Salin Artikel

Sederet Fakta Kerangkeng Manusia Milik Bupati Nonaktif Langkat, Diduga Alat Perbudakan Modern

KOMPAS.com - Polisi menemukan tempat menyerupai kerangkeng manusia yang diduga sebagai alat praktik perbudakan modern di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin.

Dari penelusuran polisi, kerangkeng itu sudah ada sejak 10 tahun dan digunakan untuk praktik rehabilitasi bagi para pencandu narkoba.

Seperti diketahui, saat melakukan pemeriksaan di lokasi, polisi menemukan beberapa orang di dalam kerangkeng itu yang diduga kecanduan narkoba.

"Dari pendataan atau pendalaman itu bukan soal 3-4 orang itu, tapi kita dalami itu masalah apa. Kenapa ada kerangkeng. Dan ternyata dari hasil pendalaman kita, itu memang adalah tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi yang sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," kata Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, Senin (24/1/2022).

Tak berizin

Namun, Panca mengakui, praktik rehabilitasi bagi para pencandu narkoba itu belum mengantongi izin.

Panca pun mendorong agar BNNP Sumut untuk bisa memfasilitasi praktik rehabilitasi itu.

"Yang begini ini harus terus kita (dorong). Kita tahu Provinsi Sumut jadi tempat nomor satu dan ini jadi konsen kita. Kita harus tumbuh kembangkan tempat-tempat rehabilitasi swasta karena pemerintah tak mampu, dan tentu harus legal," katanya.

Dari temuan Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat itu merupakan bukti adanya dugaan praktik perbudakan modern.

Menurut Migrant Care, setidaknya ada dua kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat yang baru saja ditangkap KPK.

Kerangkeng itu diduga digunakan untuk menampung puluhan pekerja di kebun sawit milik Bupati nonaktif Langkat.

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah kepada wartawan, Senin (24/1/2022).


Bekerja 10 jam dan makan dua kali sehari

Selain itu, kata Anis, puluhan pekerja itu mendapat diduga dipaksa bekerja selama 10 jam dalam sehari.

Lalu, lanjut Anis, para pekerja juga hanya diberi makanan seadanya sebanyak dua kali dalam sehari.

Mirisnya lagi, Anis menyebut para pekerja itu tak diberi gaji dan mendapat penganiayaan dan penyiksaan.

"Selama bekerja, mereka tidak pernah menerima gaji," ungkapnya.

Dari sederet hal tersebut, pihaknya menduga bahwa Bupati nonaktif Langkat diduga telah melakukan praktik perbudakan modern.

Migrant Care berencana akan melaporkan temuannya itu ke Komnas HAM.

"Bahkan situasi di atas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," tutup Anis.

Dirinya menegaskan, dari penyelidikan sementara, polisi tak menemukan tanda-tanda penganiayaan terhadap para pekerja.

"Silakan melapor. Saya kan sampaikan berdasar hasil pemeriksaan ketika melakukan penangkapan kemarin, dan tidak ada penganiayaan," katanya.

Panca juga mengatakan, luka memar pada orang yang ada di dalam kerangkeng itu akan terus diselidiki.

"Masih didalami, tapi saya tanya ke anggota di lapangan kenapa kok ada memar itu akibat dari karena biasanya dia melawan. Dan orangnya juga sedang tak sadar juga. Kita periksa masih tes urinenya, masih positif," katanya.

(Penulis: Vitorio Mantalean, Kontributor Medan, Dewantoro | Editor: Khairina, Sabrina Asril)

https://medan.kompas.com/read/2022/01/24/164746878/sederet-fakta-kerangkeng-manusia-milik-bupati-nonaktif-langkat-diduga-alat

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke