Salin Artikel

Kisah Nelayan di Medan dan Sepasang Sandal yang Membuatnya Dibui 9 Bulan, Akhirnya Kebenaran Terungkap

Fatma, anak perempuan tertua yang duduk di sampingnya, juga tak berhenti menangis.

Hijab abu-abu yang dikenakannya basah di bagian ujung karena air mata yang tumpah.

Kedua perempuan ini berasal dari Dusun 2, Desa Bagankuala, Kecamatan Beringin, Kabupaten Serdangbedagai, Sumatera Utara.

Mereka menempuh 80 kilometer perjalanan untuk sampai ke Rutan yang berada di bagian utara Kota Medan. Menumpang mobil Safril, kepala desa mereka yang baik. 

Mereka hendak menjemput Muskazar (29) alias Kazar, anak laki-laki Mahaji, tulang punggung keluarga yang dijebloskan ke penjara karena dituduh ikut membunuh dan merampok SFi, warga Kelurahan Bagandeli, Kecamatan Medan Belawan pada Desember 2021.

Kazar diajak Jefri alias Koyak (25), sesama nelayan.

"Sembilan bulan lebih aku enggak jumpa adik ku ini," ucap Fatma lirih. 

Beberapa menit kemudian, Riady, Tri Handayani, dan Johan Marulitua Sihotang, para penasihat hukum Kazar dari kantor hukum Tri Handayani SH and Partners datang.

Mereka kemudian bergegas masuk ke dalam rumah tahanan. Hampir dua jam di dalam, rombongan keluar usai apel sore, bersama Kazar yang hanya mengenakan kaus merah marun, celana pendek, dan bersandal.

"Alhamdulillah, hakim akhirnya membebaskan saya. Saya mau pulang, kerja lagi sebagai nelayan. Saya tulang punggung emak, menyekolahkan adik-adik," kata Kazar.

Laki-laki yang hanya mengenyam pendidikan sampai bangku sekolah dasar ini, lahir dari keluarga nelayan kecil dan miskin.

Ayahnya telah meninggal dunia. Dia lalu mengambil alih menanggung beban keluarga.

Bekerja sebagai nelayan pukat trawl, penghasilannya lebih sedikit dari nelayan tradisional.

Bekerja di kapal milik toke, Kazar jarang pulang ke rumah. Kalaupun sedang di darat, dia lebih banyak berada di rumah Sutirah alias Wak Isu, di Bagandeli, Kecamatan Medanbelawan.

Di sini pula dia mengenal korban, bahkan sudah diangapnya seperti adik sendiri. Pacar korban yang juga nelayan, termasuk kawan baiknya.

Makanya, begitu dia ditangkap dan dituduh ikut serta membunuh korban, Kazar yang polos dan lugu langsung membantah.

Namun, penyidik tetap kukuh memasukkannya ke jeruji besi. Akhirnya, setelah 19 kali menjalani persidangan, putusan hakim membuktikan bahwa dirinya memang tidak bersalah.

"Saya ikhlas menerima semua ini, terima kasih untuk semua yang menolong. Minta tolonglah, nama baik saya, jangan ada apa-apa lagi. Saya mau bekerja lagi, melaut lagi," ucapnya sambil menunduk.

Fatma sesenggukan mendengarnya, kepalanya dijatuhkan ke punggung Kazar. Isaknya tertahan.

Penegakan hukum hantam kromo

Majelis hakim yang menyidangkan perkara Kazar diketuai Khamozaro Waruwu.

Hakim memutuskan perbuatan terdakwa tidak terbukti seperti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Christian Sinulingga.

Hakim juga menyatakan tuntutan pidana penjara selama 20 tahun tidak dapat diterima sehingga memerintahkan penuntut umum segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan setelah putusan diketuk palu dan wajib memulihkan hak-hak terdakwa.

Amar putusan majelis hakim Nomor 1165/pid. B/2022/ PN Mdn menyatakan Kazar tidak terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana Subs Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana Subs Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana.

Sedangkan Jefri, rekan Kazar, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan sesuai Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana.

"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Jefri alias Konyak dengan pidana penjara selama 14 tahun," kata Khamozaro, Senin (3/10/2022).

Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut Kazar dan Jefri masing-masing pidana penjara selama 20 tahun penjara.

Menanggapi vonis hakim, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Belawan, Oppon Siregar mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya hukum.

"Untuk Kazar, kita mengajukan upaya hukum Kasasi. Untuk Jefri, kita mengajukan banding. Sebelumnya kita menuntut kedua terdakwa masing-masing 20 tahun penjara," kata Oppon.

Tim pensihat hukum Kazar, mengapresiasi putusan majelis hakim yang membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Sesuai putusan hakim, Riady juga meminta jaksa membebaskan terdakwa dari segala tuntutan, segera mengeluarkannya dari rumah tahanan, dan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya seperti semula.

Selain itu, mereka meminta hakim menetapkan barang bukti berupa sepasang sandal, satu potong kaus lengan pendek warna pink, satu potong celana panjang berkaret warna abu-abu hitam dirampas untuk dimusnahkan.

"Putusan majelis hakim mencerminkan rasa keadilan. Setelah dibebaskan, klien kami kembali bekerja sebagai nelayan karena dia tulang punggung keluarganya," kata Riady kepada Kompas.com, Kamis (6/10/2022).

Riady menilai, akibat ketidakhati-hatian dan dipaksakannya proses penyidikan oleh penyidik, dilanjutkan dengan kurang telitinya jaksa dalam melakukan telaah terhadap hasil penyidikan, menyebabkan kliennya menjadi korban.

"Saya berharap penyidik dan jaksa melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan teliti dan seksama, jangan dipaksakan atau asal-asalan. Kesannya, proses penegakan hukum ini hantam kromo saja, apa maunya penyidik saja," katanya.

Penegak hukum harus melihat fakta yang sesungguhnya, fakta di lapangan dan fakta hukum. Kembali dia berharap, ke depannya, proses penyidikan khususnya di kepolisian, benar-benar menjadi perhatian. 

"Jangan asal-asalan, menyampingkan aspek keadilan!" imbuhnya. 

Disinggung upaya hukum selanjutnya. Riady bilang, berdasarkan putusan pengadilan ada disebut pemulihan nama baik.

"Artinya ada proses rehabilitasi yang akan kita diajukan setelah Kasasi. Kita tunggu putusan Mahkamah Agung. Harapannya MA menguatkan putusan pengadilan negeri karena yakin klien kami tidak terlibat seperti dakwaan jaksa," ujar Riady. 

Safril, sang kepala desa, mengucapkan terima kasih kepada Riady dan rekannya yang berkenan mendampingi dan memberikan pembelaan hukum kepada warganya.

"Terima kasih sudah mendampingi Kazar. Akhirnya warga saya diputus bebas dan dinyatakan tidak bersalah. Dia di kampung pun, di kenal sebagai orang baik," katanya.

Duduk perkara kasus pembunuhan

Kasus ini bermula saat korban berinisial SFi, ditemukan adiknya tak bernyawa dengan pakaian berantakan, barang-barang berharga hilang pada 16 Desember 2021.

Kondisi inilah yang memunculkan dugaan bahwa korban dirampok, kemudian dibunuh dan diperkosa di rumahnya di Kelurahan Bagandeli, Kecamatan Medan Belawan.

Kazar terseret karena sandal ditemukan berada di rumah korban. Polisi menjadikannya petunjuk dan barang bukti untuk menangkap dan menahan Kazar.

"Kami menemukan sandal, dari sinilah kami bisa mendeteksi pelaku," kata Kapolres Pelabuhan Belawan AKPB Faisal Rahmat Husein Simatupang. 

Menurut dia, kedua pelaku sempat kabur ke luar kota usai melakukan perbuatannya.

Polisi menembak Jefri karena melawan petugas ketika ditangkap di kawasan Batubara. Sementara rekannya, Muskazar ditangkap di daerah Serdangbedagai.

Riady, penasihat hukum Kazar menegaskan, sandal kliennya dipinjam Jefri yang menjadi otak pelaku.

Di persidangan pun, Jefri mengakuinya dan mengatakan Kazar tidak membunuh korban. Mereka juga tidak ada memerkosa korban, dibuktikan dari hasil visum.

"Perbuatan Jefri murni karena ingin menguasai harta korban. Dia mencekik karena panik saat korban terbangun, dipikirnya hanya pingsan," katanya.

Peristiwa ini meninggalkan duka kepada calon suami korban yang saat kejadian sedang melaut. Rencananya, Januari 2022 kemarin, mereka menikah. 

https://medan.kompas.com/read/2022/10/07/105613178/kisah-nelayan-di-medan-dan-sepasang-sandal-yang-membuatnya-dibui-9-bulan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com