Salin Artikel

Viral CCTV Siswa SD Dihukum Belajar di Lantai Disebut "Settingan", Orangtua dan Yayasan Buka Suara

MEDAN, KOMPAS.com - Sebuah video CCTV yang menyebutkan viralnya peristiwa siswa SD Abdi Sukma, M (10), dihukum belajar di lantai oleh gurunya adalah settingan beredar di media sosial.

Dalam video itu, dinarasikan, orangtua M yang men-setting peristiwa tersebut.

Dilihat dari grup Facebook Patumbak, Marendal, Delitua, Bersatu, ada dua video yang beredar.

Video pertama berdurasi 4 menit 53 detik, tampak waktu di rekaman video menunjukkan tanggal 8 Januari 2025 pukul 10.19.

Awalnya, tampak para siswa memasuki ruang kelas seusai jam istirahat, lalu Haryati datang memasuki kelas dan langsung menemui siswa yang berada di belakang.

Sementara itu, M saat itu tampak baru masuk kelas dan berdiri di meja paling depan, seolah mengobrol dengan temannya.

Tidak lama berselang, M kemudian mendatangi pintu kelas seperti menemui seseorang.

Di video tersebut disebutkan bahwa orang yang ditemui M adalah ibunya, Kamelia.

Namun, di rekaman CCTV tidak terlihat Kamelia di sana.

"Itulah mamaknya, mamaknya," ujar suara perempuan dalam video tersebut.

Kemudian, setelah menemui seseorang di depan pintu kelas, M pergi ke belakang mengambil sesuatu, lalu duduk di depan kelas, posisinya seperti yang terlihat dalam video viral yang beredar.

"Kan udah setting-nya, kan disuruh anaknya duduk, maka dari awal kita harus tahu posisinya," ujar suara wanita dalam rekaman video.

Di video kedua berdurasi 2 menit 15 detik, terlihat Haryati dan Kamelia terlibat cekcok hingga akhirnya video tersebut viral di media sosial.

"Sudah di-settingnya kan? Dia (awalnya) ngomong di luar, tetapi kabar sudah apa kan, sudah video kan, kan sudah memang di-setting-nya untuk memviralkan sekolah ini," ujar perekam dalam video.

Terkait tuduhan tersebut, Kamelia melalui pendampingnya, Ria Pintauli Sitorus, membantah bahwa kasus anaknya ini merupakan settingan.

Namun, Ria tidak mendetailkan bentuk bantahan yang dimaksud.

Dia mengatakan, pihaknya akan melakukan konferensi pers untuk menjelaskan persoalan ini.

"Ada nanti waktu yang kami sediakan untuk semua media, kami akan melakukan konferensi pers terkait isu yang mana video itu adalah settingan, yang mana perbuatan Kamelia menyuruh anaknya itu, nanti kami bantah, nanti ada lawyer yang akan menjelaskannya," ujar Ria kepada Kompas.com melalui nomor telepon seluler, Selasa (14/1/2025).

Sementara itu, Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan, mengatakan, bila dilihat di CCTV, rekaman video itu terjadi pada Rabu (8/1/2025), sama dengan waktu kejadian peristiwa viral tersebut.

Dia mengatakan, di video tampak Kamelia memanggil anaknya dari depan pintu, lalu menyuruh M untuk duduk di depan kelas.

"Kemudian, anaknya mengambil sepatu ke belakang, kemudian disuruhnya duduk, anak itu menunjuk (ke depan), (lalu) direkam (Kamelia). Setelah terekam itu, tampak dari pintu ujung, dia (Kamelia) walaupun tidak tampak seluruhnya, tetapi sebagian gerakan badannya tampak," ujar Ahmad kepada wartawan saat ditanya di Kantor Ombudsman Sumut, Senin (13/1/2025).

Disinggung apakah Kamelia melakukan hal itu untuk meminta M memperagakan hukuman dari Haryati, Ahmad tidak mengetahuinya secara pasti.

"Enggak tahu kami (soalnya), suaranya tidak ada," ujarnya.

Kendati demikian, Ahmad mengakui bahwa pada tanggal 6 hingga 7 Januari 2025, Haryati memang menghukum M dengan belajar duduk di lantai karena menunggak SPP.

"Di tanggal 6 dan 7 memang memberikan (hukuman itu), kami akui itu, bahwa guru sekolah memberikan hukuman, itu kesalahan fatal yang dilakukan guru," katanya.

Namun, kata Ahmad, hukuman yang diberikan Haryati adalah atas inisiatif pribadinya, tidak ada perintah dari sekolah. Atas perbuatannya, kini Haryati di-skors.

Sebelumnya diberitakan, viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan siswa SD dihukum duduk di lantai karena menunggak SPP.

Ibu bocah tersebut, Kamelia, merekam kejadian itu sambil menangis.

Kamelia mengatakan anaknya memang menunggak uang SPP selama tiga bulan, totalnya Rp 180.000.

Dia mengatakan, salah satu faktor anaknya menunggak SPP adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) pada akhir 2024 belum cair.

Kemudian, Kamelia berencana menebus uang sekolah anaknya pada Rabu (8/1/2025).

Dia ingin menjual handphone-nya terlebih dahulu untuk tambahan membayar uang sekolah.

Namun, sebelum dia pergi ke sekolah, dia sempat mendengar cerita anaknya yang malu datang ke sekolah karena sudah dua hari dihukum belajar di lantai oleh gurunya dari jam masuk sekolah pukul 08.00 hingga 13.00.

Kala itu, Kamelia tidak langsung percaya, sehingga pada Rabu (8/1/2025) dia langsung datang ke sekolah.

Lalu, saat tiba di ruang kelas, Kamelia melihat anaknya duduk di lantai, sementara teman-teman yang lain duduk di kursi.

Kamelia lalu terlibat cekcok dengan Haryati dan kemudian merekam kondisi anaknya yang belajar di lantai.

https://medan.kompas.com/read/2025/01/14/215841078/viral-cctv-siswa-sd-dihukum-belajar-di-lantai-disebut-settingan-orangtua-dan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com