesak pemerintah dan DPR segera membatalkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya.

Menghentikan proses revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan karena menjadi upaya melegitimasi inkonsistusionalitas berbagai kebijakan pelanggar HAM, termasuk UU Cipta Kerja.

"Pemerintah jangan lepas tangan menegakkan hukum perburuhan, tingkatkan pengawasan dan pemberian sanksi kepada perusahaan yang melanggar. Laksanakan mandat UUD 1945, pemerintah wajib memenuhi hak asasi manusia," tuntas Irvan.

https://medan.kompas.com/read/2022/05/02/172456578/hari-buruh-pekerja-di-medan-minta-pemerintah-pusat-cabut-uu-cipta-kerja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke