KH. Zainul Arifin lahir di Barus, Tapsel, 2 September 1909. Zainul Arifin aktif sebagai aktivis keagamaan sepanjang hidupnya. Selain juga menjadi Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR).
KH. Zainul Arifin gugur akibat upaya pembunuhan pemberontak DI/TII. Saat itu, Zainul Arifin sedang Shalat Idul Adha di samping Presiden Soekarno pada 14 Mei 1962. Dalam penembakan itu, sebenarnya Presiden Soekarno yang menjadi target pembunuhan.
KH. Zainul Arifin akhirnya menghembuskan napas terakhir 10 bulan setelah penembakan, yaitu tepatnya pada 2 Maret 1963. Dia ditetapkan Pahlawan Nasional pada 4 Maret 1963.
5. Mayjen DI. Pandjaitan
Mayor Jenderal DI. Pandjaitan lahir di Balige pada 19 Juni 1925. Dia termasuk salah satu korban pembunuhan Dewan Jenderal pada Gerakan 30 September.
DI Pandjaitan termasuk Pahlawan Revolusi. Dia gugur di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan pada 5 Oktober 1965.
Baca juga: Menelisik Jejak KH Musthafa, Pahlawan Nasional yang Identitasnya Sempat Hilang
Berikutnya adalah Tengku Amir Hamzah yang lahir di Tanjung Pura, Langkat, 28 Februari 1911. Tengku Amir Hamzah dikenal sebagai seorang sastrawan dengan puluhan karya yang dihasilkan.
Tengku Amir Hamzah tercatat pernah memimpin Kongres Indonesia Muda di Solo pada tahun 1931.
Tengku Amir Hamzah gugur di Kwala Begumit, Binjai pada 20 Maret 1946. Jenazahnya dimakamkan di Komplek Masjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.
Penepatan Tengku Amir Hamzah sebagai Pahlawan Nasional dilakukan pada tahun 1975.
Haji Adam Malik lahir di Pematang Siantar pada 22 Juli 1917. Dia dikenal sebagai seorang diplomat ulung dengan sejumlah jabatan penting.
H. Adam Malik pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada 1971. Selain itu dia juga orang Indonesia pertama yang menjadi Ketua Majelis Umum PBB yang ke-26.
Haji Adam Malik wafat di Bandung pada 5 September 1984 dan dimakamkan TMP Kalibata, Jakarta.
Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional dilakukan pada 6 November 1998.
Baca juga: Biografi Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Asal Banten
8. Kiras Bangun (Garamata)
Kiras Bangun lahir pada tahun 1852. Dia dikenal dengan julukan Garamata atau pria bermata merah. Dia berasa dari Desa Batukarang, Kec. Payung, Karo, Sumatera Utara.
Kiras Bangun tercatat pernah memimpin pasukan Urung melawan Belanda di Tanah Karo, Sumatera Utara, sekitar tahun 1905.
Kiras Bangun alias Garamata gugur pada 22 Oktober 1942, dan dimakamkan di Desa Batukarang, Payung, Kabupaten Karo.