Salin Artikel

Kontroversi Bupati Nonaktif Langkat: OTT KPK, Kerangkeng Manusia, dan Koleksi Satwa Dilindungi

KOMPAS.com - Sosok Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin menjadi sorotan.

Seusai terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditetapkan sebagai tersangka, terkuak dua hal yang kemudian menjadi pembicaraan publik.

Dua hal itu yakni ditemukannya kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat.

Kerangkeng itu diisi sejumlah orang yang disebut pecandu narkoba.

Selain itu, petugas juga menemukan sejumlah satwa dilindungi yang juga berada di rumah Terbit.

Berikut Kompas.com merangkum sederet kontroversi Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin.

Terbit terjerat kasus suap proyek lelang dan penunjukan langsung pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Terbit mengatur pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat untuk tahun anggaran 2020-2022.

Ia melakukan pengaturan bersama kakak kandungnya, Iskandar, yang merupakan seorang kepala desa di Langkat.

Agar bisa memenangkan proyek, diduga ada permintaan fee.

Ketika mengatur pemenang paket pekerjaan proyek, Bupati memerintahkan SJ selaku Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat dan SH selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi dengan Iskandar sebagai representasi dirinya.

Koordinasi dilakukan guna penunjukan rekanan yang mengerjakan proyek.

Menurut Ghufron, Terbit melalui kakaknya, Iskandar, meminta uang sebanyak 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan dengan tahapan lelang.

Adapun untuk paket penunjukan langsung, Bupati Langkat meminta jatah 16,5 pesen dari nilai proyek.

"Diduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, tersangka TRP menggunakan orang-orang kepercayaannya," ujarnya, Kamis (20/1/2022).

Pada saat OTT Bupati Langkat, petugas menemukan kerangkeng manusia di belakang rumah Terbit, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat,

Kepala Bidang (Kabid) Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara Kombes Pol Hadi Wahyudi menuturkan, kerangkeng itu digunakan sebagai tempat rehabilitasi narkoba.

"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba, atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," ucapnya, Senin (24/1/2022) sore.

Soal orang-orang yang berada di kerangkeng, Kapolda Sumut RZ Panca Putra Simanjuntak menjelaskan bahwa mereka adalah pengguna narkoba.

Berdasarkan hasil pendalaman terhadap Terbit, orang-orang yang dikerangkeng itu adalah warga binaan yang sudah sehat dan dipekerjakan di kebun sawit milik Bupati nonaktif Langkat.

"Dan sebagian besar di sana direhab di sana oleh pribadinya, cukup baik. Kesehatannya bagaimana? Sudah dikerjasamakan dengan puskesmas setempat dan Dinas Kesehatan kabupaten," ungkapnya, Senin.

Akan tetapi, apa yang disampaikan polisi berbeda dengan pernyataan Migrant Care.

Koordinator Advokasi Kebijakan Migrant Care Badriyah menerangkan, orang-orang dalam kerangkeng itu bukanlah pecandu narkoba.

Mereka hidup di dalam kerangkeng dengan kondisi yang tidak layak. Mereka juga dipekerjakan di kebun sawit milik Bupati nonaktif Langkat, dan ada dugaan penyiksaan.

Ia menduga hal tersebut merupakan perbudakan modern yang dilakukan Bupati nonkaktif Langkat.

"Informasinya mereka pekerja (bukan pecandu narkoba). Kalau rehabilitasi itu kan BNN, kenapa itu di rumah bupati. Jadi mereka tidak digaji, kerja sepuluh jam, dan makan hanya dua kali sehari," jelasnya.

Komisioner Komnas HAM Khairul Anam mengungkapkan, dirinya tidak menampik ada dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini.

Namun, untuk memastikan apakah kerangkeng manusia yang ada di rumah Terbit merupakan tempat rehabilitasi atau tempat perbudakan modern, hal itu masih perlu didalami.

"Jika terdapat pelanggaran hukum, ya harus dihukum, diproses. Jika terjadi bukan pelanggaran hukum, ya harus dihormati. Jika ada perlakuan tidak manusiawi, ya harus diproses. Jika ini adalah pelayanan yang memang sangat minimalis ya ini harus diperbaikim," tuturnya sewaktu mengunjungi rumah Terbit, Rabu (26/1/2022).

Selain temuan adanya kerangkeng manusia, petugas juga mendapati sejumlah satwa dilindungi.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara telah mengevakuasi hewan-hewan itu.

"Ini orangutan, satu (ekor). Kera sulawesi dan burung-burung lainnya di mobil belakang. Usianya dewasa," beber Kepala Seksi Wilayah II BBKSDA Sumut Herbert Aritonang, Selasa (25/1/2022).

Tim BKSDA Sumut tiba di rumah Terbit pada pukul 16.15 WIB.

Mereka keluar dari rumah Terbit dengan membawa barang bukti sejumlah satwa dilindungi pukul 17.22 WIB.

Ketujuh satwa dilindungi yang ditemukan di rumah Bupati nonaktif Langkat, yaitu satu ekor orangutan sumatera (Pongo abelii) jantan, satu monyet hitam sulawesi (Cynopithecus niger).

Lalu, satu ekor elang brontok (Spizaetus cirrhatus), dua jalak bali (Leucopsar rothschildi), dan dua beo tiong emas (Gracula religiosa).

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Medan, Dewantoro | Editor: Rachmawati, Khairina, Gloria Setyvani Putri, Abba Gabrillin, I Kadek Wira Aditya)

https://medan.kompas.com/read/2022/01/29/060000378/kontroversi-bupati-nonaktif-langkat-ott-kpk-kerangkeng-manusia-dan-koleksi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com