MEDAN, KOMPAS.com - Kriminolog Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab) Kota Medan, Redyanto Sidi mengomentari kasus penganiayaan yang dilakukan AH, anak perwira Polda Sumatera Utara AKBP Achiruddin, kepada temannya, KA.
Redyanto menilai, AH berani melakukan perbuatan itu lantaran merasa memiliki kekuatan yang melindunginya dari berbagai persoalan.
"Secara teori orang yang memiliki suatu kekuatan dan satu kelebihan atau dirasa sanggup melindunginya, memiliki suatu daya melakukan tindakan dengan leluasa, baik secara sengaja maupun tidak sengaja," ujar Redyanto kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (27/4/2023).
Parahnya, kata Redyanto, dalam kasus ini, Achiruddin yang harusnya menegakkan hukum, justru membiarkan anaknya bertindakan melawan hukum di depannya.
"Sedangkan tidak diberikan lampu hijau saja, dia bisa melakukan perbuatan (kriminal), apalagi didukung tentu akan lebih leluasa," ujar pria yang juga menjadi anggota Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) ini.
Menurut Redyanto, tidak semua penegak hukum bertindak semena-mena. Kejadian penganiayaan yang melibatkan Achiruddin adalah sisi buruk dari oknum penegak hukum.
"Ini sisi negatif dari adanya jabatan yang diemban, sehingga tidak mampu mengontrol dan cenderung memanfaatkan keadaan yang lebih terhadap dirinya, untuk dapat melakukan perbuatan penganiayaan terhadap orang lain," katanya.
Hukum tak berjalan lurus
Selain itu, Redyanto juga mengomentari kinerja Polri yang menurutnya cenderung lambat. Kasus tersebut dilaporkan pada Desember 2022, namun penetapan tersangka baru dilakukan pada Selasa (25/4/2023) atau setelah informasinya viral.
"Saya kira ini sangat memprihatinkan proses penegakan hukum tidak lagi berjalan lurus, sebagaimana peraturan perundang-undangan kasus ini (ditindaklanjuti) 'dibantu viral' melalui media sosial. Saya kira ini tamparan bagi kita, terutama penegak hukum. Seharusnya tidak demikian, bahwa hukum ini berlaku tanpa ada intervensi apa pun, seharusnya," ungkapnya.
"Patut juga dievaluasi terhadap penyidik terhadap perkara yang diadukan korban ini, ada apa? Kenapa melambat terkait adanya persoalan orang yang memiliki pangkat, apalagi di institusi yang sama, saya kira perlu dilakukan penyidikan," katanya.
Kata Redyanto, pengungkapan kasus ini juga bisa dijadikan momentum bagi Polri untuk bersih-bersih oknum yang bermasalah. Misalnya, melakukan pemberatan hukuman kepada Achiruddin lalu mengusut hasil kekayaan Achiruddin yang sering dipamerkan di media sosialnya.
"Tentu kesempatan ini dimanfaatkan untuk pembersihan pengekaan hukum dari sisi kekayaan dari sisi aliran dana dan sebagainya, saat ini diprioritaskan yang bersangkutan. Kemudian untuk seluruh jajaran penegak hukum yang menjadi pejabat di tiap tingkatan dicek," ujarnya.
"Karena secara umum banyak hal yang saya nilai tidak sesuai, herannya lagi secara kriminologi tidak bisa diindahkan orang yang memiliki itikad tidak baik, cenderung membuka aibnya sendiri, mereka tidak sadar mem-posting di media sosial sehingga membuka aibnya sendiri," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Mantan Kabag Bin Opsnal Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut AKBP Achiruddin Hasibuan membiarkan putranya, AH, menganiaya mahasiswa bernama KA.
Penganiayaan secara brutal itu terjadi di Jalan Karya Dalam, Kecamatan Medan Helvetia, gara-gara persoalan wanita. AH kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi terkait peran dari AKBP Achiruddin Hasibuan dalam penganiayaan itu.
Kasus penganiayaan ini terjadi pada 22 Desember 2022 dan dilaporkan ke Polrestabes Medan. Kasus itu ditarik ke Polda Sumut dan baru-baru ini dilakukan penetapan tersangka terhadap AH.
https://medan.kompas.com/read/2023/04/27/112244678/kriminolog-soal-penganiayaan-oleh-anak-akbp-achiruddin-bertindak-leluasa