Dalam peta yang dibuat pada abad ke-2 masehi itu disebutkan adanya sebuah bandar niaga bernama Barousai.
Nama Barousai diduga merujuk pada Barus, yang dalam peta itu disebut berada di pesisir barat Sumatera.
Masih dalam peta itu, Barus dikenal dengan wewangian dari kapur barus yang dilah dari kayu kamfer.
Kota Barus diyakini sebagai titik awal atau titik nol peradaban dan persebaran ajaran agama Islam di Nusantara.
Asumsi tersebut tidak lepas dari posisi Barus sebagai kota pelabuhan yang ramai dikunjungi pedagang mancanegara pada zaman dahulu.
Diketahui, saluran utama penyebaran Islam di Nusantara adalah melalui perdagangan.
Para pedagang muslim dari Timur Tengah, India, hingga Persia banyak yang singgah ke Nusantara.
Mereka yang singgah itu juga tidak sedikit yang melakukan misi dakwah dan menjalin pernikahan dengan warga lokal.
Posisi Barus sebagai titik nol persebaran Islam diperkuat dengan komoditas utama kota ini yaitu kapur barus dan kemenyan.
Kedua komoditas itu membuat Barus menjadi salah satu tujuan perdagangan para pedagang asing.
Barus sebagai titik awal persebaran Islam di wilayah Nusantara juga dikuatkan dengan adanya Makam Mahligai.
Kompleks Makam Mahligai ini berada di Desa Aek Dakka, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Salah satu nisan dalam kompleks makam ini berangka tahun 48 Hijriyah atau 661 Masehi.
Dalam Kompleks Makam Mahligai terdapat beberapa makam ulama, seperti Syekh Rukuddin, Syekh Zainal Abidin Ilyah Syamsudin, Imam Khatib Muddah, dan sebagainya.
Selain Makam Mahligai, di Kecamatan Barus juga terdapat kompleks makam tua lain yang dikenal dengan Kompleks Makam Papan Tinggi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.