Kiras Bangun juga mampu mempersatukan raja-raja suku, seperti di Telu Kuru, Si Empat Teran, Si Lima Selina Perbesi, dan sebagainya.
Sementara itu, Belanda yang sudah masuk ke wilayah Sumatera Utara membuka perkebunan tembakau dan karet di daerah Langkat dan Binjai.
Merasa kurang, Belanda melakukan ekspansi perkebunan mereka hingga ke Tanah Karo.
Pada periode awal 1900-an merupakan masa awal interaksi antara Belanda dengan Kiras Bangun.
Belanda mencoba mendekati Kiras Bangun yang kala itu sudah ditokohkan oleh masyarakat Suku Karo.
Upaya Belanda dilakukan dengan memberikan penawaran berupa uang, kedudukan, hingga senjata.
Namun penawaran demi penawaran itu selalu ditolak oleh Kiras Bangun.
Puncaknya adalah saat Belanda mengirim pendeta bernama Guillaume pada tahun 1902.
Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh Kiras Bangun lantaran pendeta itu dikawal oleh pasukan bersenjata lengkap.
Sikap Kiras Bangun itu membuat Belanda murka dan memutuskan untuk menyerang Tanah Karo.
Perang pun tidak dapat dihindarkan. Kiras Bangun dengan keahliannya bernegosiasi segera menghimpun seluruh kekuatan Tanah Karo.
Dalam salah satu catatan disebutkan bahwa Kiras Bangun berhasil menghimpun lebih dari 3000 pasukan.
Pasukan-pasukan itu terdiri dari lintas etnis dan agama. Selain itu, Kiras Bangun juga membangun sejumlah benteng pertahanan.
Operasi militer Belanda terhadap Tanah Karo mulai dilancarkan pada tahun 6 September 1904.
Dua hari berselang, Belanda mampu merebut Kabanjare, yang disusul daerah Lingga dan Linggda Julu.