Salin Artikel

Pedagang Tempe Ditipu Bripka AT Rp 250 Juta, Polisi: Pelaku Desersi 1 Tahun

MEDAN, KOMPAS.com - Sebuah video perempuan berkerudung menangis saat bercerita ditipu oknum aparat ratusan juta agar anaknya masuk polisi viral di media sosial. 

Video itu diunggah akun Instagram @tkpmedan. Dalam video itu, dia meminta keadilan pada Kapolda dan Kapolri. 

"Kepada Bapak Kapolda Sumatera Utara dan Bapak Kapolri, saya Rawani Siregar meminta keadilan karena saya sudah ditipu anggota Bapak yang telah menjanjikan anak saya bisa masuk anggota Polri. Namun nyatanya saya telah ditipu. Saya telah memberikan uang ratusan juta tapi dia tidak terhubung sampai sekarang," katanya dalam video tersebut.

Dari penelusuran, diketahui perempuan itu bernama Rawani Siregar, warga Tapanuli Selatan.

Dikonfirmasi melalui telepon pada Rabu (28/2/2024) siang, Rawani membenarkan video tersebut. 

Dikatakannya, peristiwa itu bermula dari keinginan anak laki-lakinya menjadi polisi. Dia mendapat informasi dari tetangganya untuk masuk bimbingan belajar sebelum daftar polisi. 

Juli 2022, anak pertamanya itu dimasukkan ke bimbel yang berada di Jalan Wahidin, Medan. Bimbel itu, sepengetahuan Rawani adalah milik oknum polisi berinisial AT. Dia pun berkomunikasi dengan AT.

"Jadi bayar ke bimbel itu Rp 15 juta katanya sampai selesai bimbel di situ. Tujuan (masuk) bimbel itu untuk masuk Polisi," beber dia.

Pada Maret 2023, pendaftaran tes masuk polisi dibuka. Anaknya pulang ke kampung halaman ikut mendaftarkan diri. Sebelum anaknya pulang, AT menelpon suaminya.

"Dia nelpon suamiku halo bang begini, anak Abang mau mendaftar kan. Gini lah bang, kurasa bisa kita bantu tapi pertama-tama harus kita kasih uang lah bang jadi tanya suamiku lah berapa Rp 100 juta dulu bilangnya," ungkap dia.

Suaminya sempat heran karena permintaan itu sebelum anaknya mendaftar tes masuk polisi.

Namun setelah dijelaskan, suaminya kemudian mengirimkan uang Rp 100 juta. Dua hari kemudian, AT meminta uang lagi sebesar Rp 150 juta.

Saat mendaftarkan diri, anaknya tidak bisa masuk karena ukuran tinggi badannya kurang memadai. Mengetahui anaknya tidak bisa masuk, dia menghubungi AT dan hanya mendapat penjelasan bahwa belum waktunya untuk masuk.

Sejak itu dia dan suaminya mulai gusar karena ternyata setelah membayar Rp 250 juta pun tetap tidak bisa masuk.

Kegusaran itu didiamkannya selama tiga minggu. Beberapa waktu kemudian, AT menghubungi suaminya dan menginformasikan bahwa sudah dibuka pendaftaran IPDN.

Dia pun bertanya kepada anaknya apakah bersedia masuk ke IPDN. Anaknya menolak karena dibutuhkan kepintaran dan syarat-syarat lainnya.

Dalam kebingungan itu dia menyampaikan kepada anaknya bahwa mereka sudah mengeluarkan uang Rp 250 juta agar bisa masuk polisi.

Mendengar itu anaknya marah dan mengatakan agar uang itu diminta kembali. Saat uang itu ditanyakan, AT menyebut, uang itu masih aman.

Namun setelah ditunggu-tunggu, AT tidak kunjung muncul dan mengembalikan uangnya.

"Tapi belakangan nomornya tak bisa dihubungi. Akhirnya kami ke Medan lah. Ke rumah istrinya. Dimarahinya kami kenapa cepat kali kasih uang," ungkap dia.

Istri AT juga menyuruh agar menemui suaminya yang bertugas di SPN Hinai di Stabat, Langkat.

"Hari Selasa kami datang, tak ketemu. Rabu datang lagi, tetap gak ketemu. Akhirnya ketemu dengan atasannya. Kami ceritakan lah masalahnya," katanya.

Kepada atasan AT, Rawani menunjukkan bukti-bukti sekaligus chat dirinya dengan AT. Atasan AT saat itu meminta agar ditunggu sebulan lagi. Hingga waktu ditentukan berlalu, AT tetap tak muncul.

"Sebenarnya pas kami datang ke SPN Hinai itu, AT nelpon. Katanya mau ketemuan di titik yang ditentukan. Tapi ditunggu pun tak datang juga," tutur dia.

Pada Agustus 2023, dia sempat menceritakan kepada keluarganya yang lain dan disarankan untuk melaporkan kasus itu ke Propam Polda Sumut.

Dia pun melaporkan ke Propam Polda Sumut. Di situ dia juga disarankan melapor ke SPKT di bulan yang sama. Sampai sekarang dia masih menunggu tindak lanjut laporannya.

"Ya kayak gini lah. Nunggu dia. Dia sudah gak bisa kami hubungi lagi. Harapan kami, ada lah jawaban dia. Pertanggung jawaban dia. Nampak lah dia, dimediasi kek mana gak tau pokoknya tanggung jawabnya," katanya.

Dia tidak terima dengan perlakuan AT yang menurutnya tidak jelas dengan menggantungkan permasalahan. Dia mengaku, sebagai pedagang tahu dan tempe, uang itu sangat berharga.

Dikonfirmasi melalui aplikasi percakapan WhatsApp, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi menjawab singkat.

Dikatakannya, AT sudah 1 tahun deserse kepolisian dan dalam proses KKEP.

"Ybst (yang bersangkutan) sdh 1 th desersi dr kepolisian dan dlm proses KEPP, untuk laporannya dlm proses krimum," katanya.

https://medan.kompas.com/read/2024/02/28/200052678/pedagang-tempe-ditipu-bripka-at-rp-250-juta-polisi-pelaku-desersi-1-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke