Salin Artikel

Kasus Kerangkeng Manusia di Langkat, Polisi Sebut Tak Menutup Kemungkinan Ada Tersangka Lain

KOMPAS.com - Sebanyak delapan orang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.

Kedelapan tersangka tersebut berinisial SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP, dan HG.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara Kombes Pol Hadi Wahyud mengatakan, tak menutup kemungkinan ada tersangka lain dalam perkara ini.

“Kita akan gali lagi, kita tak berhenti 8 tersangka," ujarnya, Rabu (30/3/2022).

Periksa saksi

Mengenai kasus kerangkeng manusia ini, penyidik Polda Sumatera Utara (Sumut) memeriksa sejumlah saksi.

Pada Rabu, ada enam orang yang diperiksa, yakni D, JS, KR, T, MA, dan IS.

"Mereka ini sekuriti di pabrik kelapa sawit, juru masak di rumah kediaman Terbit Rencana Perangin-angin (TRP), pengawas pabrik kelapa sawit," ucapnya.

Enam orang saksi tersebut pertama kali diperiksa dalam konteks berita acara pemeriksaan (BAP). Sebelumnya, mereka dipanggil dalam konteks berita acara interogasi (BAI).

Adapun pada Selasa (29/3/2022), istri dan adik Bupati nonaktif Langkat turut diperiksa.

Penyidik memeriksa TRT dan SB selama kurang lebih selama tujuh jam. Keduanya dicecar 30 pertanyaan.

"Kemudian terkait dengan materi pemeriksaan, itu ranahnya penyidik. Ada 30 pertanyaan diberikan kepada saksi. Materinya terkait proses penyidikan dan peristiwa yang terjadi, mengetahui, melihat, mendengar dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Hadi menjelaskan, kasus kerangkeng manusia ini memiliki rentang sangat lama, yaitu sejak 2010 dan terungkap pada awal 2022.

Terkait kasus ini, penyidik telah mengidentifikasi lebih dari 600 orang penghuni kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat.

Selain itu, Polda Sumut juga telah mengamankan 500 dokumen terkait penghuni kerangkeng.

"Ini peristiwanya lama, lho. Polda sudah mengamankan 500 lebih dokumen surat pernyataan dari keluarga dan orangtua untuk menitipkan anak atau keluarganya di kerangkeng tersebut," terangnya.

Bukan penganiayaan, melainkan TPPO

Diberitakan sebelumnya, sebanyak delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus kerangkeng manusia ini.

Para tersangka, kata Hadi, tidak dijerat dengan pasal penganiayaan, melainkan pasal tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Kenapa tidak pasal penganiayaan, itu kan lex spesialis. UU TPPO itu kan lex spesialis, menetapkan hukuman tertinggi," bebernya.

Hadi memaparkan, tersangka yang menyebabkan korban meninggal dunia dalam proses TPPO terdiri dari tujuh orang, yaiti HS, IS, TS, RG, JS, DP, dan HG.

"Pasal yang dipersangkakan, Pasal 7 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman 15 tahun ditambah sepertiga ancaman pokok," jelasnya, Senin (21/3/2022).

Sedangkan, SP dan TS menjadi tersangka penampung korban TPPO. Mereka dikenakan Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Dia menambahkan, tersangka TS dikenakan dua pasal tersebut.

Saat ini, para tersangka belum ditahan. Mereka dikenakan wajib lapor setiap seminggu sekali.

"Karena penggunaan pasal TPPO ini harus betul-betul utuh, dari proses, cara dan tujuannya. Jadi kita bersabar. Jadi bukan tidak ditahan, tapi proses masih berjalan. Wajib lapor," bebernya, Senin (28/3/2022).

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Medan, Dewanatoro | Editor: Gloria Setyvani Putri, I Kadek Wira Aditya, Khairina)

https://medan.kompas.com/read/2022/03/31/084414378/kasus-kerangkeng-manusia-di-langkat-polisi-sebut-tak-menutup-kemungkinan-ada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke