Salin Artikel

Tren Angka Kemiskinan Sumut di Era Edy-Ijeck Turun, Pengamat: Digerakkan Bansos

MEDAN, KOMPAS.com- Selama masa kepemimpinan Gubernur Edy Rahmayadi dan Wakilnya Musa Rajeckshah, angka kemiskinan di Sumatera Utara di periode 2018-2023 mengalami tren penurunan setiap tahun, kecuali saat pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut di tahun 2019 angka kemiskinan 1,26 juta, tahun 2020 jumlahnya sempat naik jadi 1,357 juta jiwa, 2021 terjadi penurunan menjadi 1,273 juta jiwa, 2022 menurun lagi menjadi 1,262 juta jiwa, dan terakhir data sementara di bulan Maret 2023 angka kemiskinan menurun jadi 1,240 juta jiwa.

Kepala BPS Sumut, Nurul Hasanuddin mengatakan penurunan ini menunjukkan tren yang baik.

"Trennya menurun, dibandingkan dengan provinsi lain seperti Aceh dan di Sulawesi banyak yang naik. Seyogyanya ini bagus selama lima tahun ada tren yang baik," ujar Nurul saat dihubungi Kompas.com, Selasa (29/8/2023).

Nurul mengatakan, ada beberapa indikator yang menyebabkan kemiskinan menurun di Sumut. Misalnya adanya pengendalian harga pokok dari Pemprov Sumut, kemudian adanya bantuan sosial ke masyarakat.

"Adanya juga program bantuan sosial, itu ini juga memberi pengaruh (penurunan angka kemiskinan)," katanya.

Sementara itu, jumlah angka kemiskinan sempat meningkat di tahun 2020 karena pandemi Covid-19.

Namun setelah pandemi, tren penurunan kemiskinan kembali terjadi karena terbukanya banyak lapangan pekerjaan dan investasi di Sumut.

"Ketika banyak orang menganggur di PHK pasti kebutuhannya meningkat. Jadi lapangan pekerjaan sumber pendapatan baru itu (tentu) bisa menekan angka kemiskinan, itu sangat berhubungan," katanya.

Di sisi lain kata Nurul Sumut juga merupakan penopang pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatera, ini juga berdampak bagi penurunan angka kemiskinan di Sumut.

"Salah satu yang terbesar, penopang utama sawitnya. Paling besar juga Bandara Kualanamu yang Internasional, pariwisatanya (juga) lebih bagus dibandingkan Jambi, Bengkulu, bahkan Sumbar. Itu mengapa disebut penopang (perekonomian di Sumatera)," kata Nurul

Belum lagi kata Nurul disektor pertanian, perkebunan dan industri. Sumut disebut lebih dominan dibanding Provinsi lainnya.

Digerakkan Bansos

Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Gunawan Benjamin mengatakan, berdasarkan data BPS, memang terjadi penurunan tingkat kemiskinan 5 tahun belakangan ini di Sumut.

"Pada September 2019 tingkat kemiskinan di Sumut sebanyak 8,63 persen (dari jumlah penduduk Sumut) dan pada bulan maret 2023 tingkat kemiskinan di wilayah Sumut sebanyak 8,15 persen," ujar Gunawan dalam keterangannya, Rabu (30/8/2023).

Gunawan berkata, bila setelah pandemi Covid-19 terjadi penurunan kemiskinan, itu merupakan hal yang lumrah. Akan tetapi tantangan terjadi di tahun 2022, di mana kehidupan ekonomi masyarakat kembali normal.

"Masyarakat dihadapkan masalah baru yakni laju tekanan inflasi, yang membuat pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM di tahun 2022 sebelumnya. Perlambatan ekonomi bahkan mulai terlihat di tahun 2022, dan daya beli terpukul oleh kenaikan sejumlah kebutuhan hidup masyarakat," ujarnya.

Meskipun begitu disaat ini lah pemerintah mengalirkan dana bantuan sosial kepada masyarakat untuk menjaga daya beli masyarakat.

"Ada banyak program bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi hingga kabupaten/kota. Ada kebijakan yang mengarahkan agar dana alokasi umum diperuntukkan dalam menjaga daya beli masyarakat terdampak kenaikan harga BBM," katanya.

Selain itu kata Gunawan ada juga bantuan sosial rutin yang diberikan pemerintah. Mulai dari program pengentasan kemiskinan ekstrim hingga penurunan angka stunting masyarakat.

"Dalam konteks seperti ini, pemerintah menggelontorkan banyak uang untuk menjaga daya beli masyarakat dengan banyak skema bantuan yang diberikan selama ini. Banyak ruang fiskal yang diperuntukan untuk diberikan secara cuma cuma kepada masyarakat," ujar Gunawan.

Karena kebijakan pemerintah itu masyarakat yang tergolong miskin mendapatkan banyak bantuan, sehingga kalau dihitung dari sisi pendapatannya mengalami kenaikan.

"Dan masyarakat miskin masih memiliki anggaran yang juga memiliki alokasi anggaran yang bisa diperuntukan untuk kebutuhan lainnya. Sebagai subsidi bantuan sosial yang diterima dari pemerintah. Ini yag menjadi pendorong utama turunnya tingkat kemiskinan di Sumatera Utara," ujarnya.

Bahkan Gunawan juga mengatakan di tahun 2023 ini, Pemprov Sumut, masih mengalokasikan anggaran sebanyak Rp 193 miliar untuk program ketahanan pangan. Dia juga menegaskan keberhasilan menekan angka kemiskinan ini bukanlah upaya Pemprov Sumut seorang diri.

"Pemerintah pusat, kabupaten dan kota juga berperan dalam menekan angka kemiskinan dan penurunan angka kemiskinan juga tidak hanya terjadi di wilayah Sumut saja, secara nasional juga mengalami penurunan angka kemiskinan.

Jadi penuruan ini berlaku jamak dan silahkan saja jika masing masing pihak mengklaim keberhasilannya," katanya.

Namun yang jadi pertanyaan bagi Gunawan, sampai kapan Pemprov Sumut, mampu untuk terus berbuat seperti ini ?.

"Karena saya berpendapat keberhasilan menjaga pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan saat ini di atas fundamental ekonomi yang rapuh.

pemerintah harus mencari jalan untuk kembali memutar roda perekonomian," ujarnya.

Tujuannya agar aktivitas dari bisnis ,menciptakan tenaga kerja dan dengan sendirinya mengurangi angka kemiskinan.

"Jadi jangan sampai seperti bakar duit saja, yakni banyak menggelontorkan subsidi (bantuan) namun disisi lain ekonomi tidak mampu diputar," tuturnya.

https://medan.kompas.com/read/2023/08/31/055321178/tren-angka-kemiskinan-sumut-di-era-edy-ijeck-turun-pengamat-digerakkan-bansos

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke