Salin Artikel

Riuh Royalti, Bus Antar Provinsi di Medan Berhenti Pasang Musik, Tak Ingin Bebani Pelanggan

MEDAN, KOMPAS.com - Polemik royalti musik masih belum usai, bahkan semakin meluas, dan menimbulkan kekhawatiran.

Tidak hanya pada bisnis restoran, tetapi juga berimbas ke sektor transportasi.

Menghindari pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang royalti hak cipta lagu/musik, serta dampak negatif pada usaha, pengelola transportasi bus antar provinsi di Kota Medan, Sumatera Utara, memilih berhenti memutar musik atau lagu di sepanjang perjalanan.

"Kami memberhentikan pasang musik atau lagu di bus sekitar dua hari lalu. Setiap bus yang keluar dari loket tidak boleh pasang musik," kata marketing PO Putra Pelangi Perkasa, Rey, kepada Kompas.com saat ditemui di loketnya di Jalan Sunggal, Kota Medan, Selasa (19/8/2025).

Perusahaan menilai royalti tersebut sangat besar karena satu bus saja diperkirakan bisa mengeluarkan biaya hingga jutaan rupiah.

Sementara armada yang keluar dari loket setiap harinya mencapai puluhan unit.

"Kami bukan enggak mau bayar royalti. Kalau hanya berlanggan musik ya masuk akal, tapi ini di luar nalar harganya. Jadi kami mending enggak usah putar-putar musik. Dampaknya juga nanti pada penumpang jika bayar royalti," ucap Rey, sembari mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan itu.

Manajemen juga PPP sudah menyosiolisasikan kebijakan mereka melalui akun resmi Instagramnya.

Di sana dijelaskan, perusahaan untuk sementara waktu tidak lagi memutar lagu atau musik di dalam bus selama perjalanan.

Hal ini dilakukan agar tidak membebani pelanggan dengan biaya tiket.

Mereka juga membuat hastag #transportasiheningindonesia.

Tidak jauh berbeda, perusahaan bus Antar Lintas Sumatera atau ALS juga meminta pemerintah tidak memberlakukan kebijakan tersebut, karena itu berpotensi merugikan.

Humas ALS, Alwi, mengatakan, bila dalam perjalanan 3 hari 3 malam tidak mendengar musik, tentu akan sunyi.

Padahal, musik itu membuat penumpang lebih nyaman.

"Nggak kita putar lagi-lah. Karena kami juga enggak mungkin lagi naikkan tarif ongkos. Kita kan tahu kondisi perekonomian masyarakat seperti apa saat ini. Kalau pasang musik, kena royalti, nanti memberatkan penumpang juga jadinya kan," tutur Alwi saat dihubungi melalui telepon seluler.

Sementara itu, Feri Nacara, seorang staf di loket JRG, mengatakan pihaknya memang tidak pernah memasang musik selama dalam perjalanan.

Langkah itu dilakukan untuk menjaga kenyamanan penumpang karena busnya semua beroperasi pada malam hari, terutama tujuan Banda Aceh.

"Sejak saya dua tahun bekerja di sini, kami tidak pernah pasang musik di ruangan penumpang. Kalau musik khusus untuk sopir, ya tergantung sopirnya saja," kata Feri kepada Kompas.com saat ditemui di loketnya di Jalan Ring Road, Sei Sikambing, Medan.

https://medan.kompas.com/read/2025/08/19/205001278/riuh-royalti-bus-antar-provinsi-di-medan-berhenti-pasang-musik-tak-ingin

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com