Salin Artikel

Cerita Pemotret Pesawat di Medan, Rela Menunggu Lama dan Lari-larian demi Hobi

Angin dari sepeda motor yang dipacunya, tak menghentikan peluh membasahi tubuh.

Sesampai ke sebuah kafe di ujung komplek persis di samping Pangkalan Udara (Lanud) Soewondo, Koordinator Komunitas Fotografer Aviasi Indonesia (KFAI) Regional 1, Ayu Adistiani Lubis sudah menunggu.

Dia memilih tempat duduk di luar ruangan, di bawah payung taman berukuran sedang, bersama Edu dan Wilbert.

Usai berbasa-basi dan memesan penganan, perempuan 34 tahun yang tinggal di kawasan Marindal, bercerita KFAI Regional 1 yang dipimpinnya sejak November 2022 memiliki wilayah kerja dari Sumatera Utara sampai Aceh, sudah 34 anggotanya. 

"Region satu, lebih banyak orang Aceh karena koordinator sebelumnya orang Aceh," kata Ayu kepada Kompas.com, Rabu pekan lalu. 

Lanud Soewondo menjadi salah satu spot foto, khusus pesawat militer.

Menurut Ayu yang dibenarkan kawan-kawannya, pesawat militer tidak bisa dipastikan trafiknya, areanya di aplikasi Flight Radar juga terbatas.

Terkadang terbaca, terkadang tidak. Berbeda dengan pesawat komersil, saat terjadi gangguan di dalam pesawat pun, bisa diketahui. 

Pesawat militer yang bisa terlacak walau hanya hitungan menit seperti pesawat pribadi tipe Jet T7 atau pesawat angkut.

Jenis Hercules dan Camar jarang terlihat di aplikasi. Pesawat komersil dan militer sama-sama menarik dijadikan objek foto, hanya saja mengabadikannya harus mendapat izin.

Kalau tidak, menunggulah di tepi bandara, memotret dari jauh dan dihalangi pagar pembatas. 

"Kemarin pas ada event, baru bisa dekat pesawat, menyentuhnya di landasan. Kalau di Bandara Kualanamu, pihak Angkasa Pura masih susah ditembus, seperti tertutup dengan komunitas fotografer," ucap Ayu yang pernah bercita-cita menjadi pramugari.


Menurutnya, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dan I Gusti Ngurah Rai lebih terbuka dan bersahabat dengan komunitas.

Sewaktu pertemuan G-20, ia dan teman-temannya diundang untuk mendokumentasikan kegiatan, memotret Pesawat Kepresidenan salah satunya.

Pesawat yang paling keren di mata mereka adalah pesawat berbadan lebar atau wide body milik Garuda Indonesia.

Apalagi yang terbaru, Garuda Indonesia PK-GPZ A330-300 Special Livery Kembara Angkasa.

"Kalau seri Neo yang datang, pasti jadi incaran. Apalagi yang Kembara Angkasa, kalau datang, pasti kita kejar-kejar," kata mereka tertawa. 

Menunggu, mengejar-mengejar pesawat, menjadi keping-keping kepuasan tersendiri dalam menggeluti hobi ini.

Kebanggaan datang ketika hasil karya muncul di Flight Radar, seluruh dunia bisa melihatnya.

Foto itu, juga menjadi jembatan pertemuan dan komunikasi para spotter dari mana saja. Kalau untuk mendatangkan uang, Ayu pernah mencoba menjual ke shutterstock.

"Mungkin karena caption-nya berbahasa Indonesia, jadi gagal. Tapi aku lebih untuk koleksi pribadi. Laptop penuh foto pesawat," ungkapnya.

Ketiganya mengaku, kalau punya pekerjaan utama. Ayu sebelumnya guru honorer mata pelajaran mengetik, bidang studi ini sudah tidak ada lagi.

Sekarang dia menjadi operator tata usaha dan administrasi di SMP Negeri 3 Medan.

Wilbert adalah mahasiswa di Universitas Sumatera Utara (USU) Jurusan Teknik Elektro.

Edu juga mahasiswa di Bina Nusantara (Binus) Malang, berada di Medan karena mendapat program untuk membuka usaha.

"Lagi stay di Medan, mau buka usaha tapi masih bingung di bidang apa," kata Edu yang ingin menjadi pilot, begitu pula dengan Wilbert.


Kembali ke Ayu, perempuan berhijab ini mulai memotret pesawat pada 2016.

Awalnya diajak temannya di komunitas bus, hasilnya ketagihan dan keterusan.

Kamera pertamanya Sony DSCH300 dan sampai sekarang masih dipakai. Perlengkapan lain hanya baterai, tripod dan gawai yang sesekali digunakan untuk merekam gambar.

Lokasi foto yang paling disukai adalah sedekat mungkin dengan pesawat dan tidak jauh dari bandara.

Di Medan, ada daerah namanya Araskabu. Aksesnya mudah, setiap Minggu banyak masyarakat yang berwisata menikmati aktivitas pesawat.

Ada juga pondok Kualanamu, pondok 05 di depan gudang kargo, pondok tengah yang paling banyak didatangi dan pondok 23 yang dekat apron bandara.

"Pesawat yang pernah ku foto, enggak banyak. Semua maskapai komersil, beberapa pesawat private jet. Pesawat langka, sih jarang, tapi yang rare traffic bisa dapat tiba-tiba saat spotting seperti private jet dengan tipe tertentu," sebut Ayu. 

Para fotografer, juga masyarakat, memantau aktivitas pesawat di Flightradar24 dan Radar Box.

Cuaca Bandara Kualanamu yang kadang berkabut dan hujan, sering menghalangi pemotretan. 

"Pernah waktu hujan deras, berburu pesawat Garuda Indonesia wide body A330-900 Neo. Hasilnya kurang bagus," imbuhnya.

Pernah dianggap mengganggu aktivitas penerbangan? Ayu mengangguk.

Waktu itu, komunitasnya spotting pesawat presiden di Lanud Soewondo.

Sempat kena tegur, tapi diarahkan dengan cara baik. Di Bandara Kualanamu, mereka belum pernah kena tegur karena lokasi memotret di luar bandara.

Saat ditanya soal teknik mengabadikan gambar, ketiganya saling berpandangan.

"Enggak ada teknik khusus, yang penting fokus pada objek. Jadi tidak harus menggunakan kamera canggih. Foto pesawat sama sulitnya dengan foto bus yang sedang melaju kencang, benar-benar harus fokus. Kalau terpotong atau kelewatan badannya sudah biasa," ujar Ayu. 

Disinggung masalah penerbangan di Indonesia, ketiganya kompak menjawab tarif pesawat terlalu mahal.

Edu menyontohkan, penerbangannya dari Penang ke Singapura, harga tiketnya Rp 286.000.

Sedangkan maskapai Batik dari Medan ke Singapura dibandrol Rp 1,4 juta. 

"Kalau keselamatan, sepertinya semua maskapai sudah berbenah menjadi lebih bagus. Masalah tinggal ke perilaku penumpang yang tak peduli keselamatan di pesawat. Misalnya harus mematikan ponsel atau mengalihan ke mode pesawat dan budaya tertib. Masih banyak yang pesawat belum berhenti, sudah berdiri, buka kabin. Enggak sabaran," kata Ayu. (Mei Leandha)

https://medan.kompas.com/read/2023/03/30/161618678/cerita-pemotret-pesawat-di-medan-rela-menunggu-lama-dan-lari-larian-demi-hobi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke