Salin Artikel

Biografi Singkat Tuanku Imam Bonjol dan Sejarah Perang Padri

KOMPAS.com - Tuanku Imam Bonjol merupakan pahlawan nasional dari Sumatera Barat berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/ Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.

Tuanku Imam Bonjol terkenal sebagai pejuang yang mempertahankan tanah air dari penjajah Belanda dalam Perang Padri di tahun 1803-1838.

Perjuangan Tuanku Imam Bonjol menjadi perjuangan yang dalam artinya bagi orang Minang dan Mandailing.

Asal-usul Tuanku Imam Bonjol

Melansir laman purwanegara.banjarnegarakab.go.id, Tuanku Imam Bonjol lahir dengan nama Muhammad Shabab.

Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat pada 1 Januari 1772.

Ibunya bernama dan Hamatun Sementara ayahnya Khatib Bayanuddin Shahab adalah ulama yang berasal dari Sungai Rimbang.

Muhammad Shahab kemudian memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam.

Kemudian Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam salah satu pemimpin dari Harimau nan Salapan menunjuknya sebagai Imam bagi kaum Padri di Bonjol.

Inilah yang membuat nama Muhammad Shabab akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.

Keterlibatan Tuanku Imam Bonjol di Perang Padri

Perseteruan Kaum Padri yaitu para ulama dengan Kaum Adat dalam penerapan agama Islam di bumi Minang sempat menimbulkan perpecahan.

Perpecahan ini begitu serius di tengah pembahasan mengenai ritual adat yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Pada 1803, Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobangingin memperbaiki syariat Islam yang belum sempurna yang dijalankan oleh masyarakat Minangkabau.

Perseteruan membawa penyerangan Pagaruyung oleh Tuanku Pasaman pada tahun 1815, dengan pecahnya pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar.

Kekuatan Kaum Padri membuat Kaum Adat bersekutu dengan Belanda dan dimulailah campur tangan sekutu pada peperangan ini.

Sebagai imbalan, Belanda meminta beberapa daerah untuk diberikan sebagai daerah kekuasaan mereka.

Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch kemudian membuat taktik dengan mengadakan Perjanjian Masang pada 1824 dengan Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai.

Namun kemudian perang berubah di mana Kaum adat dan Kaum Padri bersatu dengan dibuatnya Plakat Puncak Pato di Tabek Patah.

Mereka bersatu untuk melawan Belanda karena kenyataan bahwa keberadaan penjajah justru menyengsarakan Rakyat Minangkabau.

Pengepungan terhadap Tuanku Imam Bonjol berlangsung sangat lama hingga membutuhkan pasukan dari Batavia.

Pada akhirnya Tuanku Imam Bonjol menyerah dengan syarat agar sang anak Naali Sutan Chaniago, diangkat sebagai pejabat kolonial Belanda.

Akhir Hayat Tuanku Imam Bonjol

Melansir dari laman Kemendikbud, Tuanku Imam Bonjol akhirnya menyerah pada 25 Oktober 1837 dan diasingkan ke Cianjur.

Setelah itu, Tuanku Imam Bonjol kembali dipindah ke Ambon pada tahun 1839 dan kemudian ke Minahasa hingga akhir hayatnya.

Tuanku Imam Bonjol meninggal pada 8 November 1864 dalam usia 92 tahun dan dimakamkan di Desa Lota, Pineleng.

Sumber:
bukittinggikota.sikn.go.id 
purwanegara.banjarnegarakab.go.id 
kompas.com 
cagarbudaya.kemdikbud.go.id 

https://medan.kompas.com/read/2022/01/11/193046978/biografi-singkat-tuanku-imam-bonjol-dan-sejarah-perang-padri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke