KOMPAS.com - Siswa SMK 1 Siduaori, Nias Selatan berinisial YN (17) meninggal dunia usai dianiaya oleh kepala sekolah, bernama Safrin Zebua (37).
Insiden ini terjadi pada 23 Maret 2024 lalu pukul 09.00 WIB saat berada di lingkungan sekolah.
Berikut ini sederet fakta kasus penganiayaan yang dilakukan kepsek di Nias Selatan.
1. Kronologi
Orangtua korban, Ama Hasrat mengatakan, kejadian ini berawal saat pelaku memberi hukuman kepada korban dan 6 siswa lainnya.
Pelaku dipukul bagian kening lima kali oleh Safrin. Setelah itu, korban YN mengalami pusing di hari yang sama.
"Pukul 18.00 WIB pada saat ibunya pulang dari ladang, anakku mengeluh kepala korban sakit, kemudian ibunya memberikan obat sakit kepala kepada korban," ujar Ama, dikutip dari Tribunnews, Rabu (17/4/2024).
Ternyata, sakit kepala yang dirasakan YN tidak kunjung hilang hingga membuatnya tak sanggup untuk bersekolah lagi.
Bahkan, pada 29 Maret 2024, YN sampai mengalami demam tinggi dan mengigau.
Hasrat mengungkapkan, sang anak baru mengakui bahwa dipukul oleh Safrin saat dihukum bersama siswa lainnya di sekolah.
Setelah sang anak mengaku, Hasrat dan istrinya menanyakan kebenaran hal tersebut kepada rekan korban.
"Saat itulah mamaknya mulai curiga dan mencari tahu apa penyebab dari penyakitnya yang dialami anak kami. Kami pun menanyakan kepada teman sekolahnya IJN dan FL," katanya.
2. Bekas luka pukulan di kening
Saat dilakukan rontgen, dokter di RSUD dr Thomsen Gunung Sitoli memberikan keterangan bahwa korban mengalami lukas bekas pukulan di bagian kening hingga membuat salah satu saraf tidak berfungsi.
Keadaan korban pun semakin parah, YN sempat keluar masuk rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif.
Namun baru dua hari dirawat di RS, korban meninggal dunia pada Senin (15/4/2024) pukul 19.30 WIB.
Sementara sebelumnya, pihak kepolisian sempat ingin meminta keterangan YN, namun tidak bisa karena korban dalam kondisi kritis.
3. Polisi lakukan penyelidikan
Kasi Humas Polres Nias Selatan Bripka Dian Okto Lumban Tobing mengaku masih melakukan penyelidikan.
Okto mengungkapkan, pihak keluarga telah melaporkan kasus dugaan penganiayaan ini pada Kamis (11/4/2024).
Selanjutnya, polisi melakukan olah tempat kejadain perkara (TKP) dan mengumpulkan keterangan dari para saksi meski pelaporan baru dilakukan tiga pekan setelah kejadian.
Seain itu, jenazah YN juga diotopsi guna mengetahui lebih pasti penyebab kematiannya.
Ayah YN, Sekhezatulo Nduru mengatakan, anaknya bersama tujuh siswa lainnya dihukum oleh SZ karena menolak permintaan pegawai untuk mengangkat genset ke mobil saat praktik kerja lapangan (PKL) di Kantor Camat Siduaori.
Pegawai tersebut memberitahukan hal tersebut ke SZ dan segera mengumpulkan korban dan para siswa PKL lainnya.
"Diduga mereka dipukul karena tidak mau angkat genset untuk dipindahkan ke mobil," kata Sekhezatulo kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (17/4/2024).
5. Pelaku sempat bantah penganiayaan
SZ, Kepsek SMK 1 Siduaori itu sempat membantah tuduhan penganiayaan tersebut, menyebut aksinya itu hanya membina saja.
Pernyataan itu disampaikan SZ, saat diperiksa Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Disdik) Wilayah XIV Sumatera Utara, Yasokhi Hia, di SMK Siduaori, Selasa (16/4/2024).
"Kepsek sudah kami BAP (berita acara pemeriksaan), dia (SZ) mengakui melakukan pembinaan, bukan menganiaya atau kekerasan, itulah jawaban beliau," ujar Yasokhi membeberkan hasil pemeriksaan Disdik terhadap SZ, saat dihubungi Kompas.com, melalui telepon seluler, Jumat (19/4/2024).
Berdasarkan pengakuan SZ, peristiwa bermula saat YN dan tujuh teman sekelasnya menjalankan pelaksanaan praktik kerja industri (Prakerin) di Kantor Camat Siduaori.
Kemudian Sekretaris Camat Siduaori menelepon SZ pada Jumat (15/4/2024). Dia menyebut para siswa Prakerin sulit untuk disuruh bekerja.
"Sekcam menanyakan ke Kepsek apakah siswa Prakerin bisa disuruh dan pada saat menelepon dan Kepsek mengatakan bahwa bisa, sekertaris camat menjawab saya pikir mereka tidak bisa disuruh, kalau tidak bisa disuruh sebaiknya mereka dijemput, hari Senin (18/3/2024)," ujar Yasokhi menirukan ucapan SZ.
Keesokannya terjadi penganiayaan yang dilakukan SZ terhadap korban dan tujuh temannya.
"Mereka akui ada kesalahan, mereka sekretaris camat menyuruh mereka mengangkat genset, tetapi mereka (tidak mau), alasan siswa itu tidak dengar pak (saat disuruh), disitulah kepala sekolah mengepalkan tangannya, bukan ditinju tapi didorong ke kening kedelapan siswa tersebut," ujar Yasokhi.
Polisi akhirnya menahan SZ dan menetapkannya sebagai tersangka setelah rangkaian pemeriksaan.
Tersangka ditangkap pada Jumat (26/4/2024) sore.
"Kita telah melakukan berbagai tahapan penyelidikan, penyidikan, pengumpulan barang bukti, pemeriksaan secara otopsi, reka ulang adegan atau rekontruksi, penetapan tersangka, dan akhirnya kita telah menangkap, dan menahan pelaku di RTP Mako polres Nias selatan," kata Kepala Kepolisian Resor Nias Selatan AKBP Boney Wahyu Wicaksono, Sabtu (27/4/2024).
https://medan.kompas.com/read/2024/04/28/171338478/sederet-fakta-kasus-kepsek-aniaya-siswa-smk-di-nias-selatan-hingga-tewas