Salin Artikel

Kronologi Bongkar Pagar di Kawasan Hutan Lindung: Kadis LHK Sumut Dilaporkan ke Polisi hingga Bobby Bereaksi

KOMPAS.com - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Sumatera Utara, Yuliani Siregar, tengah menghadapi laporan hukum dari PT Tun Sewindu, perusahaan tambak udang di Kabupaten Deli Serdang.

Peristiwa ini berawal dari aksi pembongkaran pagar seng yang mengelilingi 48 hektar kawasan hutan lindung di Desa Ragemuk, Kecamatan Pantai Labu.

Awal Mula Persoalan

Masalah mencuat pada Januari 2025. Saat itu, warga Desa Ragemuk memprotes keberadaan pagar seng milik PT Tun Sewindu yang didirikan di atas lahan yang diklaim sebagai kawasan hutan lindung.

Pemagaran tersebut membentang sepanjang lebih dari 800 meter, dengan ketinggian sekitar 3 meter dan berada sekitar 200 meter dari bibir pantai.

Di dekat pagar, terpasang plang yang menegaskan bahwa wilayah tersebut adalah kawasan hutan negara.

Mendengar keluhan masyarakat, Yuliani turun langsung ke lokasi pada Minggu, 23 Februari 2025. Ia mengajak warga membongkar pagar tersebut karena diyakini melanggar aturan kehutanan.

"Alasan pembongkaran yang pertama, adanya pengaduan masyarakat. Kedua, itu kawasan hutan, kawasan hutan lindung. Mana ada orang yang bisa memiliki kawasan hutan tanpa izin," ujar Yuliani kala itu.

Penjelasan Perusahaan

Namun, langkah Yuliani berbuntut panjang. Empat hari setelah pembongkaran, pada Kamis, 27 Februari 2025, PT Tun Sewindu melaporkan Yuliani ke Polda Sumut.

Pengacara perusahaan tersebut, Junirwan Kurnia, menilai tindakan Yuliani ilegal karena pagar yang dibongkar adalah milik sah kliennya.

"Jadi, saya melaporkan Kadis LHK Sumut dalam kasus pembongkaran ilegal pagar tambak udang PT Tun Sewindu," kata Junirwan dalam keterangan tertulis, Minggu, 2 Maret 2025.

Menurut Junirwan, lahan tambak yang dipagari memiliki luas 40,08 hektar dan telah dikuasai kliennya sejak 1982, setelah dibeli dari masyarakat melalui mekanisme ganti rugi.

Ia mengakui bahwa baru pada 2022 pihaknya mengetahui sekitar 12 persen dari lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung.

Menyadari hal itu, mereka telah mengajukan permohonan pelepasan kawasan serta proses perizinan lebih lanjut agar usaha tambak udang mereka tidak lagi berstatus ilegal.

Junirwan menambahkan, pihaknya memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dari camat yang membuktikan kepemilikan lahan tambak tersebut.

Ia juga menyatakan bahwa pagar seng tersebut sudah ada sejak 1988 dan baru diperbarui dalam satu bulan terakhir sebelum pembongkaran terjadi.

Karena itu, Junirwan menyayangkan tindakan Yuliani yang, menurutnya, justru memprovokasi masyarakat untuk membongkar pagar milik PT Tun Sewindu.

"Seharusnya Pemprov Sumut memiliki skema yang baik dalam menyelesaikan persoalan ini, bukan memprovokasi rakyat untuk merusak dan mengambil pagar seng milik kliennya," kata  Junirwan.

Respons Yuliani

Di sisi lain, Yuliani menegaskan bahwa tindakannya merupakan bagian dari penegakan hukum atas kawasan hutan negara yang dikuasai secara ilegal.

"Saya kan menegakkan hukum. Saya bukan pencuri, dan saya tidak ada korupsi. Saya mengamankan lahan negara, kenapa saya mesti takut? Saya tidak menentang hukum," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu, 2 Maret 2025.

Yuliani menjelaskan pihaknya telah meminta PT Tun Sewindu untuk membongkar pagar secara sukarela sebelum mengambil tindakan tegas, tetapi permintaan tersebut tidak diindahkan.

"Saya sudah benar-benar bertindak sesuai prosedur hukum. Saya sudah cek, itu adalah kawasan hutan lindung," tuturnya.  

"Saya juga sudah perintahkan Kepala Perwakilan Hutan (KPH) Wilayah I untuk berkoordinasi dengan pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan, tetapi mereka tidak mau membuka sendri sengnya," ucap Yuliani. 

Tanggapan Gubernur Sumut Bobby Nasution

Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, turut memberikan dukungan kepada Yuliani. Ia meminta Kadis LHK Sumut untuk tegas melawan pihak yang menguasai kawasan hutan lindung.

"Kita lihat dulu ya. Yang pasti, kalau betul-betul itu hutan lindung, lawan, saya bilang," ujar Bobby saat meninjau RSUD Taferi di Kabupaten Nias Utara, Senin, 10 Maret 2025.

Bobby bahkan mengusulkan agar Dinas KLH Sumut melaporkan balik pihak PT Tun Sewindu yang telah memolisikan Yuliani.

"Kalau itu betul hutan lindung, area masih hutan lindung ya lawan. Jangan hanya kita yang dilaporkan, tetapi laporkan balik dan tindak sekalian," ujarnya.

(Penulis Kontributor Medan Kompas.com: Rahmat Utomo)

https://medan.kompas.com/read/2025/03/12/073051178/kronologi-bongkar-pagar-di-kawasan-hutan-lindung-kadis-lhk-sumut-dilaporkan-ke

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com