Meskipun peresmian ini menandai kemajuan dalam proyek senilai Rp 1,76 triliun, masih terdapat masalah sengketa ganti rugi tanah yang belum terselesaikan.
Sengketa ini muncul karena belum adanya putusan inkrah mengenai harga ganti rugi tanah bagi sekelompok warga di sekitar lokasi bendungan.
Pengacara warga dari EL Law Office, Eri Lukmanul Hakim Pulungan menyatakan, sekitar 200 warga masih bersengketa. Dari jumlah itu, 64 di antaranya memberikan kuasa kepada EL Law Office.
Eri menjelaskan, sengketa terjadi karena pemerintah, melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), menetapkan harga ganti rugi tanah sangat rendah, mulai dari Rp 15.000 per meter persegi.
"KJPP menentukan nilainya variatif, enggak sama semuanya, ada yang Rp 15.000, ada yang Rp 25.000, ada yang Rp 100.000, bahkan ada yang Rp 200.000, sehingga menurut warga harga tersebut tidak berkeadilan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com.
Menurut Eri, harga tersebut sangat tidak mencerminkan nilai pasaran tanah di sekitar Bendungan Lau Simeme, yang berkisar Rp 400.000 per meter persegi.
Warga kemudian mengajukan permohonan keberatan atas harga tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam.
Hasilnya, hakim PN Lubuk Pakam mengabulkan 48 permohonan warga, sementara 16 permohonan lainnya tidak dikabulkan.
Dari 48 permohonan yang dikabulkan, harga tanah yang awalnya rendah kini meningkat, berkisar Rp 100.000-300.000 per meter persegi.
Namun, pemerintah melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) II dan Badan Pertanahan Nasional Deli Serdang (BPN) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
"Jadi pihak BWS dan BPN mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap 48 warga yang menang di Pengadilan Lubuk Pakam. Sedangkan 16 warga yang kalah juga melakukan upaya hukum kasasi," jelas Eri.
Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil putusan kasasi dari Mahkamah Agung.
"Namun masih belum tahu kapan keluarnya, tetapi seharusnya berdasarkan Pasal 22 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016, putusan tersebut sudah harus putus dalam waktu satu bulan sejak didaftarkan. Kami mendaftarkannya sejak bulan Juli," tambahnya.
Eri menekankan, warga meminta harga tanah disamaratakan, dengan harga yang tidak terlalu murah.
"Kalau Rp 15.000/meter, ganti ruginya mereka mau beli tanah ke tempat yang lain pun tidak cukup, karena pasaran tanah di sekitar lokasi mereka saat ini kurang lebih Rp 400.000 per meter," tandasnya.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deli Serdang, Abdul Rahim Lubis, belum memberikan jawaban saat dihubungi.
Namun, Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, Bob Arthur Lombogia, mengakui bahwa proses ganti rugi tanah warga masih belum tuntas.
"Untuk masalah tanah itu tetap kami proses dan hak-hak warga kami perhatikan sampai sekarang," ujarnya.
Bob tidak merinci kendala yang menyebabkan belum tuntasnya ganti rugi tersebut, tetapi menegaskan bahwa pemerintah akan bertanggung jawab.
"Namun dalam proses, ada tahapan-tahapan yang harus kami tempuh. Kami juga menempuh proses pengadaan tanah agar saat kami membayar tanah ini, aman bagi masyarakat dan aman bagi kami," tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa proyek bendungan ini telah dimulai sejak 2018 dengan anggaran sebesar Rp 1,76 triliun.
Bendungan ini diharapkan dapat mengurangi banjir di Kota Medan dan Deli Serdang serta mengairi sawah di sekitar waduk.
"Bendungan ini sangat besar, dengan luas genangan 125 hektar dan volume tampung 21 juta meter kubik. Kita harapkan bendungan ini bermanfaat bagi Provinsi Sumatera Utara," ujarnya.
https://medan.kompas.com/read/2024/10/17/203334878/jokowi-resmikan-bendungan-lau-simeme-masalah-ganti-rugi-tanah-belum-tuntas