MEDAN, KOMPAS.com - Kebijakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mengenai sekolah lima hari (Senin-Jumat) diharapkan dapat menekan angka tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan kejahatan geng motor.
Namun, kebijakan ini diperkirakan tidak akan diterima secara merata, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pusat ibu kota kabupaten dan provinsi.
Kendala Sekolah 5 Hari
Menjelang ajaran baru pada Juli 2025, beberapa sekolah telah menyampaikan kesiapan serta kendala yang dihadapi untuk menerapkan kebijakan ini.
Elvi Riyanti Pasaribu, Kepala SMA Yayasan Pendidikan (Yaspen) Panca Abdi Bangsa (PABA), mengatakan, meski kebijakan ini bisa diterapkan, pelaksanaannya di semua sekolah akan sulit atau tidak mudah.
"Tadi baru kami bahas dengan Yayasan dan Pengawas. Anak-anak kami biasa pulang jam 2, dan jam 3 ada bimbingan. Itu salah satu kendala kami," kata Elvi saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/6/2025).
Elvi menambahkan, jarak antara sekolah dan rumah siswa cukup jauh, dengan beberapa siswa berasal dari daerah seperti Telaga, Namo Terasi, dan Namo Sira-sira yang masuk Kabupaten Langkat.
"Kami khawatir, angkutan kalau sudah sore payah. Orang tua siswa juga banyak bertani, berkebun, berjualan, dan anak kami kalau pulang sekolah itu mereka ke ladang. Biasa membantu orang tua," tuturnya.
Kendala lain yang dihadapi adalah kegiatan ekstrakurikuler.
Elvi meragukan kegiatan ekskul yang diadakan setiap Sabtu dapat berjalan maksimal jika hari tersebut dijadikan hari libur.
"Kalau dibuat Sabtu, kebanyakan anak-anak, yang manggung aja datang, sementara yang hanya nonton pasti gak datang. Jadi nggak efektif," paparnya.
Siap Jalankan Kebijakan
Sebaliknya, SMA Negeri 1 di Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, menyatakan siap menerapkan kebijakan sekolah lima hari.
Elfi menjelaskan, perubahan jadwal belajar telah disusun, dengan siswa yang sebelumnya masuk pukul 07.15 WIB kini direncanakan masuk pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 15.30 WIB.
Dia percaya bahwa dengan lebih banyak kegiatan di sekolah, anak-anak akan terhindar dari tawuran dan pengaruh negatif lainnya.
Kritik Sekolah 5 Hari
Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Salah satunya dari Dr Bakhrul Khair Amal, dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Unimed). Ia menilai, kebijakan tersebut harus berbasis keilmuan.
"Sebenarnya kebijakan harus berbasis keilmuan. Ada nggak analisis naskah akademiknya sebelum mengambil kebijakan?" ujarnya.
Anggota Komisi E DPRD Sumut, Fajri Akbar, juga menyampaikan pandangannya.
"Terkait program ini ya, kita melihat sejauh ini masih pandangan pribadi masing-masing. Jadi belum ada pandangan kelembagaan," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Alexander Sinulingga menjelaskan, kebijakan lima hari sekolah ini sedang disusun dalam bentuk peraturan gubernur (pergub).
"Ini sedang kami susun kajian teknisnya, nantinya ini kan dituangkan dalam bentuk pergub," katanya.
Alexander menambahkan, kebijakan ini diharapkan dapat mempererat hubungan antara siswa dan keluarga, serta meningkatkan pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka.
"Kita tahu tingkat kriminalitas cukup tinggi di Sumatera Utara, jadi ini salah satu komitmen Bapak Gubernur untuk menekan tingginya tawuran, narkoba, dan kejahatan geng motor," tutupnya.
https://medan.kompas.com/read/2025/06/17/182252678/kebijakan-bobby-soal-sekolah-5-hari-kepala-sekolah-tidak-mudah