Salin Artikel

Kesaksian Ketua Ormas di Medan Dihajar Puluhan Orang dan Bantah Bacok Prajurit TNI

Doli mengeluh kesakitan di bagian kepalanya. Areal kelopak atas dan bawah matanya masih membiru. Bola matanya memerah. Terdapat beberapa jahitan di pelipis mata kanannya.

Ibunya, Valentina Panggabean terlihat duduk di sebelah kirinya. Sudah beberapa hari ini, wanita berusia 59 tahun itu mengurus anak pertamanya.

Mulai dari menyuap anaknya makan, memberi minum, sampai membopong Doli jika ingin ke kamar mandi. Valentina kerap kali memegang tangan anaknya sembari bercakap-cakap.

Jarum infus masih bersarang di tangan kiri Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Ranting Sekip ini. Dengan kondisi rahang yang masih sakit, Doli perlahan menceritakan masalahnya.

Masih jelas diingatnya, pada Minggu (4/8/2024), ia berada di Retro, tempat diskotek atau club malam yang berlokasi di Jalan Putri Hijau, bersama kawan-kawannya.

Sewaktu hendak membayar bill, anggotanya mengadu berantam dengan sekelompok orang. Mendengar itu, dia bergegas turun tangga menuju pelataran.

"Pas aku turun, ribut masih di situ (pelataran diskotek). Marhen (temannya) bilang gak terima dipukul pria baju merah serta teman-temannya," kata Doli saat diwawancarai Kompas.com.

"Tapi di pelataran itu, kami hanya jumpa teman pria baju merah. Dan di situ temannya (pria baju merah) ini ngaku pukul Marhen. Sempat berantam lah kami di situ," sambungnya.

Setelah itu, ia pulang dengan mengendarai mobil bersama lima kawannya (tapi tidak bersama Marhen) menuju Jalan Sekip. Ketika melewati angkringan di Bundaran SIB, tiba-tiba temannya menunjuk pria baju merah yang diduga memukuli Marhen.

Mereka berhenti dan mendatangi pria berbaju merah tersebut. Percekcokan pun terjadi. Doli mengaku sempat mengayunkan tangan kanannya untuk menumbuk pria berbaju merah tersebut namun tidak kena.

Sebab, entah kenapa, tiba-tiba dia terjatuh lalu dihujani pukulan dari kelompok pria berbaju merah. Doli berusaha melarikan diri. Akan tetapi, seorang pria dengan cepat memukul kepalanya memakai kursi.

"Di situ lah, pelipis mata kananku ini berdarah dihantam kursi. Tumbang lah aku. Entah bagaimana, aku dimasukkan ke dalam mobil. Terus, tak lama, aku dibopong sampai di rumah," ungkap Doli.


Sampai akhirnya, Doli diantar ke tempat tidurnya dan terlelap tidur. Besok paginya, sekitar pukul 07.30 WIB, terbangun karena mual. Sementara darah akibat luka di pelipisnya telah mengering.

Dirinya pun pergi ke klinik terdekat untuk mengobati lukanya. Pelipis mata kanannya mendapat delapan jahitan. Lalu, Doli kembali ke rumah dan sarapan pagi bersama ibunya.

Tak lama, dia kembali istirahat ke kamarnya di lantai tiga. Sedangkan ibunya pergi sejenak mencari obat sembari mengantar dan mengambil pakaian ke laundry.

Diculik, Dirampok, dan Dihajar Puluhan Orang

Sekitar pukul 10.00 WIB, Doli mendengar suara pintu rumahnya didobrak seseorang. Dirinya terkejut, rupanya puluhan orang masuk hingga ke kamarnya. Doli sempat berteriak rampok.

"Nah, di situ pria baju merah itu ada dan bilang, ini kau kan yang tadi mau mukul aku kan," ujar Doli.

Di situ, pria baju merah itu mengaku dari angkatan (prajurit TNI). Doli pun dihajar memakai tangan oleh sejumlah orang. Tak berhenti di situ, dia dipukul pula pakai dumbel, tongkat, tali skipping, hingga dilempar kursi.

"Kepalaku ditutup pakai kain. Aku dipukul dari lantai tiga sampai lantai satu," sebut Doli.

Sewaktu di lantai dua, ia melihat ibunya. Doli berteriak minta tolong. Akan tetapi, para pelaku tetap menghajar Doli di depan ibunya. Sampai akhirnya, Doli dimasukkan ke dalam mobil dan dibawa.

"Habis itu, keliling (naik mobil), aku dipukuli. Di mobil itu lah aku baru tahu, dari percakapan mereka, si baju merah ini Pratu Sianturi. Terus mereka bilang juga, ada anggota yang matanya buta dipukuli. Nah, terus kubilang aku tidak tahu soal itu," ungkapnya.

Ujungnya, dia dibawa ke Rumah Sakit Putri Hijau untuk menjalani perobatan dengan kondisi tangan kanannya diborgol di besi tempat tidur. Di situ lah, Pratu Sianturi mendatanginya lagi dan bercakap-cakap.

"Baru lah aku tahu ada prajurit (Pratu Defliadi) dianiaya sampai matanya buta. Aku tidak ikut soal pembacokan itu. Aku hanya berantam sama dia (Pratu Sianturi)," ucapnya.

Di samping itu, Doli mengungkap ada sejumlah barang-barang serta uangnya yang hilang usai didatangi puluhan orang di rumahnya.

"Dua handphone hilang, laptop satu unit, dan uang sekitar Rp 30 juta dari laci meja di kamar. Uang itu kutipan parkiran, hasil keringat kami. Ada airsoft gun juga, tapi itu saya pakai untuk latihan di rumah aja," ucapnya.


Dia pun menuturkan harapannya dapat berdamai dengan Pratu Sianturi. Meski begitu, dia ingin agar kepolisian dapat mengungkap fakta sebenarnya. Bahwa dirinya tidak terlibat dalam pembacokan Prada Defliadi.

"Kalau soal penganiayaan aku, diusut tuntas. Karena orang tuaku pasti shock therapy juga aku dipukuli di depannya," ujarnya.

Terkait penganiayaan yang dialami Doli, Valentina telah membuat laporan ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) 1/5 Medan pada Kamis (8/8/2024). Hal itu ditandai dengan Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan nomor: LP/24/VIII/2024.

Kodam I/BB akui ada prajurit yang datangi rumah Doli

Sebelumnya diberitakan, Kepala Penerangan Kodam I/BB Kolonel Rico Siagian mengatakan, prajurit TNI mendatangi rumah Doli usai mendapati Prada Defliadi terluka parah. Pihaknya mengamankan Doli dari lantai 3.

"Saat dijemput yang bersangkutan (Doli) bersembunyi di lantai 3 rumahnya dan melakukan perlawanan saat mau diamankan. Mau ambil pistol air softgun," bebernya.

Di lain pihak, Kapolrestabes Medan Kombes Teddy John Sahala Marbun mengatakan, ada lima orang yang ditetapkan menjadi tersangka kasus penganiayaan Prada Defliadi, anggota Yonif 100/PS dan Pratu A Sianturi.

Tersangka yang diamankan ada dua orang, yakni Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Ranting Sekip berinisial DHM (34) atau Doli dan anggotanya, RDS (45). Sementara tiga tersangka lainnya, TT, MJS, dan MIR masih diburu.

"Untuk motif masih didalami," kata Teddy saat diwawancarai di Polrestabes Medan pada Selasa (6/8/2024) malam.

https://medan.kompas.com/read/2024/08/11/144556978/kesaksian-ketua-ormas-di-medan-dihajar-puluhan-orang-dan-bantah-bacok-prajurit

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com