Salin Artikel

Soal Kerangkeng Manusia, Penasehat Hukum Sebut Bupati Nonaktif Langkat Tak Tahu

MEDAN, KOMPAS.com - Delapan tersangka kasus kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin dan 3 orang saksi pada Kamis (7/4/2022) hadir di Ditreskrimum Polda Sumut untuk wajib lapor sekaligus menjalani pemeriksaan tambahan.

Penasehat hukum 9 tersangka mempertimbangkan untuk mengajukan saksi yang meringankan.

"Ini kan masih sidik ya. Kita masih mengawal penyidikan, kita sekarang masuk tahapan membawa saksi a de charge dari kami, saksi meringankan dan kami akan mempertimbangkan juga apakah saksi ahli di sini atau di pengadilan saja," ujar penasehat hukum tersangka, Sangap Surbakti di Ditreskrimum Polda Sumut. 

Dikatakannya, 8 tersangka wajib lapor setiap hari Kamis. Namun mereka tidak hanya wajib lapor melainkan juga ada pemeriksaan tambahan sekaligus kroscek berita acara pemeriksaan (BAP).

Ketika ditanya apakah Terbit Rencana Perangin-angin akan kembali diperiksa, Sangap mengaku tidak mengetahuinya.

Saat ini, kata dia, Terbit didampingi oleh pengacara yang juga merupakan bagian dari timnya. 

"Itu kita enggak tahu. Itu penyidik," katanya.

Terhadap Terbit, kata dia, ada persamaan dan ada juga perbedaan dalam penerapan pasal dengan 8 tersangka lainnya.

Untuk persamaannya di Pasal 351, 170 dan TPPO (2, 4, 7). Sedangkan perbedaannya di pasal penyertaan, yakni pasal 55 dan seterusnya. 

Sangap menambahkan, saat ini polisi sedang dalam proses koordinasi dengan kejaksaan.

Pihaknya menilai penyidik belum yakin dengan kelengkapan berkas yang dimilikinya sehingga masih menggali informasi dan mencari informasi lain sekaligus mendalami keterangan dari saksi dan tersangka.

"Makanya selalu ada pemeriksaan tambahan maupun saksi-saksi yang sudah diperiksa dipanggil kembali," katanya. 

Proses yang berlangsung ini, lanjut Sangap, ada untung dan ruginya. Hal ini menjadi peluang bagi tim untuk mendudukkan di posisi sesungguhnya, dan juga alas hukumnya.

"Jadi buat kami ketika penyidik sedang mencari keterangan lain, kami juga konter dengan posisi masing-masing tersangka ini keterkaitannya di mana. Kalau penyidik lama waktunya ke sana tujuannya, kami juga ke sana tujuannya. Kami yakin, penyidik itu belum yakin dengan berkasnya makanya belum jaksa, juga masih bolak balik aja," katanya. 

Tak tahu

Sangap menambahkan, berdasarkan sejarahnya, Terbit hanya mengetahui yang terjadi saat kerangkeng itu berada di atas, sebelum dipindahkan ke tempat yang saat ini.

"Waktu dipindah ke bawah beliau tidak tahu lagi, semua sudah diserahkan sama pengelola. Jadi di sini sudah putus sebenarnya keterlibatan TRP, karena dia sama sekali tidak tahu karena itu urusan di bawah saja, yang bagian 8 tersangka ini lah," katanya.

Sangap pun menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Terbit masih janggal karena menurutnya, hukum adalah siapa melakukan apa atau berbuat apa.

"Kami merasa masih janggal karena hukum itu sifatnya siapa melakukan apa, berbuat apa. Banyak pasal diterapkan ke TRP. Itu juga akan dilihat oleh tim seperti apa pemberkasannya," katanya. 

Diberitakan sebelumnya, Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak pada Selasa (5/4/2022) sore mengatakan pihaknya telah melakukan gelar perkara dan hasilnya menetapkan Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin sebagai tersangka.

Penetapan tersangka itu juga setelah penyidik dua kali memeriksa Terbit di gedung KPK.

Sebelumnya, pihaknya berkoordinasi dengan Komnas HAM dan LPSK di Jakarta untuk mendalami temuan sekaligus meng-kroscek temuan masing-masing untuk melengkapi fakta dan alat bukti yang sudah ditemukan penyidik.

Panca menambahkan, saat ini masih dilakukan pendalaman atas temuan 3 orang lainnya selain 3 orang korban yang pertama dirilis bersama Komnas HAM beberapa waktu lali. 

"Selain yang 3 pertama ditemukan dan sudah sama-sama dirilis di Komnas HAM, tiga ini sedang didalami, sekaligus, utuh proses penyidikannya," katanya. 

Panca juga menjelaskan bahwa LPSK menemukan dugaan pencemaran agama atau penistaan agama terkait dengan hak-hak orang di dalam kerangkeng untuk menjalankan ibadah. 

Pantauan di lapangan, pada pukul 13.20 WIB terlihat 4 orang tersangka turun dari lantai atas dan bergegas menuju kantin di Polda Sumut.

Sangap mengatakan, masih ada beberapa orang lagi di dalam ruangan. 

Tidak terlihat di situ anak Terbit berinisial DP.

"Ini yang tidak puasa. Mau ke kantin, makan. Yang di dalam yang puasa," kata Sangap. 

https://medan.kompas.com/read/2022/04/07/193152278/soal-kerangkeng-manusia-penasehat-hukum-sebut-bupati-nonaktif-langkat-tak-tahu

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com