Salin Artikel

Debat Pilkada Sumut: Edy Rahmayadi Sebut Medan Kota Terkotor, Bobby Nasution Mengaku Di-"prank" TPA

Dua pasang calon gubernur, Bobby Nasution-Surya dan Edy Rahmayadi-Hasan Basri, saling serang terkait persoalan sampah yang selama ini menjadi masalah di Provinsi Sumut, khususnya di Kota Medan.

Edy Rahmayadi menanggapi masalah sampah dengan menyebut Kota Medan sebagai kota terkotor di Indonesia.

Menurutnya, ini menjadi bukti ketidakmampuan pengelolaan sampah di kota ini. Namun, Bobby Nasution mengungkapkan pengalamannya yang merasa ‘diprank’ oleh Edy terkait rencana pembangunan tempat pembuangan sampah (TPA) regional.

Moderator membuka debat dengan pertanyaan mengenai bagaimana kedua paslon mengatasi permasalahan sampah yang terus meningkat, dengan data 1,82 juta ton sampah pada tahun 2023 di Sumut.

Surya, wakil dari Bobby, mengatakan tim mereka menawarkan solusi dengan membangun tempat pengelolaan sampah terpadu di setiap kabupaten/kota sebelum dibuang ke TPA regional.

Surya juga menyinggung rencana pembangunan TPA regional Medan, Binjai, dan Deli Serdang (Mebidang) yang sempat digagas saat Edy Rahmayadi menjadi gubernur, namun hingga kini belum terlaksana.

“Tidak ada realisasinya. Sementara Kota Medan sudah membeli tanah di Kecamatan STM Hilir, Deli Serdang, tapi sampai sekarang, yang menjadi tanggung jawab gubernur, TPA regional ini belum terwujud,” ujar Surya.

Bobby menambahkan, ketika dirinya masih menjadi Walikota Medan, dia mengikuti arahan Edy untuk membangun TPA regional. Namun, setelah lahan dibeli Pemko Medan, tidak ada dukungan lebih lanjut dari Pemprov Sumut untuk merealisasikannya.

“Pengadaan lahan kami sudah lakukan di sana, sekitar 20 hektar. Kami sudah membeli tanah untuk TPA regional, tapi sayangnya hanya dibiarkan begitu saja. Hingga kini tidak jelas keadaannya,” ungkap Bobby.


Menanggapi kritik tersebut, Hasan Basri, wakil dari Edy, menyebutkan bahwa persoalan sampah erat kaitannya dengan infrastruktur yang ada di pemerintah kabupaten/kota, termasuk di Kota Medan.

Menurutnya, banyak infrastruktur yang belum terlaksana, yang menyebabkan sampah tidak bisa dikelola dengan baik.

“Buktinya, pembangunan infrastruktur seperti Pasar Aksara dan drainase di Kota Medan tidak selesai. Ini yang menjadi salah satu penyebab sampah menumpuk,” ujar Hasan.

Edy Rahmayadi pun menegaskan Kota Medan berpredikat sebagai kota terkotor di Indonesia.

“Perlu saya sampaikan, Kota Medan adalah terkotor di seluruh Indonesia,” kata Edy.

Bobby membenarkan bahwa Medan memang pernah menjadi kota terjorok, tapi hal tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat sebagai wali kota.

Dia menjelaskan saat menjabat, telah memperbaiki TPA dengan mengubah sistem open dumping menjadi sanitary landfill, yang akhirnya mendapatkan penghargaan dari kementerian.

“Medan memang pernah menjadi kota terkotor, tapi itu sebelum saya jadi wali kota. Saat saya menjabat, kami melakukan perbaikan TPA, dan itu mendapatkan penghargaan. Saya rasa Pak Edy harus melihat datanya dengan lebih seksama,” ujar Bobby.

Bobby juga menyindir jawaban Hasan yang mengaitkan masalah sampah dengan pembangunan infrastruktur yang belum tuntas di Kota Medan.

Ia lalu mengaitkan hal itu dengan proyek pembangunan jalan senilai Rp 2,7 triliun yang tidak tuntas pada masa kepemimpinan Edy.

“Pak Hasan, kita sama-sama belajar, tapi jawaban Anda soal sampah kok nggak nyambung. Kalau proyek Rp 2,7 triliun gagal, apakah itu juga yang menyebabkan sampah menumpuk?” tanya Bobby.

Hasan Basri pun membalas, menjelaskan pembangunan di Kota Medan memang belum selesai, namun tidak bisa dikaitkan langsung dengan masalah sampah.

Debat ini mengungkapkan ketegangan antara kedua pasangan calon mengenai pengelolaan sampah dan infrastruktur di Sumut, yang menjadi salah satu isu besar menjelang Pilkada Sumut.

https://medan.kompas.com/read/2024/11/07/075838478/debat-pilkada-sumut-edy-rahmayadi-sebut-medan-kota-terkotor-bobby-nasution

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com