Salin Artikel

Cerita 2 Waria di Medan Diduga Diperas Rp 50 Juta oleh Oknum Polisi, Berawal dari Open BO

Deca bercerita peristiwa tersebut berawal saat ia menerima pesan singkat dari pria bernama Hans untuk transaksi seksual.

Pria tersebut minta dilayani di sebuah hotel di kawasan Jalan Ringroad, Kota Medan pada Senin (19/6/2023).

"Jadi di jam 19.11 WIB, aku dapat WhatsApp dibilang lu bisa open BO ST katanya, aku bilang bisa. Dia tanya tarif berapa terus," kata Deca saat ditemui di kantor LBH Medan, Jumat (23/6/2023).

Pria itu kemudian meminta Deca untuk mencari satu transpuan lain agar bisa threesome.

Deca dijanjikan uang tambahan jika berhasil membawa seorang lagi teman transpuan. Lalu Deca pun menghubungi rekannya bernama Fury.

Tak lama Fury datang ke indekos Deca, dan mereka berangkat ke hotel di kawasan Jalan Ringroad, Kota Medan.

Korban dijanjikan mendapat bayaran masing-masing Rp 700.000.

Sesampainya ke hotel mereka langsung naik ke lantai 3 dan masuk ke kamar 301. Di dalam kamar ia dan rekannya langsung bertemu dengan laki-laki yang memesannya.

Sebelum berhubungan badan mereka meminta uang yang dijanjikan. Lalu transaksi terjadi di kamar mandi.

Ketika selesai transaksi, dua transpuan diminta membuka seluruh pakaiannya oleh pria bernama Hans.

Saat keduanya melepas pakaian dan hendak menggunakan pakaian dalam, pria yang bernama Hans bergegas ke kamar mandi dengan alasan bersih-bersih.

Tak lama kemudian tiba-tiba bel kamar berbunyi dan Hans yang berada di kamar mandi langsung buru-buru membuka pintu.

Begitu pintunya dibuka, ternyata ada sejumlah pria berpakaian preman yang diduga oknum polisi sekitar delapan orang.

"Di situ terjadi penggerebekan itu, nggak ada alasan apapun, mereka langsung nangkap kami. Ada sekitar delapan orang," bebernya.

Ketika itu, Deca mengungkapkan dirinya sempat memberontak dan mempertanyakan surat penangkapan terhadap dirinya dan temannya itu.

"Kami tanya mana surat penangkapan, cuma ditunjukin kertas saja," ungkapnya.

Deca mengatakan, saat itu pria yang datang diduga oknum polisi itu melakukan pemeriksaan di kamar.

Namun tiba-tiba pria bernama Hans tadi mengeluarkan benda yang diduga narkoba.

"Jadi tamu kami itu pura-pura ngeluarin bungkusan, langsung kami dibilang mau pakai narkoba di hotel itu," katanya.

Singkat cerita, ketiganya dibawa menggunakan mobil ke Polda Sumut. Namun, mereka dibawa secara terpisah menggunakan dua unit mobil.

"Kami di bawa, handphone saya di tahan, dia nakut - nakutin aku dia bilang aku kena pasal perdagangan orang," ujarnya.

Tak lama mobil yang membawa itu pun tiba di Polda Sumut dan mereka dibawa langsung ke sebuah ruangan di sana.

"Sampai di Polda, kami diinterogasi mereka memaksa aku buka rekeningku. Kami diperiksa di sana, di ngomong gol ini," bebernya.

"Sampaikan damai saja kepada ibu itu (penyidik), baiknya ibu itu, mudah-mudahan mau dia bantu, sampaikan lah, kalian mempunya berapa (uang) ?, karena belum pernah melakukan hal tersebut, mereka pun (korban) mencoba paginya menyampaikan kepada yang diduga anggota polisi tersebut. 'Bu tolong bantu kami damai, kami punya uang 25 juta," ujar Irvan menirukan ucapan korban.

Setelah itu menurut pengakuan korban penyidik tersebut justru meminta uang Rp 100 juta. Setelah negosiasi alot, akhirnya disepakati uang negosiasi sebesar Rp 50 juta.

"Alhasil dikarenakan Deca sudah dalam keadaan tidak sehat dan berfikir akan berlarut-larut. Akhirnya menyepakati permintaan Rp 50 juta itu. Terkait uang Rp 50 juta tersebut (diduga) anggota polisi meminta dibayar cash (tunai), tetapi mereka tidak punya dana cash, seraya menjawab kalau mau, ditransfer," ujar Irvan.

Kemudian oknum anggota polisi memberikan nomor rekening dan meminta ke duanya mentransfer ke nomor rekening atas nama Sugiyanto.

"Hal tersebut kemudian mereka membuat perjanjian yang diduga isinya tidak akan mengulangi perbuatanya dan tidak mempermasalahkan terkait dana tersebut," kata Irvan.

Setelah itu, kedua transpuan itu dibawa keluar ke Mapolda Sumut menggunakan mobil, mereka lalu diturunkan di depan Pengadilan Agama Medan.

Terkait laporan dua transpuan itu, Irvan menduga keduanya korban tindak pidana pemerasan dan penjebakan.

"Oleh karena itu LBH Medan menilai tindakan tersebut telah melanggar pasal 1 (3), 28 UUD 1945 Jo pasal 368 KUHP jo UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo ICCPR Jo DUHAM," katanya.

Selain itu keduanya juga telah membuat laporan polisi bernomor:STTLP/B/758/IV/2023/SPKT/Polda Sumut tertanggal 23 Juni 2023.

Polda Sumut angkat bicara

Setelah mendapat kritik terkait ketidakjelasan penanganan kasus dugaan pemerasan yang dilaporkan dua orang transpuan, Polda Sumut akhirnya membeberkan siapa perwira polwan yang diduga memeras kedua transpuan itu.

Menurut Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi, perwira polwan yang diduga melakukan pemerasan terhadap dua transpuan itu adalah Ipda PG.

Ipda PG merupakan anggota Dit Reskrimum Polda Sumut.

"Proses penyelidikan yang dilakukan oleh Propam masih berlangsung," kata Hadi, Selasa (27/6/2023).

Ia mengatakan, dari tujuh orang personel Polri yang diduga terlibat dalam kasus pemerasan ini, empat di antaranya terindikasi kuat melakukan perbuatan tersebut.

Namun Hadi tidak merinci empat oknum tersebut.

"Empat personel dalam proses penyidikan. Tentu nanti kalau terbukti akan dilakukan penahanan," kata Hadi didampingi Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Dudung Adijono.

Menurut Ivan, Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Dudung Adijono sibuk mengajak dua korban dan LBH Medan untuk menggelar jumpa pers pada Senin (26/6/2023).

Jumpa pesr dilakukan setelah dua kliennta dipanggil Polda Sumut.

Dalam jumpa pers itu, Propam Polda Sumut menyuruh kedua korban untuk menyampaikan ucapan terima kasih pada Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak.

Sebab dalam jumpa pers yang rencannya akan diadakan oleh Polsa Sumut, penyidik yang diduga telah melakukan pemerasan akan mengembalikan uang Rp 50 juta diduga hasil pemerasan itu pada Deca dan Fury.

"Kabid Propam yang ngomong gitu. Klien kami disuruh ucapkan terima kasih pada Kapolda Sumut," kata Irvan, Selasa (27/6/2023).

Karena merasa hal tersebut janggal, Irvan pun enggan menuruti permintaan Kabid Propam.

"Menurut saya, LBH Medan tidak punya keharusan menghadiri jupa pers itu. Karena kasus ini saja belum jelas penanganannya," kata Irvan.

Ia mengatakan, semestinya Polda Sumut lebih dahulu membeberkan siapa saja oknum yang terlibat dalam dugaan pemerasan itu.

Kemudian, Polda Sumut juga sepatutnya mengumumkan kepada publik, hukuman apa yang akan diberikan kepada oknum polisi yang nantinya terbukti melakukan kesalahan.

"Bukan malah langsung jumpa pers," kata Irvan.

Ia mengatakan, sampai saat ini pun Polda Sumut belum menyampaikan permintaan maaf atas tindakan yang sudah dilakukan oknum penyidik kepada kedua kliennya itu.

"Dalam jumpa pers yang akan diadakan Polda Sumut itu kan rencananya akan ada pengembalian uang Rp 50 juta. Uang itu kan sebagai barang bukti. Kalau barang bukti dipulangkan, terus apa menjadi jaminan kasus ini akan berlanjut," kata Irvan.

"Tidak ada kewajiban bagi LBH Medan untuk menghadiri jumpa pers tersebut. Kalau mau dibuat, ya silakan saja," tambah Irvan.

Ia mengatakan jika kasus tersebut berhenti begitu saja, maka akan menjadi preseden buruk karena ada dugaan pelanggaan etik berat dalam kasus tersebut.

"Masa kasus kategori pelanggaran kode etik berat langsung dikembalikan begitu saja. Seharusnya Kapolda Sumut punya sikap, seperti apa langkahnya," tegas Irvan.

Lapor LPSK

Deca dan Fury, dua tranpuan yang mengaku korban pemerasan oknum penyidik Polda Sumut melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Keduanya merasa terancam, karena adanya bentuk dugaan intimidasi yang disinyalir dilakukan sejumlah aparat Polda Sumut.

Wakil Direktur LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang mengatakan laporan ke LPSK dilakukan guna menjamin keselamatan kedua kliennya.

"Kenapa kami memilih mengajukan permohonan dengan LPSK, karena mengingat beberapa kali Deca dan Puri ada dugaan intimidasi," kata Ali.

Ali mengatakan, ada dugaan indikasi tindakan intimidasi yang didapat kedua kliennya ini bermuara pada upaya pencabutan laporan di Polda Sumut.

"Kami menilai (dugaan intimidasi) mengarah kepada agar laporan pengaduan mereka ini dicabut atau diadakan perdamaian," terang Ali.

Ia menyampaikan, pihak kepolisian berupaya menghubungi keluarga kedua kliennya itu, bahkan mendatangi kos-kosan Deca.

Oknum memaksa kliennya tidak melanjutkan kasus tersebut.

"Kita sudah sampaikan kepada pihak LPSK, agar supaya menerima (laporan korban), dan kita berharap dikabulkan untuk perlindungan Deca dan Fury ini," kata dia.

"Kami minta perlindungan nya dari fisik, karena dugaan kita ini tidak hanya berkaitan dengan oknum, tapi mungkin sudah ada backup-backup petinggi," tambahnya.

Ali mengungkapkan, ada beberapa poin yang disampaikan dalam permohonannya ke LPSK. Mulai dari perlindungan proses hukum keduanya, psikologi, dan psikososial.

"Memang kemarin Deca didatangi oleh beberapa orang, yang kita pahami itu bagian dari oknum yang mencoba mengintimidasi agar ada berdamaian dan pencabutan laporan," ungkapnya.

"Juga ada langsung pihak kepolisian datang ke kostnya, pangkatnya Kombes sama AKBP. Kita sayangkan, karena datangnya itu bukan dalam rangka untuk penegakan hukum, tapi bagaimana Deca ini mencabut pendamai," katanya lagi.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Rahmat Utomo | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief), Tribunnews.com

https://medan.kompas.com/read/2023/06/28/215100478/cerita-2-waria-di-medan-diduga-diperas-rp-50-juta-oleh-oknum-polisi-berawal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke