Salin Artikel

Legenda Sampuraga Si Anak Durhaka dari Mandailing Natal

KOMPAS.com - Legenda Sampuraga adalah salah satu cerita rakyat dari Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

Legenda ini terkait dengan objek wisata kolam Sampuraga yang berlokasi di Desa Sirambas Kecamatan Panyabungan Barat.

Cerita rakyat legenda Sampuraga ini berkisah tentang seorang anak durhaka yang mendapat kutukan dari ibunya.

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal, cerita Sampuraga dan ibunya ini terjadi di tempat yang bernama Padang Bolak.

Seorang janda tua hidup bersama anak bernama Sampuraga dalam kondisi yang miskin.

Sampuraga yang hanya bekerja mencari kayu bakar dan tinggal di gubuk yang kumuh kemudian memiliki niat untuk mengubah hidupnya.

Ia kemudian memohon izin kepada ibunya yang sudah tua untuk pergi merantau demi bisa mengubah nasib keluarganya.

Mendengar niat anak semata wayangnya, sang ibu akhirnya dengan berat hati memberi izin.

Setelah mendapat restu, Sampuraga pergi dengan berlinang air mata sembari berjanji apabila berhasil maka ia akan membantu keadaan sang ibu.

Perjalanan Sampuraga ternyata tidak mudah dan melelahkan. Ia sempat melewati daerah Pidelhi yang sekarang bernama Pidoli dan berdiam di sana beberapa waktu.

Setelahnya, ia melanjutkan perjalanan ke sebuah desa yang bernama Sirambas.

Saat itu Desa Sirambas dipimpin seorang raja bernama Silanjang dengan nama kerajaan Silancang.

Di Sirambas, Sampuraga bekerja keras hingga usahanya berhasil dan ia menjadi salah satu orang yang terpandang.

Melihat hal itu sang raja memiliki niat untuk menjodohkan Sampuraga dengan putri kesayangannya.

Sampuraga sangat senang dengan kabar tersebut dan akhirnya resmi meminang putri Raja Silanjang.

Pernikahan itu pun dihelat dengan meriah dan kabarnya tersebar ke penjuru wilayah hingga ke telinga sang ibu.

Ibu Sampuraga yang tidak percaya anaknya bisa meminang putri raja bergegas datang ke Silancang.

Namun hal yang terjadi tak seindah yang diharapkan karena Sampuraga justru tidak mengakui keberadaan sang ibu.

Sampuraga terlalu malu dengan keluarga sang istri karena melihat ibunya yang renta hadir dengan kondisi memprihatinkan, miskin dan kurus.

Seketika Sampuraga mengusir sang ibu, sambil berkata kepada semua orang bahwa ibu kandungnya telah meninggal dunia.

Ibu Sampuraga pergi dengan rasa sedih dan sakit hati atas perlakuan anaknya, sembari berdoa kepada Tuhan.

Tiba-tiba turun hujan lebat yang membuat tempat tersebut terendam banjir dan semua orang di pesta tersebut meninggal dunia karena tenggelam.

Tempat Sampuraga tenggelam pun seketika berubah menjadi kolam air panas.

Sementara batu-batu di sekitar kolam air panas itu disebut memiliki bentuk seperti acara pernikahan Sampuraga yang ikut terkena kutukan.

Sumber:

https://berita.madina.go.id/sejarah-dan-budaya/

https://berita.madina.go.id/sejarah-dan-budaya-mandailing-natal/

https://medan.kompas.com/read/2021/12/21/181012578/legenda-sampuraga-si-anak-durhaka-dari-mandailing-natal

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com