Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSI: "Money Politic" hanya Pelumas Kemenangan

Kompas.com - 26/04/2018, 22:40 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Lembaga Survei Indonesia (LSI) menilai, menjelang lebaran 2018 akan banyak bantuan yang diberikan kepada pasangan calon untuk memikat dan mengambil simpati masyarakat. 

Namun berdasarkan pengalaman LSI, money politic atau politik uang tidak menjamin kemenangan paslon.

Sebab ada beberapa fakor yang menjadi indikator masyarakat untuk memilihnya meski telah memberikan sesuatu. Pertama, dikenal. Kedua, visi-misi yang dijual. Ketiga, kepribadiannya.

"Money politic hanya pelumas, bukan faktor penentu. Apalagi wilayah Sumut yang luas ini, ada 12 dapil dan 33 kabupaten/kota. Jumlah pemilih sekarang sekitar 10 juta, jadi agak repot kalau hanya mengandalkan money politic untuk menang," ujar Direktur CP-LSI Ade Mulyana, Kamis (26/4/2018).

(Baca juga : Faktor Jokowi atau Restu SBY-Cak Imin, Siapa Kuat di Pilkada Sumut? )

Kalau ada sesuatu yang diberikan para kandidat, dia meminta agar masyarakat tetap harus lebih cerdas menentukan pilihannya.

"Jangan ditolak pemberiannya, tapi untuk pilihan. Masyarakat harus lebih clear, kira-kira pasangan mana yang punya program bagus untuk Sumut," ucapnya.

Pilkada Sumut hanya diikuti dua pasangan calon, yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah (Eramas) dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss).

Menurut Ade, Eramas didukung mayoritas partai di parlemen Sumut. Sedangkan Djoss mendapat dukungan partai penguasa PDI Perjuangan.

"Kedua calon gubernur ini tergolong tokoh yang levelnya nasional. Namun berdasarkan survei opini publik yang kami lakukan, Eramas lebih unggul," ungkap dia.

Survei dilakukan pada 11-15 April 2018 dengan jumlah responden mencapai 1.000 orang. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error 3,1 persen.

 

(Baca juga : Pilkada Sumut, JR Saragih Dukung Djarot-Sihar)

Pada simulasi dukungan, Edy mengungguli Djarot. Waktu dilontar pertanyaan terbuka, Edy mendapat dukungan 37,2 persen dan Djarot 24.8 persen. Pada simulasi tertutup, Edy mendapat angka dukungan 43,1 persen dan Djarot 33,4 persen.

Terhadap calon wakil gubernur, Musa menang dari Sihar. Bila disimulasikan secara berpasangan, Eramas mendulang dukungan 43,3 persen dan Djoss 33,3 persen.

Namun di tingkat pengenalan calon gubernur, Djarot menang sebanyak 89,6 persen sedangkan Edy 86,3 persen. Untuk wakilnya, Sihar menang tipis 66,2 persen dari Musa yang bertengger di 64 persen.

"Untuk tingkat kesukaan pada calon, Edy mendapat skor 72,1 persen, Musa 70,8 persen, Djarot 70,1 persen, dan Sihar 65 persen," katanya.

"Apa yang membuat Eramas unggul? Kami menilai, pemilih besar dari etnis Jawa dan mayoritas Islam yang mendominasi dukungan. Di dapil, dari 12 dapil yang ada, Eramas merangkul 8 dapil," ucap Ade.

Tapi hasil survei bisa berubah di detik-detik terakhir pemilihan. Selain masih ada waktu sekitar dua bulan untuk menyusun strategi, tiga faktor lain dapat memengaruhi perubahan.

Ketiganya yakni swing voters yang masih tinggi, politik uang, dan partisipasi pemilih minim.

"Masih banyak pemilih, sekitar 51 persen yang tidak mengetahui kapan pilkada dilaksanakan," pungkasnya.

Kompas TV Para pemilih yang belum merekam data e-KTP tersebar di 14 kabupaten/kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com