Salin Artikel

Pupuk Subsidi Tak Mencukupi, Petani di Pematangsiantar Berutang

Minimnya ketersedian pupuk subsidi serta menurunnya angka panen pertahun membuat petani terlilit utang.

Pekerjaan sebagai petani di Pematangsiantar pun semakin tidak menjanjikan. Hal ini ditandai dengan munculnya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman yang hampir terjadi setiap tahunnya.

Lungga Hutauruk (60), petani gurem asal Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Siantar Marihat, Kota Pematangsiantar, mengatakan, harga gabah yang ditetapkan Tauke kepada petani saat ini berkisar Rp 4.500 sampai Rp 6.000 per kilogram.

Menurut ibu empat anak itu, harga tersebut tidak sesuai dengan sulitnya petani mendapat pupuk subsidi dari distributor.

“Pupuk subsidi itu terbatas. Jadi kami terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya lebih mahal. Kami selalu mengeluh, tapi tak pernah memuaskan harga padi, padahal harga beras sekarang naik,” kata Lungga saat ditemui di sawahnya yang berlokasi di Jalan Bahkora II, Kelurahan Sukaraja, Pematangsiantar, Senin (4/2/2024).

Faktor lainnya, menurut dia, produktivitas pertanian sawahnya menurun akibat penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) yang terjadi saat masa pertumbuhan padi serta serangan hama tikus.

Sawah yang dikelola Lungga masing-masing 4 rante dan 12 rante di lokasi yang berbeda, satu rante setara dengan 405 meter persegi. Tahun lalu, genap tiga kali ia gagal panen karena padi diserang tikus.

Lungga berharap pemerintah mampu menyesuaikan harga gabah dengan harga pupuk serta obat obatan tanaman padi. Setidaknya, kata dia, petani tidak terus merugi.

“Kalau anak anak saya ditanya, mereka tidak tertarik mau jadi petani karena penghasilan ekonomi dari pertanian banyaknya ruginya. Jadi kalau diterangkan apa penyebabnya, anak anak bilang, nggak usah bertani lagi kalau rugi terus,” ucapnya.

“Meski nggak beruntung, apalagi yang mau kami kerjakan? cuma ini,” sambungnya.


Harga beras naik

Informasi dihimpun dari survey pasar Bidang Perdagangan, Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Pematangsiantar, per 22 Februari hingga 1 Maret 2024, harga beras emdium mencapai Rp 11.500- 14.000 per Kilogram dan harga beras premium Rp 15.000 - Rp 16.000 per Kilogram.

Harga beras yang dijual di pasar tradisional itu mengalami kenaikan dalam satu bulan terakhir, dari harga semula rata rata Rp 13.000 sampai Rp 14.000 per kilogram.

Saat ditemui, seorang petani di Kelurahan Baringin Pancur Nauli, Kecamatan Siantar Marihat, R Ompusunggu (61), heran harga beras naik sementara harga gabah tidak berubah.

“Kami pun nggak tahu apa penyebabnya, entah itu permainan pedagang, kami enggak tahu. Sebetulnya, kalau harga beras naik tentu harga padi juga naik. Ini harga padi malah tetap enggak ada yang naik,” kata Ompusunggu ditemui di sawahnya.

Pria yang mengelola 20 rante sawah warisan orangtuanya sejak 8 tahun lalu, itu mengeluh masa bercocok tanam kali harus meminjam modal kepada Tauke.

Ia mengatakan, selama proses bercocok tanam dari membajak sawah, membuat benteng, menanam, memupuk serta menyemprot padi butuh modal yang tidak sedikit.

Ditambah lagi ketersedian pupuk subsidi tak mencukupi, sehingga dia terpaksa membeli pupuk non subsidi di pasaran. Lain lagi biaya obat obatan padi yang meninggi.

“Pupuk subsidi di Distributor resmi sepertinya dibatasi. Contohnya lahan saya 20 rante butuh pupuk 6 sak, dibatasi jadi 1 sak saja. Alasannya karena nggak ada pupuk.Mau nggak mau beli di pasaran duitnya minjam dari tauke,” kata Ompusunggu

“Musim tanam kek gini terasa kali. Kami Anggota Poktan beli di Distributor harga pupuk urea biasanya Rp 150.000 per sak, Pupuk Phonska Rp 155.000, kalau beli dari luar atau Non Subsidi harganya Rp 270.000 lebih per sak,” sambungnya.

Modal yang dipinjam dari tauke itu harus dibayar setelah panen. Pinjaman tersebut bukan cuma melainkan diberi beban bunga pinjaman oleh tauke.

“Jadi pas panen tiba, hasil panen kita kasih ke Tauke. Itu kalau hasil panennya bagus, kalau tahun lalu banyak gagal panen karena hama tikus. Jadi semakin terutang,” ungkapnya.


Lahan pertanian menyusut

Kepala Bidang Ketahanan Pangan Holtikultura Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Pematangsiantar, Hotman Sibuea mengatakan, saat ini luas lahan pertanian sawah yang dilindungi sekitar 1.279,6 hektar.

Lahan hijau itu terhampar di Kecamatan Marihat, Kecamatan Marimbun dan selebihnya di Siantar Sitalasari dan Kecamatan Martoba.

Lebih lanjut disampaikan Hotman, setiap tahun lahan pertanian di Pematangsiantar terkonversi menjadi perumahan.

Pada 2022 -2024 misalnya, terdapat sekitar 30 an hektar lahan dikonversi menjadi pemukiman dan selebihnya fasilitas sarana dan prasarana.

Menurut dia, rata rata produktivitas gabah padi sawah dari lahan pertanian sawah sekitar 6,5 Ton per Hektar. Jumlahnya pun tidak mampu memenuhi kebutuhan beras untuk jumlah penduduk kurang lebih 253.000 jiwa di Pematangsiantar.

“Paling produktivitasnya memenuhi sekitar 30 persen. Lainnya beras didatangkan dari luar kota untuk memenuhi kebutuhan pangan,” ujar Hotman ditemui di kantornya di Jalan Tuan Rondahaim, Siantar Martoba.

Sejauh ini, kata dia, belum ada kebijakan Pemkot Pematangsiantar yang dibuat untuk memberdayakan petani.

Namun dalam mendukung produktivitas pertanian padi sawah, pemerintah hanya menyediakan benih padi bersertifikat, alat mesin pertanian (Alsintan) dan perbaikan irigasi teknis.

“Bantuan benih itu setiap tahunnya ada, baik dari APBD Kota, APBD Provinsi dan APBN. Misalnya program Gernas (Gerakan Nasional) ada benih padi dibantu untuk 200 hektar lahan pertanian. Pada Tahun 2023 ada sekitar 300 Hektar dari APBD,” ucapnya.

Adanya keterbatasan pupuk subsidi yang dialami petani, menurut Hotman, diakibatkan anggaran pemerintah pusat juga tidak mencukupi.

Ia menjelaskan, pengadaan pupuk bersubsidi itu dilakukan berjenjang, dari Kementerian terkait ke pemerintah Provinsi kemudian disalurkan ke pemerintah kabupaten kota.

“Mungkin tidak tercapai seratus persen karena mekanisme pendistribusiannya dari tingkat nasional, provinsi hingga kota. Pupuk subsidi ini kan, program nasional jadi berapa yang ada lah. Dapat semua tapi porsinya tidak mencukupi,” katanya.

Mengatasi kekurangan pupuk subsidi, pihaknya memberi penyuluhan ke petani agar beralih menggunakan pupuk organik sebagai alternatif. Namun kata dia sejauh ini petani masih kurang yakin, meski sudah dilakukan uji coba.

“Kami sosialisasikan untuk mengurangi kekurangan pupuk, namun petani kita kurang percaya karena petani kita lebih instan menggunakan pupuk kimia dari dulu,” tuturnya.

https://medan.kompas.com/read/2024/03/04/192126178/pupuk-subsidi-tak-mencukupi-petani-di-pematangsiantar-berutang

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com