MEDAN, KOMPAS.com – Sejumlah aktivis pro-demokrasi yang tergabung dalam Aksi Kamisan Medan menggelar aksi menolak revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah disahkan DPR RI pada Kamis (20/3/2025).
Pantauan Kompas.com, massa aksi berkumpul di sekitar Lapangan Merdeka, Kota Medan, dengan membawa poster dan spanduk berisi kritik terhadap revisi UU TNI.
"Gantian aja gimana? TNI jadi ASN, sipil yang angkat senjata!" demikian tulisan dalam salah satu poster yang dibawa peserta aksi.
Para peserta aksi bergantian berorasi menyuarakan aspirasi mereka. Salah satu demonstran, Ade, meneriakkan tuntutan mereka sembari menginjak jaket loreng yang diletakkan di jalan.
"Kembalikan TNI ke barak!" serunya.
Sementara itu, aktivis Nikita Situmeang menyatakan bahwa pengesahan revisi UU TNI merupakan langkah mundur dalam reformasi militer dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
"Undang-undang ini membuka kembali ruang bagi dwi fungsi TNI dengan memperbolehkan anggota aktif TNI menduduki jabatan sipil di berbagai institusi," ujar Nikita dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
"Ketentuan ini bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dan mengancam profesionalisme TNI," tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa revisi UU TNI tidak menyentuh reformasi peradilan militer, yang seharusnya menjadi prioritas. Menurutnya, UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer masih memberikan impunitas bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum.
"Seharusnya, reformasi hukum militer lebih difokuskan pada memastikan kesetaraan hukum bagi setiap warga negara, termasuk aparat militer," ungkap Nikita.
Senada dengan Nikita, aktivis Lusty menolak perluasan peran TNI dalam penanganan narkotika serta pendekatan militeristik terhadap masalah sosial, yang menurutnya berisiko meningkatkan pelanggaran HAM.
Dalam aksi tersebut, mereka menyatakan lima sikap:
1. Menolak disahkannya UU TNI karena bertentangan dengan semangat reformasi dan supremasi sipil.
2. Mendesak evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TNI guna mencegah dampak negatif terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
3. Menuntut reformasi peradilan militer dengan merevisi UU No. 31 Tahun 1997 agar prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum dapat diadili di peradilan umum.
4. Menolak pelibatan TNI dalam penanganan narkotika serta menegaskan bahwa pendekatan berbasis kesehatan dan sosial lebih efektif dalam mengatasi permasalahan ini.
5. Mengecam tindakan kekerasan aparat penegak hukum dan menuntut pertanggungjawaban atas kasus penyiksaan serta kekerasan lainnya.
Aksi berlangsung damai dengan pengamanan dari aparat kepolisian setempat.
https://medan.kompas.com/read/2025/03/20/171039178/kritik-pengesahan-revisi-uu-tni-aksi-kamisan-medan-kembalikan-tni-ke-barak