Salin Artikel

Fakta Baru, Ada Kekerasan di Kerangkeng Bupati Nonaktif Langkat, Lebih dari 1 Orang Meninggal

MEDAN, KOMPAS.com - Terungkap, kerangkeng di belakang rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin telah memakan korban jiwa.

Polda Sumut dan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) menemukan korban yang mengalami tindak kekerasan hingga hilangnya nyawa.

Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Sumut pada Sabtu (29/1/2022) sore, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam didampingi Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, Wakapolda Sumut Brigjend Pol Dadang Hartanto dan jajarannya mengatakan, kerangkeng itu adalah tempat serupa tahanan yang digunakan Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin untuk rehabilitasi.

"Jadi memang itu tempat rehabilitasi, setelah kami cek ke semua saksi dan sebagainya termasuk kepada masyarakat termasuk saksi-saksi yang di luar proses kemarin," kata Anam.

Dari hasil penelusuran dan penilaian yang dilakukan, Anam membenarkan bahwa hampir semua penghuni kerangkeng merupakan pecandu narkoba yang butuh tempat rehabilitasi.

Kebanyakan dari mereka memutuskan rehabilitasi di tempat Terbit dengan berbagai alasan, salah satunya karena rehabilitasi di luar mahal, sekitar Rp 2 juta sampai Rp 5 juta per bulan.

Ketika ada informasi bahwa di rumah Terbit ada tempat rehabilitasi gratis, membuat banyak orang memutuskan mengirim keluarganya yang pecandu narkoba berobat di sana.

Di sisi lain, tempat rehabilitasi tersebut memang tidak memiliki izin.

Pada 2016, Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK) Langkat meminta agar pengelola kerangkeng mengurus izin. Namun hingga detik ini, tempat tersebut tidak memiliki izin.

Kekerasan hingga hilangnya nyawa

Fakta terbaru dari temuan Komnas HAM adalah adanya kekerasan di dalam kerangkeng hingga menghilangkan nyawa penghuni. Ada lebih dari 1 penghuni yang meregang nyawa selama kerangkeng itu berdiri pada 2012.

"Yang berikutnya, (fakta) bagaimana kondisi di sana. Faktanya, kita temukan memang terjadi satu proses rehabilitasi yang cara melakukannya memang penuh dengan catatan kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa," katanya.

Dalam konteks hilangnya nyawa ini, pihak Anam sudah sudah menelusurinya dan sangat kuat bukti-bukti yang membuktikannya.

Temuan itu sudah disampaikan Komnas HAM ke Kapolda Sumut yang juga melakukan penelusuran dan menemukan fakta serupa. Namun, korban yang diketahui meninggal di kerangkeng berbeda dengan temuan Komnas HAM.

Oleh karena itu, jika ditanya berapa orang yang meninggal di kerangkeng tersebut, kata Anam, korbannya lebih dari satu.

"Jadi kami menelusuri, kami dapat (temuan korban meninggal). Temen-temen Polda menelusuri juga dapat (korban meninggal) dengan identitas korban yang berbeda," jelas Anam.

"Jangan tanya siapa namanya, jumlahnya, karena memang sedang berproses. Jadi faktanya (hilangnya nyawa korban) sangat solid," sambung dia.

Ketika ditanya kapan terakhir korban kekerasan di kerangkeng itu meninggal dunia, Anam menjawab dengan singkat.

"Tidak sampai satu tahun (dari temuan ini)," katanya.

Sementara itu, Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak menjelaskan, temuan kerangkeng pada 19 Januari 2022 terus didalami oleh Dit Reskrimum dan Dit Resnarkoba Polda Sumut.

Konsen Polda Sumut yang utama saat ini adalah temuan hilangnya nyawa orang, karena tidak boleh ada orang meninggal tanpa kejelasan.

"Oleh sebab itu kita akan berproses dan mendalami masalah ini kenapa sampai seperti itu. Mohon waktu dan kepercayaan teman-teman sekalian. Tentunya terus kita bekerja sama dengan semua stakeholder. Baik itu teman-teman Komnas HAM dengan teman-teman lainnya kita akan saling tukar menukar informasi untuk mendalami tindak pidana yang berkaitan dengan hilangnya nyawa orang ini," kata Panca.

Selain itu, juga terkait dengan bagaimana prosedur dan mekanisme yang ada di kerangkeng itu, menjadi dasar untuk mendalami apa yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

"Kronologi singkatnya ya seperti ini. Kita bekerja harus berdasarkan fakta dan alat bukti."

Mengenai isu perbudakan

Sedangkan mengenai perbudakan modern atau sesuatu yang lain, Anam menjelaskan, dari penelusurannya hampir semua mengatakan bahwa orang yang masuk ke kerangkeng itu alasan utamanya untuk rehabilitasi, bukan mencari pekerjaan.

Begitupun dari kesaksian yang didapatkan, hampir semuanya mengatakan untuk rehabilitasi.

"Apakah memang tidak digaji, ada yang enggak digaji untuk medio tertentu ada yang mendapatkan gaji untuk medio tertentu, tapi angkanya memang kecil. Kalau ditanya UMR, macam-macam ya di bawah," ungkap Anam.

"Tapi apa kesimpulan soal apakah terjadi perbudakan modern ataukah terjadi yang lain, kami sedang mendalaminya. Kami akan memanggil ahli di Jakarta, dan kami akan segera mengumumkan menjadi laporan yang solid."

https://medan.kompas.com/read/2022/01/29/192941278/fakta-baru-ada-kekerasan-di-kerangkeng-bupati-nonaktif-langkat-lebih-dari-1

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com