Salin Artikel

Cerita Nurinda Saat Bentrok dengan Sekuriti PT TPL Saat Gotong Royong: Kami 50, Mereka 700 Orang...

SIMALUNGUN, KOMPAS.com - Nurinda Napitu, salah satu di antara puluhan warga yang tergabung dalam Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), mengalami kekerasan saat bentrok dengan sekuriti PT Toba Pulp Lestari (PT TPL).

Peristiwa bentrokan itu terjadi di wilayah Buttu Pengaturan, Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (22/9/2025) sekitar pukul 08.30 WIB.

Lokasi konflik berjarak kurang lebih 6 kilometer dari pintu masuk kawasan konsesi PT TPL, yang merupakan lahan perladangan warga sekaligus lahan operasional PT TPL.

Nurinda mengatakan, mulanya warga bergotong royong membersihkan hamparan perladangan.

Setiap Senin merupakan jadwal gotong royong yang dilakukan Lamtoras, baik perempuan maupun laki-laki.

Tiba-tiba, kata dia, ratusan sekuriti berseragam hitam lengkap dengan helm, sepatu lars, serta memakai tameng rotan turun dari mobil menyerang warga.

"Tidak ada kata apa-apa. Mereka langsung memukuli kami, bahkan lansia dan anak-anak. Kami sekitar 50 orang, mereka ada 700  orang," kata Nurinda, ditemui usai rapat di Balai Harungguan Djabanten Damanik, Kantor Bupati Simalungun, Pematang Raya, Rabu (24/9/2025).

Nurinda mengatakan, setelah penyerangan yang dilakukan sekuriti, warga terpaksa membalas dengan upaya sekuat tenaga, tetapi banyak di antara mereka yang terluka.

Selain korban luka, satu rumah perkumpulan, beberapa unit sepeda, dan mobil pick-up milik warga terbakar dan dirusak.

"Sekuat apa pun kami melawan, kami tak akan bisa melawan mereka. Mereka (sekuriti) lengkap semua, ada yang berpakaian preman dan pakai alat, makanya kami banyak korban, ada 33 orang yang terluka," ucapnya.

Saat kejadian, ibu empat anak itu mengalami lebam pada bagian lengan dan punggung.

Ia mengatakan saat peristiwa itu tak ada satu pun anggota polisi di lokasi. Warga terus dikejar dan dihajar. Hingga malam, sekuriti masih berjaga di lokasi.

"Tidak ada polisi, makanya kami menyelamatkan diri. Ada satu orang kawan kami yang melarikan diri baru pulang jam 10 malam," katanya.

Dalam kondisi yang masih sakit, Nurinda memilih untuk menghadiri rapat untuk menyampaikan aspirasinya.

Ia juga menyuarakan tindakan kekerasan yang dialami warga dalam pertemuan yang dihadiri pejabat Forkopimda dan perwakilan PT TPL di Balai Harungguan Kantor Bupati Simalungun tersebut.

Hingga rapat selesai, Nurinda dan Lamtoras tidak menerima jawaban yang konkret mengenai penyelesaian konflik.

Bahkan, mereka menolak nasi kotak yang disediakan untuk makan siang.

"Tidak ada, hasilnya nihil. Kalau permintaan kami, PT TPL itu angkat kaki. Hutan adat kami dirusak, sumber mata air kami dirusak, dan memutus akses jalan ke situ," ucapnya.

Dalam penyelesaian konflik, Nurinda berharap pemerintah pusat segera ambil tindakan mengingat tidak sedikit warga yang menjadi korban kekerasan.

Selain korban kekerasan fisik dan psikis, Nurinda menjadi ibu tunggal setelah suaminya, Jonni Ambarita, dihukum penjara karena kasus yang berhadapan dengan PT TPL.

"Sebetulnya saya kurang sehat, tetapi saya ingin menyampaikan apa yang saya alami. Karena itu, saya menyampaikan aspirasi meskipun tidak sesuai harapan," kata pengurus Perempuan Lamtoras ini.

Di tempat yang sama, Pangulu (Kepala Desa) Sihaporas, Jaulahan Ambarita, mengatakan, lokasi konflik antara warga dengan PT TPL tergolong jauh dari pemukiman.

Ia mengaku tidak berada di lokasi saat peristiwa itu terjadi.

"Peristiwa itu terjadi spontan. Lokasinya itu pun belum pernah saya datangi," ucap Jaulahan.

Tanggapan PT TPL

Diberitakan sebelumnya, Corporate Communication Head PT TPL, Salomo Sitohang, dalam rilis tertulis menyampaikan, akibat konflik sedikitnya 6 orang pekerja PT TPL mengalami luka-luka dan 2 unit mobil operasional dibakar.

"Seluruh korban luka telah dibawa ke RSUD Parapat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Perusahaan juga telah melaporkan peristiwa ini kepada pihak berwenang," kata Salomo.

Belum diketahui penyebab pasti pemicu bentrok antara kedua belah pihak.

Hengky Manalu, selaku PW Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano, mengatakan, warga yang terlibat konflik merupakan masyarakat Adat Sihaporas.

"Pemicunya perusahaan mau melakukan tanam paksa di tanah Adat Sihaporas," kata Hengky dikonfirmasi via telepon.

https://medan.kompas.com/read/2025/09/24/170545778/cerita-nurinda-saat-bentrok-dengan-sekuriti-pt-tpl-saat-gotong-royong-kami-50

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com