Salin Artikel

Asal-usul dan Budaya Matrilineal Suku Minangkabau

KOMPAS.com - Suku Minangkabau berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku Minangkabau mendominasi penduduk Provinsi Sumatera Barat.

Secara etimologi kata Minangkabu berasal dari gabungan dua kata, yaitu 'Minang' dan 'kabau'.

Kata Minang, awalnya sebagai pengucapan bahasa masyarakat setempat untuk kata manang yang berarti kemenangan. Kabau yang berarti kerbau.

Suku Minangkabau terkenal dengan cerita rakyat yang terkenal di seluruh Tanah Air.
Sejarah suku Minangkabau juga diperoleh dari cerita rakyat.

Dikutip dari laman dpr.go.id, sejarah Minangkabau merupakan salah satu desa yang berada
di kawasan Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Awalnya, desa tersebut berupa tanah lapang. Namun karena ada isu bahwa Kerajaan Pagaruyung akan diserang Kerajaan Majapahit dari Provinsi Jawa.

Maka, terjadilah peristiwa adu kerbau atas usul kedua belah pihak. Kerbau mewakili pertempuran dua kerajaan.

Kerbau Minang berhasil memenangkan perkelahian maka munculah kata manang kabau.

Selanjutnya, nama itu dijadikan Nahari atau desa tersebut, yang pada akhirnya dikenal dengan Minangkabau.

Penduduk Pagaruyung mengenang peristiwa bersejarah tersebut dengan mendirikan rumah loteng. Dimana atapnya mengikuti tanduk kerbau.

Kerbau Menjadi Alat Transportasi Suku Minangkabau. Kerbau untuk menelusuri dataran tinggi Minangkabau.

Alasannya, karena agama yang dipercaya pada waktu itu mengajarkan untuk menyayangi
binatang gajah, kerbau, dan lembu. Selain itu, ajaran waktu itu, kerbau juga digunakan sebagai hewan aduan, adu kerbau.

Dikutip dari laman sumbarprov.go.id, Sejak pemerintahan Raja Adityawarman, pertengahan abad ke 17, Provinsi Sumatera Barat lebih terbuka dengan dunia luar, khususnya Aceh.

Karena hubungan dengan Aceh semakin intensif secara ekonomi maka berkembang
nilai baru yang menjadi landasan sosial budaya masyarakat Sumatera Barat.

Agama Islam sebagai nilai baru berkembang di kalangan masyarakat dan berangsur-angsur mendominasi masyarakat suku Minangkabau. Semula, suku Minangkabau  di dominasi agama Budha.

Budaya Matrilineal Suku Minangkabau

Dikutip dari laman repo.unand.ac.id, para ahli sepakat bahwa budaya matrilineal telah muncul sejak kurang lebih 2000 SM.

Nenek moyang suku Minangkabau terdiri dari sekelompok manusia yang telah mendiami
daerah selingkar (Bukit Barisan) gunung Merapi.

Percampuran Bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu ( yang datang bergelombang kurang lebih 2000 SM hingga kurang lebih 250 SM) menurunkan nenek moyang suku Minangkabau.

Mereka menganut adat matrilineal, yang sampai kini dikatakan 'adat yang tak lapuk kena hujan dan yang tak lekang kena panas'.

Bertahannya adat matrilinial sampai sekarang disebabkan perkembangan masuknya agama Islam. Karena Islam tidak menentang umat manusia memuliakan kaum ibu.

Bahkan lambang surga 'terletak di bawah telapak ibu'.

https://medan.kompas.com/read/2021/12/28/220156378/asal-usul-dan-budaya-matrilineal-suku-minangkabau

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com