MEDAN, KOMPAS.com - Sebuah video yang memperlihatkan keributan antara warga dengan sejumlah orang berseragam loreng di areal persawahan menjadi viral di media sosial.
Terlihat beberapa orang terjatuh dan suasana semakin riuh.
Peristiwa itu terjadi di Desa Sei Tuan, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Baca juga: Ricuh Petani dan TNI di Deli Serdang, Ini Penjelasan Kodam Bukit Barisan
Keterangan dalam media sosial menjelaskan bahwa keributan itu melibatkan personel TNI Angkatan Darat dengan petani.
Persoalannya karena klaim kepemilikan lahan oleh Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopkar) A Komando Daerah Militer (Kodam) I/Bukit Barisan.
Padahal, selama ini lahan persawahan itu digarap dan ditanami padi oleh masyarakat.
Terkait kasus tersebut, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) I/BB Letkol Donald Silitonga menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada Selasa (4/1/2022), sekitar pukul 12.00 WIB.
Saat itu, pihak TNI sedang memasang plang di tanah yang disebut sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik Puskopkar A I/BB seluas 62 hektar.
Pemasangan plang itu dalam rangka penyelamatan aset Puskopkar A I/BB.
Namun, saat itu terjadi kesalahpahaman antara pihak TNI dengan masyarakat yang disebut sebagai penggarap lahan.
"Kita sangat menyayangkan peristiwa ini masih terjadi. Lahan yang dimiliki Puskopkar tersebut memiliki data kepemilikan lahan HGU berdasarkan sertifikat HGU 30 Agustus 1994 dan bukti pembayaran yang dilakukan Puskopkar, serta berdasarkan kepustusan Mahkamah Agung RI Nomor Registrasi 209/K/TUN/2000. Namun di lahan tersebut terdapat saudara-saudara kita yang memanfaatkan lahan dengan cara bercocok tanam," kata Donald dalam konferensi pers, Kamis (6/1/2022).
Baca juga: Bentrok Prajurit TNI dan Petani di Deli Serdang, Polisi Militer AD Investigasi
HGU tersebut, menurut Donald, akan berakhir tahun 2023, dan akan diperpanjang sesuai dengan prosedur, dimulai dengan pemasangan plang guna melegalisasi tanah.
Upaya pertemuan dan musyarawah sering dilakukan untuk mediasi dengan melibatkan berbagai unsur terpadu seperti Puskopkar, pemerintah desa, tokoh masyarakat dan kepolisian, untuk menghindari kesalahpahaman yang tidak perlu terjadi.