MEDAN, KOMPAS.com - Sidang kasus korupsi di Satuan Kerja (Satker) Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah I Sumatera Utara semakin "panas" setelah adanya bantahan-bantahan dari saksi.
Bantahan itu datang dari Kepala Satker PJN Wilayah I Sumut, Dicky Erlangga, saat bersaksi untuk pembuktian terdakwa Dirut PT DNG, Akhirun Piliang, dan Dirut PT RN, Reyhan Dulasmi, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (16/10/2025).
Dalam sidang, Dicky mengaku hanya menerima uang dari Kirun, sapaan akrab Akhirun, sebesar Rp 980 juta, setelah membantah nilai yang disebutkan jaksa KPK, yaitu Rp 1,6 miliar.
"Total yang saya terima Rp 980 juta selama tiga tahun. Kemudian, Rp 300 juta saya beri kepada Pak Stanley, Kepala Balai PJN Wilayah I Sumatera Utara, untuk kegiatan," kata Dicky.
Dicky melanjutkan menceritakan bahwa uang itu diberikan Kirun sebagai uang terima kasih.
Jaksa KPK, Rudi Dwi Prastyono, langsung memotong pembicaraan Dicky dan bertanya uang apa itu.
"Tahu tidak bahwa itu diberikan berkaitan dengan pekerjaan? Uang tiba-tiba datang, enggak ada kegiatan, enggak mungkin, tak masuk logika itu," tegas Rudi.
Rudi lalu merincikan sejumlah uang yang diterima Dicky dari Kirun sejak akhir Oktober 2023.
Jumlah itu juga berdasarkan dakwaan dan keterangan saksi Mariam, bendahara PT DNG, yang sebelumnya sudah diperiksa.
Mariam memberi uang kepada Dicky pada 24 Oktober 2023 senilai Rp 300 juta, diakui hanya Rp 50 juta.
Kemudian, pada Januari 2024 sebesar Rp 400 juta, diakui tidak menerima duit itu.
Pada 30 April 2024 sebesar Rp 375 juta, tidak diakui. Lalu, Desember 2024 sebesar Rp 300 juta diakui terima.
Pada 10 April 2025 sebesar Rp 100 juta diakui terima. Pada 13 Juni 2025 Rp 200 juta tidak diakui, hanya menerima Rp 180 juta.
Meski Jaksa KPK sudah memaparkan bukti-bukti itu, Dicky tetap tidak mengakuinya.
Sementara Kirun membela apa yang ada dalam catatan perusahaannya.
Majelis hakim Mohammad Yusafrihadi Girsang kemudian mengingatkan tentang akibat sumpah palsu.
Untuk membuktikan keterangan saksi apakah sudah sesuai dengan bukti, majelis hakim meminta jaksa KPK untuk menghadirkan Mariam pada sidang berikutnya.
Sementara itu, Kepala BBPJN Wilayah I Sumut, Stanley, tak membantah dan membenarkan bahwa dirinya menerima uang dari Dicky sebesar Rp 300 juta.
"Terima uang tunai dari Dicky sebesar Rp 300 juta. Dua kali penerimaan," ucap Stanley.
Jaksa KPK, Eko Wahyu Prayitno, mengatakan Dicky memang sesuai dakwaan menerima Rp 1,6 miliar, tetapi fakta persidangan tadi ia hanya mengakui menerima Rp 980 juta.
"Perintah hakim tadi untuk menghadirkan 2 saksi apakah keterangan itu keterangan palsu atau bukan," pungkas Eko kepada awak media saat diwawancarai.
Seperti diketahui, kasus ini bermula setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara pada 28 Juni 2025.
Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES), Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL), serta pihak swasta, Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR), dan Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
Mereka ditangkap dalam dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumut.
Total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
https://medan.kompas.com/read/2025/10/16/213320278/sidang-korupsi-jalan-sumut-dicky-erlangga-bantah-terima-rp-16-miliar-dari