Salin Artikel

Mengapa Ibu Siswa SD yang Dihukum Duduk di Lantai Meminta Rp 15 Juta Saat Mediasi?

KOMPAS.com - Polisi menggelar mediasi terkait kasus siswa SD di Kota Medan, inisial MA, yang dihukum belajar di lantai karena menunggak SPP.

Mediasi ini berlangsung di Polrestabes Medan pada Selasa (11/2/2025), dengan melibatkan Kamelia, ibu kandung MA, serta Hartati, guru yang dilaporkan dalam kasus ini.

Apakah Mediasi Membuahkan Hasil?

Proses mediasi antara kedua belah pihak ternyata tidak menemukan kesepakatan. Kamelia mengungkapkan, ada tuntutan yang diajukannya, tetapi tidak disetujui pihak Hartati.

"Ya (pertemuan hari ini) untuk berdamai, kan ada kesepakatan, tetapi mereka tidak menyetujuinya," kata Kamelia saat diwawancarai di depan Polrestabes Medan.

Mengapa Kamelia Mengajukan Permintaan Rp 15 Juta?

Kamelia menjelaskan, ia meminta ganti rugi sebesar Rp 15 juta sebagai kompensasi untuk biaya yang telah dikeluarkan, termasuk membawa anaknya ke psikolog akibat dampak kejadian tersebut.

"Kayak saya kan jujur, biaya membawa anak ke psikolog dan lainnya kan mengeluarkan biaya. Saya minta ganti rugi, itu saja. Totalnya sekitar Rp 15 juta. Namun, beliau keberatan," ucapnya.

Karena tidak ada kesepakatan, Kamelia menegaskan, laporan yang telah dia ajukan akan tetap diproses di Polrestabes Medan. Ia berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan adil.

Bagaimana Sikap Kuasa Hukum Hartati?

Di sisi lain, Israk Mitrawany, kuasa hukum Hartati, mengungkapkan, mediasi berakhir tanpa hasil karena pihaknya tidak dapat memenuhi permintaan dari Kamelia.

"Alasannya, kami tidak memenuhi permintaan mereka. Ada-lah sejumlah, yang tak perlu disebutkan, jauh dari kemampuan klien kami," ujarnya.

Israk menegaskan bahwa pihaknya akan tetap mengikuti proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.

Bagaimana Kronologi Kejadian?

Kamelia melaporkan Hartati ke Polrestabes Medan pada Selasa (14/1/2025) dengan dugaan kekerasan terhadap anak.

Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/132/I/2025/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut.

Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setyawan, menjelaskan, laporan ini berkaitan dengan hukuman yang diberikan kepada MA, yang dipaksa duduk di lantai selama proses belajar mengajar.

Kamelia mengaku mengetahui kejadian ini setelah MA merasa malu untuk berangkat ke sekolah pada Rabu (8/1/2025).

Ia kemudian mendatangi sekolah anaknya, yang berada di bawah naungan Yayasan Abdi Sukma di Kota Medan, pada pukul 10.00 WIB untuk memastikan kebenaran cerita anaknya.

Setibanya di lokasi, Kamelia melihat MA memang duduk di lantai kelas 4 SD saat pelajaran berlangsung.

Ia kemudian mempertanyakan hal ini kepada Hartati, yang menjelaskan bahwa siswa yang belum membayar SPP dan belum mengambil rapor tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran.

Apa Langkah Selanjutnya?

Dengan tidak adanya kesepakatan dalam mediasi, kasus ini akan tetap berlanjut dalam proses hukum di Polrestabes Medan.

Pihak Kamelia berharap agar ada keadilan bagi anaknya, sementara pihak Hartati akan mengikuti prosedur yang berlaku sesuai ketentuan hukum yang ada.

(Penulis Kontributor Medan Kompas.com, Goklas Wisely) 

https://medan.kompas.com/read/2025/02/12/051000978/mengapa-ibu-siswa-sd-yang-dihukum-duduk-di-lantai-meminta-rp-15-juta-saat

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com