Adapun Samaratungga disebut hanya memiliki satu anak, yaitu Pramodawardhani.
Selain membantah adanya perebutan tahta, kelompok ini juga menyebutkan bahwa perpindahan Balaputradewa ke Sumatra bukan karena perang.
Sebaliknya, Balaputradewa ke Sumatera memiliki hak sebagai pewaris tahta Sriwijaya dari garis ibu.
Baca juga: Balaputradewa, Pembawa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Di masa itu, Sumatera masih disebut sebagai Swarnadwipa. Di sana sudah berdiri sebuah kerajaan bernama Sriwijaya yang beribu kota di Palembang.
Balaputradewa bisa menjadi raja di Sriwijaya karena mewarisi tahta dari kakeknya dari pihak ibu yang bernama Sri Dharmasetu.
Meskipun teori ini juga dibantah oleh pihak-pihak tertentu.
Balaputradewa menjadi raja Sriwijaya bukan karena mewarisi tahta Sri Dharmasetu, akan tetapi karena memang wilayah itu telah menjadi daerah kekuasaan Wangsa Sailendra.
Adapun Balaputradewa setelah naik tahta berhasil membawa Sriwijaya pada puncak kejayaannya.
Hal ini dibuktikan dengan perluasan wilayah Sriwijaya hingga mencakup hampir seluruh Sumatera.
Selain itu, kekuasaan Sriwijaya juga membentang di luar Sumatera, Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, dan sebagian Jawa.
Balaputradewa juga menjalin persahabatan dengan Kerajaan Benggala di India, melalui Raja Dewapala Dewa.
Di bawah kekuasaan Balaputradewa juga Sriwijaya menjelma menjadi pusat agama Budha Mahayana di kawasan Asia Tenggara.
Dalam catatan seorang pendeta asal Tiongkok bernama I Tsing disebutkan, Sriwijaya pada masa itu menjadi rumah bagi sarjana Budha.
Bahkan Sriwijaya memiliki seorang pendeta terkenal bernama Sakyakirti, yang konon memiliki murid sebanyak 1000 orang.
Selain bentang kekuasaan dan pendidikan, Sriwijaya juga menjadi salah satu pusat perdagangan penting.
Status sebagai pusat perdagangan ini membuat peningkatan dari segi pembayaran upeti dan pajak serta keuntungan hasil perdagangan.
Sumber:
Kompas.com
Irfan, N.K.S. (2015). Kerajaan Sriwijaya: Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya.