Jovi merupakan terdakwa tindak pidana UU ITE (pencemaran nama baik) terhadap rekan kerjanya,
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (Jovi) oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Irpan Hasan Lubis saat membacakan putusan, Selasa.
Majelis hakim menyatakan Jovi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum.
"Menetapkan bahwa pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada perintah hakim karena terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana lain, sebelum berakhirnya masa percobaan selama satu tahun," ungkap hakim.
Majelis hakim juga memerintahkan agar terdakwa Jovi dikeluarkan dari tahanan kota.
"Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," ujar hakim.
Jovi mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim, yang dalam pertimbangan menjatuhkan putusan, masih menggunakan hati nurani.
"Majelis hakim melihat bahwa niat saya itu baik, saya ingin kejaksaan itu bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hakim juga mampu melihat track record saya, karena saya bukan jaksa bajingan, jaksa yang suka memeras, dan melakukan gratifikasi," ujar Jovi, saat ditemui usai sidang.
Jovi menyampaikan, pertimbangan majelis hakim tersebut karena apa yang sudah dia berikan kepada institusinya, yaitu berupa legasi positif.
Adanya putusan Mahkamah Konstitusi, tertutupnya celah hukum bagi anggota partai politik untuk menjadi jaksa agung.
"Selain itu, berkaitan dengan putusan saya dinyatakan bersalah, saya bersama kuasa hukum, bersepakat dan meyakini saya tidak bersalah," katanya.
Kuasa hukum Jovi mengatakan, terkait putusan hakim, mereka akan mengajukan banding.
"Dan secara tegas kami menyatakan akan banding. Ini bukan masalah lamanya hukuman, tapi ini masalah tidak adanya pelajaran kepada publik, bahwa orang akan takut mengkritik," ucap kuasa hukumnya, Jaja Batubara dan kawan-kawan.
Diketahui, Jovi Andrea Bachtiar dituntut dua tahun penjara atas tuduhan menyebarkan informasi yang melanggar kesusilaan di media sosial.
Kasus ini telah menjadi perhatian publik dan viral di media sosial, di mana Jovi menyebut dirinya sebagai korban kriminalisasi.
Pada 14 Mei 2024, Nella Marsella, rekan Jovi di Kejaksaan Negeri Tapsel, menerima tangkapan layar unggahan dari akun Instagram Jovi yang dianggap memfitnah.
Dalam unggahan tersebut, Jovi mengajak lembaga swadaya masyarakat untuk melaporkan penggunaan mobil dinas oleh Nella untuk kepentingan pribadi.
Meskipun Nella telah melaporkan kasus ini ke Polres Tapsel, proses hukum terhadap Jovi berlanjut hingga sidang tuntutan pada 14 Mei 2024, di mana JPU menuntutnya dengan pidana penjara selama dua tahun.
Komisi III DPR RI juga sudah menggelar rapat dengar pendapat untuk membahas kasus yang melibatkan Jovi Andrea Bachtiar, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (21/11/2024).
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, merekomendasikan agar Kejati Sumatera Utara memastikan laporan Nella Marsela diproses secara profesional.
Kemudian, meminta Kejagung mengevaluasi sanksi kepada Jovi dengan tetap berpedoman pada undang-undang, dan memperhatikan aspek keadilan dan kemanusiaan.
Dan meminta kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk menerima dan memproses semua bentuk laporan jajaran Korps Adhyaksa dengan transparan, adil, dan profesional, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
https://medan.kompas.com/read/2024/11/26/171542878/jaksa-jovi-divonis-6-bulan-penjara-tapi-bebas-dari-tahanan