Salin Artikel

Kunjungi Kerangkeng di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Komnas HAM: Ada Dugaan Pelanggaran HAM

MEDAN, KOMPAS.com - Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak dan jajarannya, bersama tim dari Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Khairul Anam mendatangi lokasi kerangkeng manusia yang ada di belakang rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin pada Rabu (26/1/2022).

Panca mengatakan, pihaknya sudah mengamankan seluruh surat pernyataan dari orangtua terkait kesepakatan penyerahan anak atau keluarga mereka untuk tinggal di kerangkeng milik Terbit.

Selain itu, Komnas HAM menyebut ada dugaan pelanggaran HAM di sana.

Kepada wartawan, Panca menjelaskan bahwa kerangkeng manusia itu terungkap ketika tim KPK menangkap Terbit Rencana pada Rabu, 19 Januari 2022.

Temuan ini sudah ditindaklanjuti oleh jajaran Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) dan Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut. Saat ini masih dilakukan pemeriksaan.

"Sampai sekarang kita sudah memeriksa mantan penghuni, yang menghuni maupun pihak yang terkait dengan lokasi ini. Masih didalami," ungkap Panca.

"Dari aspek apakah izinnya ada, diakui yang bersangkutan (Terbit), tidak ada izin. Tempat ini untuk apa, waktu itu dikatakan ini adalah tempat pembinaan orang-orang yang menggunakan narkoba dan diserahkan oleh keluarganya," sambung dia.

Panca mengimbau masyarakat untuk tenang dan mempercayakan pada Pemerintah.

Pasalnya, kasus kerangkeng manusia yang menyita perhatian publik ini saat ini ditangani tim gabungan dari Polda Sumut, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut selaku leading sector, pemerintah daerah, serta Komnas HAM.

"Yang jelas sudah kita amankan semua surat penyerahan dari keluarganya, yang 48 itu. Tenang aja. Kita akan dalami. Secara umum kooperatif semua. Saya imbau masyarakat untuk tenang, percayakan kepada kita untuk didalami sebagaimana yang kita dengar. Komnas HAM sudah turun. Tunggu saja prosesnya. Tempat ini akan dalami," katanya.

Kata Komnas HAM

Komisioner Komnas HAM Khairul Anam mengatakan, sejak mendapat informasi terkait kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat, pihaknya segera mengecek berbagai hal, baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi.

Ketika ditanya apakah ada perbedaan dari laporan yang diterima dengan di lokasi, Anam mengakui adanya perbedaan. Mulai dari segi informasi lebih kaya, dan pihak yang diminta keterangan juga lebih banyak.

Kendati demikian, untuk memastikan apakah kerangkeng manusia yang ada di rumah Terbit merupakan tempat rehabilitasi atau tempat perbudakan modern, hal tersebut masih didalaminya.

Anam akan berada di Sumut selama beberapa hari ke depan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif soal hubungan pekerjaan dan kesehatan para penghuni kerangkeng, serta meninjau apakah informasi yang diterima relevan atau tidak.

Hal tersebut menurutnya perlu diuji di lapangan.

Dia berharap semua pihak dapat bekerjasama dengan Komnas HAM agar peristiwa ini menjadi terang.

"Agar kita mendapatkan kepastian untuk mengambil jalan keluar yang terbaik," kata Anam.

"Jika terdapat pelanggaran hukum, ya harus dihukum, diproses. Jika terjadi bukan pelanggaran hukum, ya harus dihormati. Jika ada perlakuan tidak manusiawi, ya harus diproses. Jika ini adalah pelayanan yang memang sangat minimalis ya ini harus diperbaikim," imbuhnya.

"Berbagai opsi itu belum kita simpulkan. Kami kumpulkan semua fakta dan lain sebagainya dulu."

Serupa tahanan

Setelah melihat langsung lokasi kerangkeng di Langkat ini, terlepas dari perdebatan apakah ini tempat rehabilitasi atau bukan, Anam menilai bahwa sel kerangkeng tersebut serupa dengan tahanan karena penghuni di sana tidak bisa "bebas". Contoh kecil bebas keluar masuk ruangan atau melakukan aktivitas lain.

Dia menuturkan, kerangkeng manusia tidak hanya dilihatnya di Langkat saja. Sebelumnya dia pernah melihat hal serupa di Pulau Jawa, misalnya di panti pemulihan bagi orang dengan disabilitas mental.

"Karakternya juga kayak gini kurang lebih. Kalau ditanya apakah ini bentuk penjara kami sebutnya serupa tahanan. Yang memang peruntukannya itu untuk pemulihan dan sebagainya. Kalau ditanya ini (kerangkeng) peruntukannya apa, itu nanti di ujung," katanya.

Terkait dengan isu perbudakaan modern, Anam berkata perlu waktu untuk mendalami dan mengetahui jawabannya.

Sebab, penghuni kerangkeng tersebut keluar masuk dalam kurun waktu berbeda.

Sebagai contoh, misalnya ada orang yang menjadi penghuni kerangkeng selama 1 tahun 4 bulan. Dari informasi yang didapatkan, penghuni dilakukan pembinaan kemudian diminta bekerja dan digaji.

"Di titik mana disebut pembinaan dan di titik mana disebut kerja lepas, karena ada yang mengatakan setelah sekian bulan mereka boleh kerja dan mendapat gaji," ungkap dia.

Detail tersebut harus dikumpulkannya agar jelas. Seandainya tempat ini adalah tempat rehabilitasi, lanjut Anam, berarti berbicara metode.

Seandainya pekerjaan, berarti itu berbicara haknya.

"Itu yang akan kami clear-kan. Mohon kepada seluruh masyarakat yang mengetahui informasi terkait kerangkeng ini agar memberikan keterangan kepada kami dan akan buat peristiwa ini semakin baik," ujar Anam.

"Apakah ini persoalan pelanggaran hak pekerja. Kalau ini pelanggaran hak pekerja, levelnya di mana. Nanti treatment-nya kayak apa. Kalau ini bukan, kayak apa bukan dan kenapa bisa bukan. Gitu-gitu kami telusuri," sambungnya.

Komnas HAM melakukan pengamatan mendalam dan pengujian, baik itu terkait pusat rehabilitasi tradisional, isu perbudakan modern, ibadah para penghuni, hingga masalah kesehatan penghuni.

Ketika ditanya apakah sejauh ini sudah ada dugaan pelanggaran HAM, Anam tidak menampiknya.

"Karena ini pengaduan pelanggaran HAM, ya pasti bisa disebut dugaan pelanggaran dan hak asasi manusia. Tapi kesimpulan belum, terbuktinya nanti," ucap Anam.

"Kalau seandainya, kita berandai-andai ini ya, nanti terbukti ada pelanggaran HAM, kan ini pakai UU 39, pasti ini pelanggaran hukum. Kalau ini pelanggaran hukumnya dekat sekali dengan soal-soal pidana, pasti teman-teman kepolisian yang harus menindaklanjuti dan usut tuntas ke proses pengadilan karena itu tindak pidana," pungkasya.

https://medan.kompas.com/read/2022/01/26/212737578/kunjungi-kerangkeng-di-rumah-bupati-nonaktif-langkat-komnas-ham-ada-dugaan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com