Salin Artikel

Jalan Sunyi Bakhsan Parinduri Melestarikan Gordang Sambilan

MEDAN, KOMPAS.com - Semangat Bakhsan Parinduri (59) melestarikan gordang sambilan atau gendang khas dari etnik Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), tak pernah surut.

Hampir seluruh hidupnya didedikasikan untuk mengajarkan anak muda memainkan dan mencintai seni ini dengan cuma-cuma.

Selepas Zuhur, Bakhsan memanggil anak didiknya bermain gordang, Alwi (19), dan Hafiz (18) ke rumahnya. Keduanya lalu duduk di perpustakaan mini, milik Bakhsan yang dipenuhi buku, terutama tentang budaya Mandailing.

Ditemani segelas teh manis, mereka asyik berbincang-bincang soal teknik dan filosofis bermain Gordang.

"Gordang sambilan ini unicum in the world, salah satu alat musik paling unik di dunia di antara ansambel adat yang lain. Usianya sudah ribuan tahun," ujar Bakhsan, kepada 2 muridnya itu, saat Kompas.com menyambangi rumahnya di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sabtu (23/9/2023).

Begitulah sekilas tentang seniman tradisi Bakhsan, mendidik muridnya. Dia tidak hanya mengajarkan kelihaian bermain gordang, tetapi juga memberi literasi ke muridnya.

Dia bercita-cita agar para generasi muda mencintai gordang sejak dari nurani. Agar eksistensi seni tradisi ini tak tergilas zaman.

Meski dilakukan dengan mandiri, Bakhsan rutin tiap Minggu melatih puluhan anak muda bermain gordang secara gratis.

Sudah ada ratusan murid yang pernah dilatihnya, salah satu yang skillnya paling menonjol adalah Alwi.

Meskipun usianya sangat muda, berkat keterampilan memainkan gordang dia dipercaya sebagai staf asisten khusus musik tradisi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

"Mereka saya didik dari SMA, kumpul di sini, mereka yang sudah mahir saya ajak untuk ikut pertunjukan, kalau pulang pertunjukan, saya kasih fee sesuai keahlian udah bisa untuk biaya sekolah mereka. Daripada mereka berkeliaran, terlibat tawuran," ujar pria kelahiran 10 November 1964 ini.

Motivasi Bakhsan melestarikan gordang tidak terbentuk begitu saja, proses panjang dilaluinya untuk membulatkan tekadnya.

Jalan seninya mulai terbentuk sejak usianya 8 tahun, lahir di Desa Tombang Bustak, Madina membuatnya begitu dekat dengan seni musik perkusi ini. Apalagi keluarganya juga mahir menggunakan alat musik tersebut.

Bagi penduduk Madina, gordang sambilan bukan sekedar alat musik, melainkan sebuah jati diri.

Gordang diperkirakan sudah ada di Madina sejak 1475, dulunya alat musik ini digunakan sebagai sarana religi dan sarana untuk mamele (memuliakan) nenek moyang masyarakat di sana.

Setelah masuknya agama Islam seni musik gordang sambilan banyak dipakai di acara pernikahan.

"Jadi kalau bagi orang Mandailing, pesta kecil pun kalau ada gordang sambilan pesta itu nuansanya jadi besar dan kebalikannya tanpa gordang sambilan, pesta terasa kecil, karena ini sakralitas budaya," ujar pria yang juga pensiunan guru ini.

Dari tradisi di Mandailing ini, Bakhsan tertarik mempelajari gordang sambilan lantaran permainannya unik.

Alat musik ini terdiri dari sembilan gendang yang dimainkan beramai-ramai. Ukurannya pun berbeda-beda, bahkan salah satu gendang memiliki ukuran 180 cm-200 cm. Ini merupakan salah satu long drum terpanjang di dunia.

Selain itu, Gordang memiliki 20 jenis irama unik yang merepresentatifkan suara alam.

"Seperti sampuara batu mangulang (suara batu yang jatuh di air terjun), magodang aek (air bah), udan potir (hujan petir) dan lain-lain," katanya

Setelah lebih dari 10 tahun belajar gordang di kampungnya, di tahun 1985, Bakhsan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) jurusan Bahasa Indonesia.

Di sana Bakhsan tetap menularkan kemampuan bermain Gondang ke teman hingga seniornya.

Di sisi lain usai tamat kuliah dia tahun 1991 dia menjadi guru di sekolah swasta di Medan, sembari juga fokus menekuni profesi bermain gordang dan penutur tradisi di Kota Medan. Meski kala itu masih pemula, dia kerap wara-wari tampil hingga ke Jakarta.

Meski begitu Bakhsan baru memantapkan diri membentuk kelompok seni profesional, bernama RAPTAMA, pada tahun 2000.

Dari keahlian bermain gordang ini banyak orang semakin mengenalnya. Hampir setiap Minggu grupnya mendapat undangan tampil di berbagai hajatan.

Bahkan saat pernikahan anak Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution (2017), di sana selain mengkomandoi permainan Gordang, dia juga menjadi pemandu acara adat.

Jatuh bangun melestarikan gordang sempat dirasakan di tahun 2020, awalnya Bakhsan sempat sengaja pensiun mengajar dari sekolah swasta, lantaran ingin fokus mengembangkan budaya dan musik tradisi Mandailing.

Tetapi di tahun itu pula tiba-tiba pandemi Covid-19 melanda dunia, Bakhsan sempat mengakui bahwa selama hampir 2 tahun dia tidak pernah manggung.

Beruntung dia masih memiliki uang tabungan. Kini kata Bakhsan, situasi ekonominya telah normal kembali.

"Sekarang insya Allah karena kita sudah punya nama, boleh dikatakan kalau pesta besar, terutama pesta adat kerap menggunakan jasa kita," ujarnya.

Regenerasi

Kini ketimbang soal kebutuhan ekonomi, Bakhsan justru khawatir dengan nasib kesenian gordang sambilan ke depannya. Dia melihat tidak ada upaya serius dari pihak terkait untuk mendokumentasi dan melestarikan seni tradisi ini.

"Yang menjadi khawatir bagaimana ini mengenalkan ke generasi muda, aturannya kan katakanlah dinas harus diajarkan ke sekolah, ke kurikulum. Contoh Jawa Barat sangat bagus bahasa, budaya, masuk di kurikulum diajari guru-gurunya, disiapkan. Kalau Sumut belum sampai ke sana, kalaupun ada belumlah maksimal," katanya.

"Padahal tiap dekade ada bagian kebudayaan hilang tidak terjaga, tidak ada dinas terkait mendokumentasikan secara utuh masing-masing etnik tidak hanya Mandailing saja," tambahnya.

Bila terus dibiarkan, Menurut Bahksan, lambat laun generasi muda akan melupakan identitas budaya aslinya, karena menjamurnya budaya populer. Bakhsan merasakan betul, susahnya mencari anak muda yang berminat menjadi seniman tradisi.

"Mereka lebih fokus ke musik non Indonesia dan itu bagi mereka lebih keren dibanding dengan musik perkusi tradisi,'' ujarnya.

Perhatian pemerintah kurang

Di sisi lain dia juga melihat kurangnya perhatian pemerintah untuk memperhatikan kehidupan seniman tradisi.

Tak sepeserpun dia pernah menerima donasi dari pemerintah untuk membantu program mempertahankan budaya yang digelutinya. Namun Bakhsan tidak mempersoalkannya. Baginya menjaga benteng seni tradisi adalah tanggung jawab moralnya sebagai seniman.

"Jadi (alat seni) kita gordang untuk perlengkapan di rumah ini ratusan juta harganya, tapi kita nggak berhitunglah, karena berhubungan dengan budaya kita sendiri," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah juga harus jemput bola dalam memfasilitasi kebutuhan seniman, terutama dalam memberi ruang kreasi. Seharusnya mereka merangkul para seniman layaknya seorang sahabat.

"Beberapa kali kita diminta mengusulkan diri mendapatkan bantuan atau penghargaan, kalau menurut saya itu kurang tepat, pemerintah yang harus turun bukan kita yang mengusulkan diri," tandasnya.

Walaupun tidak mendapat sokongan pemerintah, Bakhsan tetap berkomitmen menjadi garda terdepan dalam melestarikan gordang, maupun seni tradisi lainnya. 12 buku mengenai seni tradisi Mandailing Natal, telah tulis untuk generasi muda.

Bahkan dia juga yang mensuplainya secara gratis ke sekolah sekolah terutama di Kabupaten Mandailing Natal.

Judul bukunya, Kamus Mandailing Indionesia (2019), Kearifan Mandailing Dalam Tradisi Lisan (2019), Panduan Markobar, Novel Mandailing ''Mangirurut'' dan lain-lain.

Dia juga memanfaatkan platform digital seperti YouTube dan Instagram, untuk membuat konten tutorial seni tradisi Mandailing.

"Saya ingin sebelum tutup mata, saya sudah banyak membuat video-video tutorial budaya. Biar orang dari jauh bisa juga belajar dan menjadi kenang-kenangan untuk generasi selanjutnya," tutupnya.

https://medan.kompas.com/read/2023/09/28/093701978/jalan-sunyi-bakhsan-parinduri-melestarikan-gordang-sambilan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke