Melalui tahapan proses verifikasi dan validasi data yang melibatkan beberapa unsur dari Forkopimda, terdapat sisa tanah masyarakat, rumah, dan lain sebagainya yang belum diganti rugi pihak PLTA.
"Dalam hal ini saya pikir sudah cukup jelas bahwa masyarakat memiliki harta mereka yang belum diganti rugi oleh PLTA dalam hal ini PT PLN (Persero),” ungkap Harjuliska.
Gandeng Kejari Takengon
Manager Unit Pelaksana Proyek (UPP) Sumatera Bagian Utara (SBU) 2, Nanda Dani Andrianto menanggapi persoalan tersebut.
Menurut Nanda, persoalan ganti rugi yang disampaikan Harjuliska memang benar, tetapi sudah melalui proses verifikasi dan validasi oleh tim yang dibentuk Bupati Aceh Tengah pada Juli 2021.
Baca juga: Petugas Lapas Singkawang Gagalkan Penyelundupan 42 Paket Sabu, Disamarkan Dalam Cincau
Namun Nanda mengaku, hasil dari tim tersebut baru diterima PT PLN pada Maret 2022. Data itu direvisi lagi hingga hasil akhir baru diterima 12 April 2022.
“Mengapa harus dibentuk tim verifikasi dan validasi? Karena pada tahun 1998-2000 proses pembebasan dilaksanakan oleh Tim Pembebasan Tanah dibentuk oleh Pemda Aceh Tengah juga," katanya.
"Sehingga pada saat terjadi klaim dari masyarakat, PLN mengembalikan kepada Pemda sebagai pelaksana pembebasan tanah pada masa itu,” jelas Nanda, melalui pesan whatsapp kepada Kompas.com, Minggu (17/3/2022).
Kemudian, sebut dia, berdasarkan hasil verifikasi dan validasi oleh tim pembebasan tanah, tidak hanya menyebutkan selisih ukur kurang, namun ada juga selisih lebih bayar.
“Ini yang tidak disebutkan oleh masyarakat. Jadi seolah-olah hanya PLN yg memiliki kewajiban yang harus diselesaikan di sana,” lanjut Nanda.
Untuk proses selisih kurang atau lebih yang dibahas oleh Harjuliska, saat ini sedang dilakukan proses pendampingan hukum dari Kejaksaan Negeri Takengon.
“Hal ini kami lakukan agar semua proses yg dilalui tetap berada di dalam koridor hukum yang berlaku. PLN akan menyelesaikan kewajibannya. Namun di sisi lain, masyarakat juga harus patuh dan menjalankan semua keputusan hukum yang akan ditetapkan,” sebut Nanda.
Kemudian, berdasarkan hasil verifikasi, luas total tanah di lokasi sekitar 560.000 meter persegi dan selisih kurang hanya sekitar 9.000 meter persegi.
Sedangkan selisih lebih sekitar 5.000 persegi. Jadi secara gambaran kasar, kewajiban PLN di tanah tersebut hanya kurang lebih 4.000 meter persegi dari total luas 560.000 meter persegi.
Namun yang terjadi saat ini, pihaknya tidak diizinkan melakukan pekerjaan proyek PLTA Peusangan I dan II.
"Apakah ini fair untuk kami pelaksana Proyek Strategis Nasional?” Pungkas Nanda.