MEDAN, KOMPAS.com - Andre duduk mematung di atas becak barang kosong, tepat di depan onggokan sampah sayur dan buah di pasar raya, Komplek Medan Metropolitan Trade Centre (MMTC) Jalan Willem Iskandar, Desa Kenanganbaru, Kecamatan Percutseituan, Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara.
Pasar tradisional modern yang berdiri di atas lahan seluas 7 hektar, tempat berkumpul para pedagang yang mayoritas berasal dari Kabupaten Karo, Deliserdang, Kota Medan dan sekitarnya.
Warga Perumnas Mandala, sekitar 5 kilometer dari MMTC, datang bersama ibunya.
Setiap pagi mereka ke sini, membeli kupasan-kupasan sayur untuk makanan ternak yang dulunya gratis.
Baca juga: Kisah Kuli Ngepok Batu Bara di Lebak Banten, Sudah Ada Sejak Zaman Jepang
Sambil menunggu ibunya bekerja, Andre menyambi menyewakan becak mengangkut barang. Kalau hanya sekitar pasar, ongkosnya mulai dari Rp 15.000 sekali angkut.
Jika keluar pasar, tergantung jarak dan tripnya. Namun tidak ada harga patokan, tergantung kesepakatan tawar-menawar.
"Semenjak ada becak-becak ini, sudah enggak ada lagi... Kaya (seperti) gini kan, truknya di sana, barangnya diangkut pake becak. Semenjak ada ini (becak) enggak lama jadinya ngangkat-ngangkat barang. Lebih mahal becak karena mesin, tapi lebih cepat. Kalau pake orang, upahnya Rp 10.000 bolak-balik, itu pun tergantung juga, lama lagi..." kata Andre, Kamis (16/3/2023).
Becak barang seperti Andre yang membuat mati kehidupan para kuli panggul atau buruh bongkar muat.
Hampir semua sudut pasar, parkir para becak angkut, menunggu sewa. Tata letak para pedagang pun diatur, sisi kanan-kirinya gang supaya mudah dilalui becak.
Ditanya upah, laki-laki berumur 45 tahun itu menyebut tergantung waktu kedatangan.
"Tergantung datangnya ke mari, kalau cepat, bisa Rp 100.000 setiap hari," imbuhnya.
Baca juga: Cinta Talis pada Pekerjaan Kuli Panggul meski Bayaran Tak Sebanding dan Badan Kerap Sakit
Lima tahun mencari penghasilan tambahan di pasar, Andre mengaku tidak pernah kosong orderan.
Aktivitas bongkar muat pasar dimulai tengah malam, mulai pukul 01.00 WIB. Menurutnya, bisa seribuan orang yang datang, rezeki selalu ada.
"Segini banyaknya orang, pasti ada sewa. Orang belanja mulai jam 02.00 WIB," katanya lagi.
"Upahnya per karung, biasanya Rp 2.000-an," kata Nunik, pedagang kue yang membuka dagangan di depan tumpukan karung kentang.
Mak Iyah, perempuan bertubuh kecil yang duduk di samping Nunik menambahkan, "Satu karung isinya mulai 30 sampai 50 kilogram."
Beberapa literasi menyebut, sistem kerja bongkar muat merupakan sistem kerja borongan, pekerja tidak memiliki waktu dan cara menerima upah yang ditetapkan.
Di Pelabuhan Belawan, sistem upah borongan berdasarkan tonasi barang, bila pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat maka Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) mendapat upah lebih tinggi dari rata-rata.
Penerapan sistem upah dapat memotivasi TKBM untuk bekerja lebih giat, kondisi riil saat ini hampir melampaui standar kinerja yang disepakati, kecuali untuk jenis barang tertentu yang bersifat kasuistis.
Tidak ada ketentuan yang mengatur hubungan hukum untuk Tenaga Kerja di Luar Hubungan Kerja (TKLHK), walau Undang-Undang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 mengatur Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Baca juga: Cerita Buruh Panggul di Pasar Pakaian Lampung, Bolak-balik Belasan Km Dibayar Rp 5.000
Berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, disebutkan hubungan kerja adalah hubungan hukum melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian kerja yang unsur-unsurnya: ada pekerjaan dan ada perintah.
TKBM adalah salah satu jenis TKLHK. Lebih spesifik lagi, salah satu bentuk hubungan hukum atau perjanjian melakukan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan yang nota bene bukan hubungan kerja sehingga tidak dicover dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.