Salin Artikel

Duduk Perkara Edy Rahmayadi Vs Golkar, Berawal dari Kritik Proyek Rp 2,7 Triliun

Terbaru, Edy mengaku trauma dengan warna kuning. Ucapannya dilontarkan saat menghadiri pelantikan pengurus DPD Banteng Muda Indonesia (BMI) Sumut di Hotel Grand Inna Medan pada Rabu (21/9/2022).

"Kuning itu apa? Saya agak trauma berjumpa kuning," kata Edy disambut riuh tawa hadirin.

Sewaktu memberi kata sambutan saat peresmian kantor DPD Partai Demokrat Sumut yang letaknya tepat di seberang kantor DPD Partai Golkar Sumut, Edy juga menyebut bahwa partai berlambang pohon beringin itu cuma pura-pura mendukungnya.

"Yang pakai baju kuning, orang ini pura-pura pendukung saya. Orang-orang baru ini, yang bully-bully saya, dia tak tahu dari tahun 1987 saya mengawal Golkar. Saya mengawal Bu Tutut, dia tak tahu TNI itu dulunya kader Golkar," sindirnya.

Sindiran juga kembali terlontar saat Edy menghadiri Muskerwil Perindo Sumut.

Edy mengatakan, Golkar selalu negatif thinking kepadanya.

"Dulu PDI Perjuangan yang negatif thinking, sekarang baik kali. Saya enggak tahu bisa berubah-ubah, entah kenapa, yang tetap sama itu Perindo,” ujarnya.

Awal mula Edy Vs Golkar 

Awal mula sindiran Edy terhadap Golkar berawal saat Golkar mengkritik proyek infrastruktur sebesar Rp 2,7 triliun. Kritik ini didasari masa jabatan gubernur yang berakhir pada 2023.

Proyek multiyears atau tahun jamak dinilai tidak boleh melampaui masa jabatan kepala daerah.

Kegiatan tahun jamak, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, merupakan pekerjaan satu kesatuan yang menghasilkan satu keluaran.

Kemudian, dalam dokumen lelang tercantum persyaratan harus ada progres pengerjaan mencapai 67 persen sampai akhir 2022.

Persyaratan ini membuat banyak peserta lelang angkat tangan.

Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut Saharuddin menilai, harusnya Edy berterima kasih telah diingatkan.

"Harusnya gubernur berterima kasih kepada Partai Golkar karena sikap fraksi menyelamatkan pemerintahannya dari tsunami mega korupsi yang sudah berulang kali berurusan dengan penegak hukum, terutama KPK," kata Saharuddin, Kamis (22/9/2022). 

Para kader partai menyesalkan pernyataan Edy yang tidak pada tempatnya dan kurang kesatria.

Menurutnya, pernyataan mendiskreditkan Partai Golkar, kemungkinan besar sengaja dibangun untuk framing politik menuju Pilgub 2024. 

"Dia sedang merancang parpol tertentu untuk mengimbangi konsolidasi Partai Golkar yang semakin masif di Sumut. Framing politik yang dibangun supaya kepercayaan publik menurun pada Ketua Partai Golkar (Sumut) Musa Rajekshah. Targetnya, publik bersimpati pada Edy untuk bisa menjadi gubernur dua periode," ungkapnya.

Kontoversi

Empat tahun memimpin Sumut, Edy Rahmayadi terkenal dengan sikap dan ucapan kontroversinya.

Pengamat politik dari Universitas Islam (UIN) Sumut Rholand Muary bilang, Edy masih jauh dari pemimpin yang birokratif dan merangkul.

Beberapa isi pidato resmi pun sering jauh dari substansi.  

"Kalau ini menjadi gaya atau identitasnya, akan menjadi preseden buruk jika mau melanjutkan kepemimpinannya. Edy belum bisa menerjemahkan visi dan misi dengan baik. Gubernur seharusnya menjadi wakil pemerintah pusat di daerah, tapi dia tidak mampu berkolaborasi dengan baik untuk melanjutkan pembangunan. Ketimpangan pembangunan misalnya saja infrastruktur yang buruk  masih sangat dirasakan masyarakat," kata Rholand.

https://medan.kompas.com/read/2022/09/23/095312378/duduk-perkara-edy-rahmayadi-vs-golkar-berawal-dari-kritik-proyek-rp-27-triliun

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com