Salin Artikel

Derita Petani Simalungun Gagal Panen karena Hama Tikus dan Kekeringan

Mereka berharap besar pada jagung setelah dua tahun terakhir gagal panen padi karena serangan hama tikus yang sulit dikendalikan.

Imelda adalah salah satu petani di Desa Panei Tongah, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Serangan hama tikus dan kekeringan membuat banyak petani beralih menanam jagung. Jagung lebih mudah dirawat, tahan hama wereng, dan tidak membutuhkan banyak air.

"Kami sudah tiga tahun gagal panen padi. Air sedikit, tikus banyak. Sudah gotong royong berburu tikus, banyak yang mati. Tapi tetap saja, padi kami habis. Setahun lalu, tidak ada sebutir padi yang bisa dipanen," katanya, Senin (16/9/2024).

Dia menambahkan, kekeringan dan tikus adalah tantangan terbesar bagi petani.

Meski berbagai cara telah dilakukan, termasuk melibatkan aparat untuk berburu tikus, jumlah tikus terus bertambah.

"Kami sudah pakai belerang dan menembak tikus di lubangnya. Berhasil, tapi tikusnya tambah banyak. Kami beralih ke jagung, tapi pupuk subsidi terbatas dan yang komersil mahal," ujarnya.

Berburu tikus massal

Petani lain di Dusun Parlanggean, Desa Pematang Pane, Kecamatan Panombeian Pane, Simalungun, Bahrum Simanjuntak, mengungkapkan hal serupa. Serangan hama tikus membuat banyak petani mengalihkan lahan padi mereka ke jagung demi bertahan hidup.

Berburu tikus secara massal sudah dilakukan. Seluruh warga, dari anak-anak hingga orang dewasa, ikut terlibat.

"Dalam sehari, kami bisa menangkap 800 hingga 1.000 ekor tikus. Tapi, besoknya tikus-tikus itu kembali lebih banyak," jelas Bahrum.

Dia menduga penggunaan racun rumput mengurangi populasi ular, predator alami tikus. Akibatnya, tikus semakin tak terkendali. Kini, sekitar 30 persen lahan padi beralih ke jagung.

"Kami trauma menanam padi lagi. Jagung sekarang jadi pilihan untuk menyambung hidup," tambahnya.


Krisis air dan limbah

Masalah kekeringan juga terjadi di Desa Jangger Letto, Kecamatan Panei, Simalungun.

Charles Samosir mengatakan, sawah yang dulunya produktif bahkan digunakan untuk budidaya ikan kini tidak bisa dimanfaatkan lagi karena kekurangan air.

"Dulu habis panen, kami bisa masukkan ikan ke sawah. Sekarang, airnya kurang, pendapatan pun menurun," katanya.

Dia menambahkan, air yang dulunya melimpah kini berkurang karena dialihkan untuk kebutuhan perusahaan air minum.

Selain itu, pencemaran limbah industri ke sungai yang digunakan warga memperparah kondisi.

"Limbah ini membuat air tidak layak dipakai, padahal dulu bisa dipakai untuk mandi dan mencuci. Kami sudah melapor, tapi tanggapannya kurang memuaskan," keluh Charles.

Petani berharap pemerintah lebih memperhatikan kondisi mereka, karena petani adalah tulang punggung pangan negara.

"Harapan kami, pemerintah langsung mendengar keluhan petani, bukan hanya dari pihak lain," ujarnya.

Adaptasi perubahan iklim

Permasalahan hama tikus dan kekurangan air di Kecamatan Panei dan Panombeian Pane adalah dampak perubahan iklim.

Yayasan Bitra Indonesia, melalui program Sekolah Lapang Iklim (SLI), membantu petani beradaptasi.

Berliana Siregar, Manajer Divisi Pengembangan Masyarakat dan Lingkungan Yayasan Bitra Indonesia, menjelaskan, program ini berfokus pada pengelolaan air dan pertanian organik.

Setiap minggu, petani berkumpul untuk memantau kondisi lahan dan berdiskusi mencari solusi.

"Kami menggunakan metode pertanian 100 persen organik, mulai dari pemilihan bibit hingga pembuatan pupuk organik cair," ujarnya.

Program ini melibatkan pemerintah, akademisi, dan BMKG untuk memberikan materi tentang hama, penyakit tanaman, serta pengelolaan air yang efektif.


Pentingnya pengamatan iklim

Kepala Stasiun Klimatologi Sumatera Utara, Wahyu, menekankan pentingnya pengamatan iklim sebelum menentukan tanaman yang cocok ditanam di suatu lokasi.

"Pengamatan curah hujan adalah kunci. Data curah hujan selama minimal lima tahun harus dikumpulkan untuk mengetahui jenis tanaman yang sesuai," katanya.

Wahyu juga menyebutkan bahwa perubahan iklim telah memengaruhi jenis tanaman di beberapa daerah. Petani harus menyesuaikan dengan kondisi alam agar tidak gagal panen.

Pengendalian hama tikus

Sementara itu, Kepala Badan Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara, Marino, menyarankan tanam serentak dan berburu tikus secara massal.

Selain itu, burung hantu sebagai predator alami tikus bisa dimanfaatkan dengan memasang rumah burung hantu di lahan sawah.

"Urin sapi atau kambing bisa diaplikasikan untuk menolak tikus, dan pengumpanan massal saat pengolahan tanah secara serentak juga efektif," jelasnya.

https://medan.kompas.com/read/2024/09/20/151206078/derita-petani-simalungun-gagal-panen-karena-hama-tikus-dan-kekeringan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com