Salin Artikel

Orangtua Ungkap Alasan Videokan Anaknya Dihukum Duduk di Lantai karena Tunggak SPP

Kamelia ibu dari MA, merekam peristiwa saat anaknya dihukum, menggunakan ponsel. Video itu kemudian viral. 

Kamelia mengaku sama sekali tak berniah untuk menghebohkan peristiwa ini. Namun dia mengaku prihatin dengan kondisi anaknya yang menerima hukuman tak pantas
tersebut.

Ditambah lagi saat peristiwa terjadi tidak ada rasa menyesal dari Haryati. Justru Haryati menantangnya untuk mem viralkan peristiwa itu.

"Jadi niat buat video itu, tadi bukan buat supaya sampai seperti ini (viral), enggak sebenarnya. Saya hanya (ingin) ngasih pelajaran, karena saya ditantang (guru itu) viral kan. Saya bilang ke dia, Ibu jangan sampai viral perbuatan ini, viralkan katanya," ujar Kamelia kepada wartawan, Minggu (12/1/2025)

Kamelia mengatakan selama ini pihak sekolah banyak membantu uang sekolah anaknya, namun dia tidak terima dengan perlakukan Haryati kepada anaknya.

"Saya coba buat video itu hanya untuk memberi pelajaran, bukan untuk buat seperti viral atau saya mengharap dapat bantuan bukan gitu. Saya juga enggak juga punya niat untuk buat jelekan sekolah, tidak. Saya hanya menyayangkan sikap oknum gurunya," ungkap Kamelia.

"Cuman dia (guru itu) yang bersifat kayak gitu sama murid, jadi biar ada efek jera nya juga. Jangan ada (peristiwa) yang dialami kayak anak saya jangan ada korban lagi," tandas Kamelia.

Terkait tindakan Haryati ini, Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan telah memberi menghukum Haryati hukuman skorsing.

Ahmad juga menegaskan pihaknya tidak pernah membuat aturan yang mengharuskan siswanya duduk di lantai jika belum membayar SPP.

Kebijakan Itu, menurut dia, merupakan inisiatif pribadi Haryati.

Video siswa dihukum di lantai Viral

Sebelumnya diberitakan, viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan siswa SD dihukum duduk di lantai karena menunggak SPP. Ibu bocah tersebut, Kamelia merekam kejadian itu sambil menangis.

Kamelia mengatakan anaknya memang menunggak uang SPP selama 3 bulan, totalnya Rp 180 ribu. Kata dia, salah satu faktor anaknya menunggak SPP adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun akhir 2024 belum cair.

Kemudian, Kamelia berencana menebus uang sekolah anaknya pada Rabu (8/1/2025). Dia ingin menjual handphone-nya terlebih dahulu untuk tambahan membayar uang sekolah. Langkah itu dilakukan karena ekonomi nya pas pas an, suaminya hanya seorang pekerja bangunan.

Namun, sebelum pergi ke sekolah anaknya, dia sempat mendengar cerita anaknya yang malu datang ke sekolah karena sudah dua hari dihukum belajar di lantai oleh gurunya, dari jam masuk sekolah pukul 08.00 hingga 13.00.

Kala itu, Kamelia tidak langsung percaya, sehingga pada Rabu (8/1/2025) dia langsung datang ke sekolah.

Lalu, saat tiba di ruang kelas, Kamelia melihat anaknya duduk di lantai sementara teman-teman yang lain duduk di kursi. Kamelia lalu terlibat cekcok dengan Haryati lalu kemudian memvideo kan kondisi anaknya yang belajar di lantai.

https://medan.kompas.com/read/2025/01/12/194030678/orangtua-ungkap-alasan-videokan-anaknya-dihukum-duduk-di-lantai-karena-tunggak

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com