Salin Artikel

Yayasan Sebut Siswa yang Dihukum Belajar di Lantai Dapat Bantuan PIP dan Gratis 6 Bulan Uang Sekolah

MEDAN, KOMPAS.com - Siswa kelas IV SD Abdi Sukma, Kota Medan, MA (10), dihukum belajar di lantai oleh gurunya, Haryati, karena menunggak membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).

Terkait persoalan itu, Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan, buka suara.

Dia mengatakan tindakan yang dilakukan Haryati jelas salah. Pihaknya tidak pernah memerintahkan guru maupun kepala sekolah menghukum dengan cara seperti itu.

Karena itu, yayasan telah menskors Haryati.

Lalu, Ahmad menceritakan Yayasan Abdi Sukma sejak berdiri tahun 1963 diperuntukkan untuk membantu siswa yang kurang mampu.

Dia mengatakan, di SD Abdi Sukma ini, ada 131 siswa yang seluruh uang sekolahnya setiap tahunnya, dari Januari hingga Juni, gratis atau ditanggung oleh bantuan operasional sekolah (BOS).

"Kami di sekolah itu memberikan prioritas bantuan enam bulan gratis dari Januari sampai Juni untuk uang sekolah. Juli sampai Desember itu baru bayar, uang sekolahnya kelas 4 sampai kelas 6 itu Rp 60.000," ujar Ahmad kepada wartawan di kantor Ombudsman Sumut, Senin (13/1/2025).

Selain itu, kata dia, pihaknya juga mencarikan biaya bantuan program Indonesia Pintar (PIP) bagi siswanya.

Menurut dia, sejauh ini sudah ada 79 siswa yang mendapatkan PIP, termasuk MA dan adiknya, yang duduk di kelas 1 SD Abdi Sukma.

"(MA) dapat PIP di tahun 2022, 2023, dan 2024, nilainya itu Rp 450.000 per tahun," ujar Ahmad.

Kata dia, uang itu langsung ditransfer pemerintah pusat ke rekening orangtua MA.

Tentunya, bila uang itu dibayarkan, untuk keperluan SPP yang jumlahnya Rp 60.000 per bulan selama satu semester akan cukup.

"Begitulah faktanya (SPP belum dibayar)," ujar Ahmad.

Sementara itu, ibu MA, Kamelia, sebelumnya mengakui bahwa anaknya menerima PIP.

Namun, kata dia, untuk uang PIP, MA dan adiknya di tahun 2024 belum keluar.

Sementara itu, dia mengalami kesulitan ekonomi karena suaminya hanya bekerja sebagai kuli bangunan.

"Kalau cair, Rp 450.000, uangnya itu akan saya habiskan untuk biaya sekolah, tidak pernah saya ambil. Kalau (ada sisanya) saya bayarkan uang buku. (Tunggakan) karena di tahun 2024 belum keluar (dana PIP). (Jadi) saya sanggupnya bayar tiga bulan uang SPP MA dan adiknya juga tiga bulan," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan siswa SD dihukum duduk di lantai karena menunggak SPP.

Ibu bocah tersebut, Kamelia, merekam kejadian itu sambil menangis.

Kamelia mengatakan anaknya memang menunggak uang SPP selama tiga bulan, totalnya Rp 180.000.

Dia mengatakan, salah satu faktor anaknya menunggak SPP adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun akhir 2024 belum cair.

Kemudian, Kamelia berencana menebus uang sekolah anaknya pada Rabu (8/1/2025).

Dia ingin menjual handphone-nya terlebih dahulu untuk tambahan membayar uang sekolah.

Namun, sebelum dia pergi ke sekolah, dia sempat mendengar cerita anaknya yang malu datang ke sekolah karena sudah dua hari dihukum belajar di lantai oleh gurunya dari jam masuk sekolah pukul 08.00 hingga 13.00.

Kala itu, Kamelia tidak langsung percaya sehingga pada Rabu (8/1/2025) dia langsung datang ke sekolah.

Lalu, saat tiba di ruang kelas, Kamelia melihat anaknya duduk di lantai, sementara teman-teman yang lain duduk di kursi.

https://medan.kompas.com/read/2025/01/13/222920978/yayasan-sebut-siswa-yang-dihukum-belajar-di-lantai-dapat-bantuan-pip-dan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com