Salin Artikel

Kerangkeng di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Migrant Care Sebut Perbudakan, Polisi Bilang Tempat Rehabilitasi

Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, menduga, kerangkeng itu digunakan untuk memperbudak dan memenjarakan puluhan manusia.

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," ujar Ketua Migrant Care Anis Hidayah kepada wartawan, Senin (24/1/2022).

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," tambahnya.

Anis mengatakan, dari laporan yang didapatkan, para pekerja itu bekerja sedikitnya 10 jam setiap hari.

Setelah selesai bekerja, mereka kembali dimasukkan ke kerangkeng.

Para pekerja tidak memiliki akses ke mana-mana dan hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak.

Tak hanya itu, Anis juga mendapatkan laporan bahwa para pekerja tersebut mendapatkan penyiksaan.

"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis.

Laporkan ke Komnas HAM

Migran Care kemudian melaporkan temuan itu ke Komnas HAM.

Migrant Care juga melampirkan beberapa dokumentasi, termasuk foto pekerja yang wajahnya babak-belur diduga akibat penyiksaan di kerangkeng.

Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam, menegaskan, pihaknya bakal berupaya secepat mungkin melakukan investigasi guna melindungi para pekerja di sana.

Tempat rehabilitasi

Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak membenarkan menemukan ada tempat menyerupai kerangkeng.

Tempat itu ditemukan saat polisi membantu tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat operasi tangkap tangan di rumah Bupati nonaktif Langkat.


Di dalam kerangkeng ditemukan empat orang.

Namun, Panca menyebut tempat menyerupai kerangkeng itu merupakan tempat rehabiltasi  

"Dari pendataan atau pendalaman, itu bukan soal 3-4 orang, tapi kita dalami itu masalah apa. Kenapa ada kerangkeng? Dan ternyata dari hasil pendalaman kita, itu memang adalah tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi yang sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," katanya.

Panca mengatakan, orang yang di dalam kerangkeng merupakan pengguna narkoba yang baru masuk dua hari dan sehari sebelum OTT serta yang lainnya sedang bekerja di kebun kelapa sawit.

"Yang lainnya sedang bekerja di kebun. Jadi pagi kegiatan mereka. Kegiatan itu sudah berlangsung selama 10 tahun. Yang bersangkutan (bupati) menerangkan bahwa itu waktu saya tangkap di perjalanan, saya dalami, itu sudah lebih 10 tahun dan pribadi," katanya.

Namun, tempat rehabilitasi yang sudah ada sejak 10 tahun itu belum memiliki izin.

Polisi juga sudah mendalami siapa saja yang bekerja di sana. Hasil pendalaman, mereka adalah warga binaan yang sudah sehat dan dipekerjakan di kebun sawit milik bupati.

"Dan sebagian besar di sana direhab oleh pribadinya (bupati), cukup baik. Kesehatannya bagaimana? Sudah dikerjasamakan dengan puskesmas setempat dan dinas kesehatan kabupaten," katanya.

Alasan memar

Mengenai penyebutan perbudakan modern oleh Migrant Care yang akan melaporkan ke Komnas HAM, Panca mempersilakan untuk melapor.

"Silakan melapor. Saya kan sampaikan berdasar hasil pemeriksaan ketika melakukan penangkapan kemarin dan tidak ada penganiayaan," katanya.

Dia sudah bertanya kepada anggotanya di lapangan alasan ada memar pada orang yang ada di dalam kerangkeng itu.

"Masih didalami, tapi saya tanya ke anggota di lapangan, 'kenapa kok ada memar? Itu akibat dari karena biasanya dia melawan dan orangnya juga sedang tak sadar juga. Kita periksa tes urinnya, masih positif," katanya

Mengenai para pekerja tak digaji selama dipekerjakan di kebun sawit, Panca mengatakan hal tersebut masih didalami. (Penulis : Kontributor Medan Dewantoro, Vitorio Mantalean|Editor : Khairina, Sabrina Asril)

https://medan.kompas.com/read/2022/01/24/173846878/kerangkeng-di-rumah-bupati-nonaktif-langkat-migrant-care-sebut-perbudakan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com