Salin Artikel

Saat Mayor Dedi Bawa Prajurit TNI Geruduk Mapolrestabes Medan demi Bebaskan Kerabat

Para prajurit tersebut ternyata dibawa oleh Penasihat Hukum Kodam I Bukit Barisan Mayor Dedi Hasibuan.

Kedatangan Dedi berkaitan dengan ditangkapnya ARH, tersangka mafia tanah yang juga merupakan kerabatnya.

Dalam video yang beredar, Dedi menemui Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa.

Terjadi debat panas antar keduanya. Dedi dengan nada tinggi meminta agar ARH ditangguhkan penahanannya.

Dedi juga menjamin tersangka ARH untuk tidak melarikan diri. dan kapan pun polisi minta, tersangka akan dihadirkan.

Kompol Fathir kemudian menjelaskan bahwa tersangka ARH ditahan karena berdasarkan sejumlah alat bukti dan tiga laporan polisi.

Kompol Fathir juga menjelaskan terkait proses penyidikan perkara.

Namun, Mayor Dedi langsung memotongnya kembali dengan nada tinggi dan minta ARH tetap ditangguhkan penahannya.

"Saya sudah paham, Pak, aturan seperti itu. Saya mantan penyidik, jadi saya sudah paham. Yang saya tanyakan kenapa ada diskriminasi?" tanya Mayor Dedi.

Kompol Fathir langsung membantah ucapan Mayor Dedi Hasibuan. Ia mulai menjelaskan perjalanan kasus.

Lagi-lagi Mayor Dedi membantah ucapan Kompol Fathir. Bahkan, Mayor Dedi berulang kali menunjuk Kompol Fathir.

Kompol Fathir kembali menjelaskan bahwa apa yang sudah dilakukan penyidik sesuai prosedur dan mekanisme hukum.

Ajukan permohonan 

Mayor Dedi kemudian mengaku telah mengajukan surat permohonan penangguhan terhadap ARH.

Namun, Dedi kesal lantaran permintaannya tak digubris. Dedi mengantar sendiri surat permohonan penangguhan penahanan ARH.

Dedy juga kesal karena sangat sulit bertemu dengan Kompol Fathir. Bahkan, dia tidak bisa masuk lantaran harus pakai finger dan sudah menekan bel sembilan kali.

Kemudian, ada staf yang mengatakan Kasat Reskrim sedang tidak berada di tempat. Mayor Dedi juga sempat meyindir lebih sulit menemui Kompol daripada Presiden RI.

"Seorang Kompol susah sekali menemuinya," kata Mayor Dedi.

"Bapak datang tiba-tiba," jawab Kompol Fathir.

Perdebatan kembali berlanjut antara Kompol Fathir dengan Mayor Dedi. Ia kemudian menunjuk lantai gedung Polrestabes Medan kalau ini merupakan punya negara dan punya rakyat.

"Saya punya kantor juga di Kumdam sana, setiap orang mau datang saya terima, Pak. Enggak ada mempersulit," ujar Mayor Dedi.

"Saya sudah ketemu bapak dan menjelaskan prosedurnya dan sudah saya sampaikan ke Kasat Intel. Oke, kalau bapak memang minta dibantu yang kita lihat proses ada, kita gelar," balas Kompol Fathir.

Mayor Dedi Hasibuan kemudian memotong ucapan Kompol Fathir.

"Proses hukum tetap berjalan. Tapi hanya konteks ditangguhkan. Kapan nanti mau diperiksa silahkan," kata Mayor Dedi.

"Kenapa ditangguhkan LP dan terlapor sama. Hati-hati lho, ini ada apa ini. Sampeyan gimana ini," sambungnya.

Setelah berdebat panas, akhirnya Polrestabes Medan membebaskan ARH tersangka dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut.

ARH keluar dari Mapolrestabes Medan sekitar pukul 19.00 WIB, dengan didampingi seorang pria.

Penjelasan Polda Sumut dan Kapendam

Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda mengatakan, masalah yang terjadi di kantornya hanyalah kesalahpahaman saja.

Kata Valentino, Mayor Dedi cuma ingin menanyakan soal penangguhan penahanan tersangka ARH.

Ia mengatakan, Dedi Hasibuan mengirim surat pada 3 Agustus 2023. Namun, surat itu baru diterimanya pada Sabtu (5/8/2023), sehingga ada jeda waktu beberapa hari.

"Jadi hanya kesalahpahaman saja," katanya.

Sementara, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan, kedatangan penasihat hukum Kodam I/BB dan beberapa anggotanya ke Polrestabes Medan untuk berkoordinasi terkait status penahanan ARH, saudara dari Mayor Dedi Hasibuan.

"Iya betul, beliau tadi hadir ke kantor Kasat Reskrim untuk berkoordinasi terkait permohonan penangguhan penahanan dalam kapasitas Mayor Hasibuan sebagai keluarga ARH, salah seorang tersangka," kata Hadi, Minggu (6/8/2023) dini hari.

Hadi mengatakan, kedatangan Mayor Dedi dan beberapa anggotanya untuk mengetahui sejauh mana proses hukum terhadap ARH dalam perkara dugaan pemalsuan surat keterangan tanah yang menjerat ARH.

"Semua ini dalam koridor koordinasi terkait persoalan hukum. Pada prinsipnya, kepolisian profesional dalam menegakan hukum berdasarkan aturan yang berlaku," ujar dia.

"Kami TNI-Polri solid, setiap hal selalu dikoordinasikan dengan baik," kata Hadi.

Di tempat yang sama, Kapendam I Bukit Barisan Kolonel Inf Rico Siagian menyampaikan bahwa Dedi datang untuk menjumpai Fathir.

"Intinya dari Mayor Dedi ingin menanyakan surat penangguhan yang mereka buat sudah sampai mana," kata Rico.

"Nah, setelah dijelaskan, ya mereka memahami bahwa surat itu baru diterima hari ini sekitar pukul 14.00 WIB," sambungnya.

Rico menjelaskan, penangguhan penahanan terhadap ARH kini telah ditindaklanjuti. Sehingga ARH dilepaskan dari sel tahanan Mapolrestabes Medan.

Soal Dedi membawa puluhan orang, menurut Rico hanya kebetulan saja.

"Mau datang satu orang atau 10 orang, menurut saya bukan menjadikan, wah, ini sesuatu yang negatif. Memang kebetulan Dedi membawa teman-temannya, tapi bukan berarti untuk menyerang," ujarnya.

Dia pun menegaskan tidak ada pengerahan personel. Hanya saja, Dedi ingin ARH ditangguhkan dan akhirnya diwujudkan Polrestabes Medan.

"Makanya setelah surat hardcopy-nya kita terima dan pertimbangan polres bisa ditangguhkan, ya selesai," ujarnya.

Rico menegaskan,  kedatangan personelnya ke Polrestabes Medan dengan memakai baju dinas lengkap dengan baret hijau merupakan persoalan pribadi dan bukan institusi.

Meskipun diakuinya anggota Kumdam I/Bukit Barisan datang dengan cara beramai-ramai untuk menmui Kasat Reskrim.

Surat penangguhan diterbitkan Kodam I/Bukit Barisan

Rico mengakui surat penangguhan ARH berasal dari Kesatuan Hukum Kodam I/Bukit Barisan.

Surat permohonan penangguhan itu terbit setelah Mayor Dedi mengajukan permohonan kepada Kepala Hukum Kodam I/BB untuk melakukan pendampingan hukum.

"(Kodam I/Bukit Barisan) bukan pasang badan. Artinya kan si Hasibuan (Mayor Dedi Hasibuan) ini selain keluarga (ARH), juga penasihat hukum dari keluarga. Sementara induknya penasihat hukum dari Pak Hasibuan ini kan Kumdam. Otomatis kalau dia bertindak membantu keluarga, dia harus minta izin kepada Kakumdam sebagai atasannya," kata Rico.

Atas permohonan itu, Kakumdam I/BB kemudian memberikan izin penerbitan surat permohonan penangguhan.

"Nah, bentuk izinnya itu diberikanlah surat penangguhan itu karena kalau beliau yang menuliskan surat penangguhan, itu bukan kapasitasnya, karena dia bagian dari Kumdam," kata Rico.

Meski Kumdam lah yang menerbitkan surat permohonan penangguhan terhadap warga sipil, Rico menegaskan Kodam I/Bukit Barisan bukan pasang badan atau melindungi ARH.

"Jadi bukan pasang badan. Tidak ada istilahnya Kumdam (Hukum Kodam I/Bukit Barisan) membawa pasukan untuk menggeruduk (Polrestabes Medan), tidak ada," kata Rico.

Rico mengatakan, kasus yang dialami ARH sifatnya pribadi.

Soal kehadiran Dedi bersama sejumlah anggotanya, itu juga merupakan sikap pribadi dari yang bersangkutan.

Disinggung lebih lanjut apakah boleh anggota Kodam I/Bukit Barisan mendampingi warga sipil yang terjerat kasus pidana, Rico mengatakan boleh.

Dengan catatan, anggota tersebut harus meminta izin dari atasannya.

Untuk Mayor Dedi, lanjut Rico, dia sudah meminta izin dari Kakumdam I/Bukit Barisan.

Sehingga, setelah izin didapat, maka Mayor Dedi Hasibuan datang ke Mapolrestabes Medan untuk menanyakan dan membahas soal penangguhan ARH.

Tindakan tak terpuji

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, tindakan Mayor Dedi Hasibuan bersama puluhan anggota TNI yang menggeruduk Markas Polrestabes Medan, tidak dibenarkan.

Meutya menyebut apa yang para prajurit TNI itu lakukan tidak terpuji.

"Yang dilakukan tidak benar. Kodam I Bukit Barisan perlu evaluasi diri atas tindakan prajuritnya yang tidak terpuji," ujar Meutya saat dimintai konfirmasi, Senin (7/8/2023).

Meutya pun mendorong ada evaluasi demi perbaikan ke depannya. Dia tak ingin citra TNI jadi rusak.

"Agar kesalahan segelintir kecil ini tidak merusak kepercayaan kepada TNI secara keseluruhan yang saat ini tengah bagus-bagusnya. TNI dan Polri perlu menjaga kekompakan dan komunikasi baik," imbuhnya.

Sementara, Peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Annisa Azzahra menyebut bahwa penggerudukan TNI di Mapolrestabes Medan, sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pasalnya, penggerudukan tersebut bukan hanya sebagai bentuk intervensi terhadap penegakan hukum, tetapi juga disertai intimidasi dan ancaman.

"Jadi tindakan-tindakan ini merupakan tindakan intimidasi dan mengancam dan menyalahgunakan relasi TNI sebagai alat pertanahan negara, itu bentuk pelanggaran HAM yang jelas," katanya dalam konferensi pers daring, dikutip Kompas.com, Senin (7/8/2023). (Penulis : Singgih Wiryono, Adhyasta Dirgantara|Editor : Diamanty Meiliana, Novianti Setuningsih)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Kolonel Rico Siagian Akui Kumdam I/BB yang Terbitkan Surat Penangguhan untuk Terduga Mafia Tanah

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Didatangi Puluhan TNI Berseragam Lengkap, Kasat Reskrim Polrestabes Medan Temui Prajurit

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: Geruduk Polrestabes Medan Minta Penangguhan Penahanan Tersangka, Mayor Dedi Debat Kasat Reskrim

https://medan.kompas.com/read/2023/08/07/154543578/saat-mayor-dedi-bawa-prajurit-tni-geruduk-mapolrestabes-medan-demi-bebaskan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke