Salin Artikel

Preman di Medan yang Tendang dan Ancam Bunuh Wartawan Disidang

Dia didakwa melakukan kekerasan dan penghalangan liputan wartawan pada 27 Februari 2023.

Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU) Septian mengatakan peristiwa terjadi di Jalan Abdulah Lubis, Kelurahan Babura, Kota Medan, Sumatera Utara.

Saat itu, Polrestabes Medan, sedang melakukan pra rekonstruksi kasus penganiayaan.

Di tempat itu, sejumlah wartawan bernama Suryanto, Goklas Wisely, Bahana, Alfiansyah, Donny Admiral dan Tuti Alawiyah Lubis hendak meliput kegiatan pra rekonstruksi itu.

"Kemudian tidak lama, datang terdakwa Jai Sanker yang pada saat itu memperkenalkan diri bernama Rakes, menghampiri saksi Suryanto dan teman-temannya, dimana terdakwa Jai Sanker berkata 'bang nggak boleh rekam- rekam di sini," ujar jaksa Septian membacakan dakwaan.

Kala itu saksi Alfiansyah mempertanyakan maksud Jai Sanker, menghalangi mereka, sembari menjelaskan bahwa mereka merupakan seorang wartawan.

"Kemudian terdakwa Jai Sanker mengatakan abang gak kenal aku, siapa ? yang dijawab saksi Alfiansyah kenapa emangnya bang ? aku mau meliput aja ini. Selanjutnya saksi Bahana mengeluarkan handphone hendak merekam (keributan)," kata Septian.

Namun saat itu teman Jai Sanker meminta Bahana untuk tidak merekam, lalu juga terjadi cekcok mulut antara saksi Alfiansyah dengan Jai Sanker.

"Kemudian terdakwa Jai Sanker berkata, aku kenal sama orang PWI, abang tanya saja ke dia, siapa aku ? lalu saksi Alfiansyah menjawab, iya nya bang, kami mau meliput ajanya inI. Kemudian Terdakwa Jai Sanker berkata enggak bisa," ujar jaksa.


Lalu saat itu, saksi Bahana mempertanyakan kapasitas Jai Sanker menghalangi peliputan. Dia lalu mengaku sebagai salah satu anggota organisasi masyarakat di Medan.

"Dijawab terdakwa Jai Sanker aku Rakes dari AMPI, selanjutnya terdakwa Jai Sanker mendorong badan Saksi Bahana sambil berkata, sini kau, sini kau," ujar Jaksa

Karena terus direkam, terdakwa lalu menepis handphone Bahana, hingga akhirnya handphone tersebut terjatuh.

"Yang mana pada saat itu saksi Suriyanto merekam kejadian tersebut, kemudian Terdakwa Jai Sanker mengatakan kepada saksi Suryanto jangan kau rekam-rekam ya, sambil mendekati saksi Suryanto dan tiba-tiba, terdakwa Jai Sanker menendang paha Saksi Suryanto," kata jaksa.

Selanjutnya, jaksa segera melerai kejadian itu, tapi tetap Jai Sanker mengancam para saksi yang berada di sana.

"Terdakwa Jai Sanker mengatakan hapus video itu, kumatikan nanti kalian," ungkap Jaksa.

Setelah dilerai polisi, akhirnya Jai Sanker meninggalkan lokasi kejadian bersama teman-temannya. Selanjutnya peristiwa ini dilaporkan ke Polrestaebes Medan, Rakes lalu ditangkap.

Atas perbuatannya Rakesh didakwa melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan melanggar Pasal 335 ayat (1) ke 1 KUHPidana tentang tindak kekerasan.

Sikap AJI, IJTI dan PFI

Dalam persidangan hakim juga meminta keterangan saksi, diantaranya Goklas Wisely, Suryanto, Dony, Tuti, dan Alfiansyah. Namun saat itu saksi Suryanto, mengaku telah berdamai dengan terdakwa.

Terkait sikap Suryanto, empat organisasi pers yang mengadvokasi kasus tersebut, angkat bicara. Mereka yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Medan.

Menurut Ketua AJI Medan, Cristison Sondang Pane, mereka terus mendorong dan mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Kami sepakat bahwa kasus ini harus tuntas dan pelakunya dihukum sesuai perbuatannya,” kata Tison.


Kata Tison, jika ada dari saksi korban yang mengaku berdamai dengan terdakwa, itu bersifat pribadi, bukan secara kelembagaan. Karena korban lainnya, Alfiansyah dan Goklas Wisely tidak pernah punya niatan untuk berdamai.

"Kami berkomitmen mengawal kasus ini hingga jatuh putusan kurungan," ujar Tison.

Hal senada juga disampaikan Ketua Pengda IJTI Sumut, Tuti Alawiyah. Dia menegaskan bahwa jika ada korban yang mengaku damai, itu bersifat individu.

"Kalau ada korban yang berdamai, itu bukan representasi maupun mewakili dari para korban yang diintimidasi. Dalam kasus ini jelas-jelas yang dilanggar UU Pers, pasal lex spesialis," ungkap Tuti.

Sementara itu, Koordinator Divisi Advokasi dan Hukum PFI Medan Prayugo mengatakan, putusan hakim harus berkeadilan akan menjadi catatan bagi penegekan hukum dalam kasus kekerasan terhadap jurnalistik.

“Jaksa harus berani memberikan penuntutan dan berpedoman pada Undang-undang Pers. Jika diputus bersalah, kasus ini akan menjadi yurisprudensi ke depan. Sebagai langkah tegas, agar tidak ada lagi yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis,” katanya.

Sedangkan Ketua FJPI Sumut juga menyatakan sikap menolak berdamai atas kekerasan yang terjadi dan meminta untuk kasus tersebut mendapat atensi dari pengadil.

“Kasus ini harus diusut tuntas sampai ada putusan yang seadil-adilnya," tandansya.

https://medan.kompas.com/read/2023/06/14/160511678/preman-di-medan-yang-tendang-dan-ancam-bunuh-wartawan-disidang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke