Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mereka Harus Dihukum Mati, Nyawa Dibayar Nyawa"

Kompas.com - 22/02/2019, 22:13 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Romansi Limbong, ibunda Joni Pernando Silalahi tidak terima hukuman yang disangkakan kepada para pelaku hanya satu pasal, yaitu Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Ayat 1 pasal ini mengancam pelaku dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. Sedangkan ayat 2 mengancam hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun jika kekerasan itu menyebabkan kematian.

"Anak kami adalah korban pembunuhan, permintaan kami mereka harus dihukum seumur hidup atau hukuman mati. Nyawa dibayar nyawa karena ini pembunuhan sadis. Kalau sama kalian kejadian ini bagaimana?" katanya saat dihubungi Kompas.com via telepon, Jumat (22/2/2019).

Menurut Romansi, apa yang terjadi pada anaknya adalah pembunuhan berencana. Sebab, setelah ditangkap, anaknya dibawa dan diseret lagi. Kemudian, kalau rektor tidak mau bertanggung jawab, kenapa tidak ada orang yang menghubungi polisi saat itu.

"Berarti kan memang direncanakan. Iyalah, pembunuhan ini. Ke mana pun akan kami cari keadilan. Biar pun kami orang miskin, orang susah, orang bawahan. Kalau memang tidak sanggup, kami akan sampai ke pusat," katanya emosional.

Baca juga: Anakku Bukan Maling...

Suami Romansi, Effendy Silalahi menambahkan, akan mencari keadilan demi kedua anaknya. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu

"Kita masyarakat kecil harus diperlakukan sama di mata hukum," ucapnya.

Disebutkan, Polrestabes Medan sudah menetapkan empat tersangka terkait kasus ini. Menurut Effendy, sesuai rekaman video yang beredar harusnya ada 30-an tersangka.

"Dari pos satpam depan dibawa ke belakang lagi, banyak orang (menganiaya)," katanya.

Effendy memastikan bahwa kedua anaknya tidak melakukan pencurian sebagaimana yang dituduhkan. Keduanya mendatangi lokasi kejadian karena suka berenang di kolam renang milik kampus.

"Biasanya orang itu berenang di sana, sering ke situ mereka. Cuma kebetulan karena tidak bawa surat-surat kendaraan itulah mungkin masalah utamanya," ujar dia dengan nada sedih.

Saat dipastikan bahwa sepeda motor yang dikendarai adalah milik salah satu korban, dia langsung membenarkan. Ditanya milik siapa, Effendi mengatakan atas nama istri Joni.

"Punya keluarga lah, atas nama istrinya, bukan curian. Waktu saya sampai di Unimed, sepeda motor itu ditahan di pos satpam. Sudah saya serahkan fotokopi STNK sama BPKB-nya. Jangan berhentilah kasus ini, harus tuntas. Harusnya rektor bertanggung jawab karena ini terjadi di lingkungan kampus," katanya.

Ketika diberi tahu bahwa polisi menjerat pelaku dengan Pasal 170 KUHP, Efendy langsung emosi.

"Berapa tahun? Terasa kurang adil, masa pembunuhan diancam pasal segitu saja? Pembunuhan ini sebetulnya," katanya langsung memutuskan percakapan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com